Isu TKA China Bangunkan Pergerakan Mahasiswa dari Tidurnya
Reporter
Sabtu, 20 Juni 2020 / 7:41 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Rencana kedatangan TKA China yang kini menuai pro dan kontra, menjadi perbincangan publik. Bukan hanya dikritisi oleh tokoh masyarakat atau lembaga tingkat DPRD, tetapi juga pergerakan mahasiswa.
Isu TKA ini telah membangun sejumlah pergerakan mahasiswa, yang beberapa bulan terakhir ini seolah berdiam diri akibat aktivitas di kampus ditiadakan karena adanya pandemi COVID-19.
Pergerakan mahasiswa yang menyoal persoalan ini dapat dilihat dari sejumlah kegiatan diskusi yang membahas isu TKA tersebut, seperti yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Bersuara Sultra yang mengadakan foccus group discussion (FGD).
Koordinator Aliansi Mahasiswa Bersuara Sultra, Hikma Sanggala mengatakan, setelah sempat ditunda masuknya 500 TKA ke Sultra, kini telah mendapatkan restu dari Gubernur Sultra.
"Mendatangkan TKA asal China di tengah perjuangan rakyat melawan pandemi COVID-19 semakin membuat masyarakat gerah. Apalagi, banyaknya kasus PHK yang menimpa masyarakat, sehingga semakin menumpuk keresahan publik," katanya, Jumat (18/6/2020).
Olehnya itu, Ia melanjutkan, Aliansi Mahasiswa Bersuara Sultra menginisiasi sejumlah pergerakan mahasiswa untuk membangkitkan kembali ruh perjuangan mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control, melalui kegiatan FGD dengan tema "menyoal TKA di Sultra."
Baca juga: Ketua JaDI Sultra dan MPM UHO Buka Tabir Penolakan 500 TKA China
Kegiatan yang digelar secara virtual ini, menghadirkan para aktivis pemuda dan mahasiswa dari berbagai kampus di Sultra.
Diantaranya adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Halu Oleo (UHO), Baharuddin Yusuf, Ketua Badan Eksklusif Mahasiswa (BEM) UHO, Pandyi Priyono, Ketua BEM Universitas Lakidende (Unilaki), Koordinator Aliansi Mahasiswa Bersuara Sultra, Hikma Sanggala, serta menghadirkan Pengamat Ekonomi Politik Muda, Supriyadi S.Ak., M.E.
Di lain kesempatan, Ketua Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan Sultra, Aharuddin mengungkapkan, kebijakan diizinkannya TKA ini sejatinya bukan karena pemerintah peduli terhadap tenaga kerja lokal. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya karyawan yang saat ini dirumahkan tanpa ada kejelasan waktu kapan akan kembali bekerja.
Olehnya itu, Ia melanjutkan, seharusnya pemerintah menyelesaikan permasalahan pekerja lokal terlebih dahulu, baru memikirkan yang lain.
"Seharusnya sumber daya alam lokal, dikelola pemerintah sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bukan malah menyerahkan pengelolaan kepada pihak asing meski dengan dalih investasi," ungkapnya.
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Sumarlin