Kekerasan Anak di Kota Kendari Tinggi Dibanding Perempuan, DP3A Lakukan Ini

Siti Nabila

Reporter

Kamis, 17 Oktober 2024  /  11:08 pm

Gedung Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kota Kendari ( kiri), Plt Dinas DP3A Kota Kendari. Foto: Nabila/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID — Data terbaru dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Kendari menunjukkan peningkatan signifikan kasus kekerasan terhadap anak sepanjang Januari hingga Oktober 2024.

Jumlah kasus kekerasan terhadap anak bahkan melebihi kasus pada perempuan. Sepanjang sepuluh bulan terakhir, tercatat 26 kasus kekerasan terhadap anak, terdiri dari 22 kasus pada anak perempuan dan 4 kasus pada anak laki-laki.

Dari total tersebut, 19 kasus merupakan kekerasan seksual, 5 kasus kekerasan fisik, 1 kasus kekerasan psikis, dan 1 kasus penelantaran.

Sementara itu, jumlah kasus kekerasan pada perempuan mencapai 22, yang terdiri dari 12 kasus kekerasan seksual, 3 kasus kekerasan psikis, 3 kasus kekerasan fisik, 2 kasus penelantaran, dan 2 kasus lainnya, yaitu perselingkuhan dan hak asuh anak.

Baca Juga: Kejati Sulawesi Tenggara Perkuat Sinergitas dengan PT Antam

Dari data tersebut, terlihat bahwa anak-anak lebih rentan menjadi korban kekerasan. Bentuk kekerasan yang paling umum terjadi meliputi kekerasan fisik, seksual, dan psikologis, yang sebagian besar terjadi di lingkungan terdekat.

Menanggapi hal ini, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kendari (DP3A), Haslita, mengatakan bahwa tingginya angka kasus kekerasan terhadap anak merupakan tantangan besar yang perlu diatasi secara serius.

Sebagai langkah preventif, DP3A melaksanakan sosialisasi bertema "Road to School" di berbagai sekolah SD dan SMP di Kota Kendari. Program ini bertujuan untuk mengedukasi sekitar 100.000 siswa mengenai kekerasan, termasuk bullying, dengan pendekatan bermain.

Kegiatan ini dilakukan dua kali seminggu dan berlangsung sekitar satu jam setiap sesi. “Kami memberikan pendidikan tentang cara menghadapi kekerasan, terutama bullying, serta ciri-ciri seperti cyberbullying,” ujar Haslita.

Baca Juga: KPU Dikritik Tentukan Tujuh Panelis Debat Pilgub Sulawesi Tenggara 2024 dari Akademisi

Ia berharap sosialisasi ini mendorong anak-anak untuk berani berbicara tentang masalah yang mereka hadapi dan tidak ragu untuk melapor kepada guru atau orang tua jika mengalami kekerasan.

Sebagai langkah reaktif, DP3A melalui UPTD PPA memiliki peran penting dalam menangani kasus kekerasan. Mereka menerima laporan dari korban dan memberikan pendampingan, termasuk bantuan psikologis dan medis untuk membantu korban pulih dari trauma.

DP3A juga memiliki program Puspaga (Pusat Pembelajar Keluarga) yang menyediakan layanan konsultasi, pendidikan, dan pelatihan bagi keluarga, dengan fokus pada peningkatan keterampilan dan pemahaman tentang isu-isu perlindungan anak.

Kolaborasi dengan kepolisian dan organisasi non-pemerintah juga dianggap krusial dalam memastikan perlindungan dan dukungan bagi korban. (C)

Penulis: Siti Nabila

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS