Bung Hatta Ogah Korupsi hingga Tak Mampu Beli Sepatu Idaman

Muhammad Israjab

Reporter

Sabtu, 26 Desember 2020  /  5:23 pm

Mohammad Hatta. Foto: Kompasiana.com

JAKARTA, TELISIK.ID - Dandanan mentereng, rumah dan mobil mewah agaknya sudah menjadi gaya hidup para pejabat di masa kini.

Masyarakat pun kembali merindukan figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk dijadikan teladan.

Suatu hari, di tahun 1950, Wakil Presiden RI, Muhammad Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah, ia langsung ditanya sang istri, Ny Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.

Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, Ny Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya akibat pengurangan nilai mata uang itu.

Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesin jahit baru. Tapi, apa kata Bung Hatta?

"Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.

Kisah mesin jahit itu merupakan salah satu contoh dari kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta (1902-1980) dan keluarganya.

Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu orang yang memerlukan.

Saking mepetnya keuangan Bung Hatta, sampai-sampai sepasang sepatu Bally pun tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya.

Baca juga: Bocah SD Ini Bantu Ibunya Berjualan di Lampu Merah Demi Sekolah

Tidak bisa dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa membeli sepasang sepatu yang ia idam-idamkan.

Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.

Bung Hatta mempunyai integritas yang sangat tinggi. Di dalam kamus hidupnya tidak ada kata korupsi.

Padahal, sebagai wakil presiden, dia memiliki kesempatan untuk membuat dirinya sukses dan kaya, namun semua tak dilakukannya.

Bahkan, Bung Hatta tak sanggup membeli sepatu bermerek Bally yang sangat diinginkannya.

Kisah keinginan Bung Hatta memiliki sepatu Bally impiannya itu datang dari mantan sekretaris pribadi Bung Hatta, namanya Pak Iding Wangsa Widjaja.

Saat itu sang Bapak Proklamator tengah berjalan di sebuah kawasan ramai di luar negeri.

Tak sengaja Bung Hatta melihat sebuah sepatu bermerek Bally terpajang di etalase.

Dia hanya tersenyum dan mengatakan pada Pak Iding, kelak akan membelinya jika uang tabungannya sudah cukup.

Padahal sebagai wakil presiden seharusnya dia mampu membeli sepatu Bally.

Baca juga: Benteng Kesultanan Buton, Tak Ditembus Belanda hingga Masuk Guinness World Record

Namun dia lebih memilih menggunakan uangnya demi keperluan keluarga serta kerabat yang lebih membutuhkan.

Lebih lanjut Pak Iding menceritakan, saking sukanya dengan sepatu itu, Bung Hatta sampai menggunting potongan iklannya.

Lalu dia menyelipkan potongan iklan Bally itu di buku hariannya.

Sepatu bermerek Bally ini merupakan sepatu tersohor sejak 1950-an. Harganya tentu tak sedikit. Namun Bung Hatta bukan orang yang suka menghamburkan duit demi barang-barang mahal.

Bahkan uang pensiunan dia pun digunakan untuk membantu saudara dan kerabatnya yang kurang mampu.

Hingga akhirnya Bung Hatta menghembuskan nafas terakhir pada 14 Maret 1980.

Sepatu itu tetap belum terbeli. Inilah sikap yang patut menjadi keteladanan bagi masyarakat Indonesia, khususnya anak muda.

Bung Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18 November 1945. Saat itu, ia berumur 43 tahun.

Apa yang dipersembahkan Bung Hatta sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.

Baca juga: Dari Jualan Buroncong Keliling, Dua Anaknya Kini Sudah Sarjana

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wapres pada tahun 1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin kritis.

Uang pensiun yang didapatkannya amat kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," Ny Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah marah ketika anaknya usul agar keluarga menaruh bokor sebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.

Ny Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima rekening listrik yang tinggi sekali.

"Bagaimana saya bisa membayar dengan pensiun saya?" kata Bung Hatta.

Bung Hatta mengirim surat kepada Gubernur DKI Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar rekening listrik.

Akan tetapi, Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh biaya listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.

Bung Hatta adalah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal.

Di balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa.

Musisi Iwan Fals mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung Hatta". (C)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Fitrah Nugraha

TOPICS