Ketua Fraksi PAN DPR Tawarkan Solusi Alternatif Soal Test PCR

Marwan Azis

Reporter Jakarta

Selasa, 26 Oktober 2021  /  8:36 pm

Ketua Fraksi PAN DPR-RI, Saleh Partaonan Dauly. Foto: dok DPR

JAKARTA, TELISIK.ID - Kebijakan test PCR untuk transportasi penerbangan yang berubah-ubah menuai sorotan dari Ketua Fraksi PAN DPR-RI, Saleh Partaonan Daulay.

Satu sisi, Saleh mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi yang menurunkan harga test PCR dan memperpanjang masa berlaku menjadi 3 x 24 jam.

"Saya mengapresiasi permintaan presiden Jokowi untuk menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu," ujar Saleh yang juga anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi urusan kesehatan ini kepada Telisik.id, Selasa (26/10/2021).

Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa presiden mendengar keluhan yang ada di tengah masyarakat.

Dalam konteks ini, presiden kelihatannya tidak mau membebani masyarakat di masa pandemi saat ini.

Namun demikian, kata Saleh, permintaan menurunkan harga PCR itu dinilai tidak menyelesaikan masalah. Sebab, biaya test PCR tetap saja akan membebani.

Apalagi, yang dibebani adalah para penumpang yang menggunakan transportasi udara. Faktanya, tidak semua orang yang naik pesawat memiliki dana yang berlebih.

Masih banyak orang yang merasa berat dengan beban membayar test PCR.

"Belakangan ini, tuntutannya kan menghapus persyaratan test PCR bagi penumpang pesawat. Nah, kalau hanya diturunkan dan diperpanjang masa berlakunya, akar masalahnya belum tuntas. Orang-orang tetap masih harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar test PCR-nya," imbuhnya.

Sejalan dengan tuntutan itu, Saleh meminta Presiden Jokowi, segera mengevaluasi kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat.

Sebab, test PCR tersebut dinilai tidak menjamin bahwa semua penumpang tersebut aman dan tidak tertular.

Bisa saja, setelah ditest, diantara penumpang itu melakukan kontak erat dengan orang yang terpapar. Akibatnya, bisa terinfeksi dan menularkan di dalam pesawat.

"Orang yang ditest itu aman pada saat ditest dan keluar hasilnya. Setelah itu, belum ada jaminan. Bisa saja ada penularan pada masa 3 x 24 jam," tuturnya.

"Betul, test PCR ini bisa meningkatkan kehati-hatian. Tetapi, apakah itu bisa diandalkan secara total? Rasanya tidak. Apalagi, test yang sama tidak diberlakukan bagi penumpang angkutan lainnya," tambahnya.

Baca juga: Punya Visi Misi Cerdas, AHY Didukung Nelayan Pantura Jadi Capres 2024

Baca juga: Bawaslu Sultra Validasi Barang Dugaan Pelanggaran Pemilu

Alumnus HMI ini menawarkan beberapa pilihan alternatif terkait masalah test PCR.

Pemerintah diminta untuk memilih salah satu dari kebijakan. Pertama, menghapus kewajiban test PCR bagi penumpang pesawat. Aturan ini diyakini akan sangat bermanfaat untuk menaikkan jumlah penumpang pesawat yang belakangan sempat terpuruk.

Kedua, kalaupun test PCR tetap diberlakukan, maka biayanya diharapkan dapat ditanggulangi pemerintah. Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak memberatkan siapa pun. Tentu ini tidak mudah. Karena itu perlu perhitungan yang cermat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah.

Ketiga, memperpanjang masa berlaku hasil test PCR. Kalau perlu, masa berlakunya adalah 7 x 24 jam.

Meskipun ini tetap membebani para penumpang, tetapi tidak terlalu berat sebab hasil test tersebut dapat dipergunakan untuk beberapa kali penerbangan.

"Dulu masa berlakunya bisa lebih dari seminggu. Kenapa sekarang semakin diperketat? Kalau kasusnya mereda, semestinya masa berlaku hasil PCR pun diperpanjang. Nanti kalau ada kenaikan lagi, bisa dipikirkan untuk memperketat lagi," paparnya.

Keempat, lanjut Saleh, kebijakan test PCR diganti dengan test antigen. Meski tingkat akurasinya lebih rendah dari PCR, namun biaya testingnya jauh lebih rendah. Para penumpang diyakini masih bisa menjangkaunya.

"Tujuan testing kan untuk memastikan bahwa semua calon penumpang tidak terpapar. Nah, antigen ini juga bisa digunakan. Hanya saja, tingkat akurasinya sedikit lebih rendah. Banyak juga orang yang test antigen yang dinyatakan positif, lalu dikarantina dan diisolasi. Artinya, testing antigen tetap efektif untuk dipergunakan," pungkasnya. (C)

Reporter: Marwan Azis

Editor: Fitrah Nugraha