Mahfud Serahkan Hak Angket ke Parpol Pengusung, TKN Prabowo-Gibran: Berlebihan

Mustaqim

Reporter

Kamis, 22 Februari 2024  /  10:18 pm

Anggota KPU RI, Idham Holik, menanggapi wacana hak angket perihal dugaan kecurangan Pemilu 2024 di kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (22/2/2024). Foto: Mustaqim/Telisik

JAKARTA, TELISIK.ID – Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud Md, mengatakan dirinya tak punya kewenangan untuk mendorong DPR RI menggulirkan hak angket terkait dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) dalam Pilpres dan Pileg 2024.

Mahfud menegaskan, kewenangan untuk mengusulkan hak angket di parlemen berada di parpol dan bukan di pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden.

“Hak angket itu bukan urusan paslon ya, itu urusan partai. Apakah partai itu menggertak apa ndak, saya ndak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya ndak ikut-ikut di urusan partai,” ujar Mahfud di Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Cawapres pasangan Ganjar Pranowo ini menjelaskan, tidak ada keharusan bagi parpol untuk berkoordinasi dengan paslon bila ingin menggulirkan hak angket. Parpol yang memiliki kursi di DPR, kata Mahfud, itulah yang punya kewenangan untuk mengusulkan hak angket.

Baca Juga: KPU Tegaskan Sirekap Bukan Penentu Kemenangan Pemilu 2024, ICW Singgung Indikasi Kecurangan

“Saya tidak akan berkomentarlah soal hak angket, hak interpelasi, itu urusan partai-partai. Mau apa ndak (parpol mengusulkan hak angket), kalau ndak mau juga, saya tidak punya kepentingan untuk berbicara itu,” jelasnya.

Usulan agar PDIP dan PPP menggulirkan hak angket di DPR RI bermula dari Ganjar Pranowo. Dia mendorong dua parpol pengusungnya itu sebagai capres-cawapres bersama Mahfud, menjalin komunikasi dengan parpol pengusung capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, untuk mengajukan hak angket.

Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid, menilai usulan untuk digulirkannya hak angket di DPR RI adalah biasa namun berlebihan.

“Saya kira itu berlebihan, tapi itu biasa. Dalam politik ini selalu ada rumus, yang kalah selalu mengatakan 'KPU curang, Bawaslu tidak tegas'. Kata Pak Mahfud begitu kan? 'Setiap pemilu, setiap lima tahunan, yang kalah pasti menuduh curang, tidak tegas, sistematis, masif dan sebagainya',” tutur Nusron di Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Nusron menilai, usulan untuk menggulirkan hak angket merupakan sikap politik bagi pengusul dan tetap harus dihormati. Namun, dia mengatakan, dukungan atau dorongan untuk hak angket itu berlebihan kalau atas nama kecurangan pemilu.

Dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang disampaikan sebelumnya oleh tim pasangan capres-cawapres nomor urut 1 dan 3 tidak hanya ditujukan pada keterlibatan pejabat negara untuk memenangkan paslon tertentu.

Dugaan kecurangan pun salah satunya disebut berkat andil Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres, selain juga persoalan sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) milik KPU yang tidak akuntabel.

Beragam dugaan kecurangan itu kemudian mendorong Ganjar Pranowo untuk meminta parpol pengusungnya mengajukan hak angket di DPR RI.

Anggota KPU RI, Idham Holik, menilai penyelesaian dugaan pelanggaran pemilu bukan dilakukan di DPR dengan menggulirkan hak angket. Dia mengatakan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mendesain cara penyelesaian semua permasalahan berkaitan pemungutan dan penghitungan suara.

Baca Juga: Ratusan Tokoh Desak DPR Gunakan Hak Angket dan Pemakzulan Jokowi, Demokrat Siap Jegal Keinginan Anies dan Ganjar

Bagi kontestan pemilu yang keberatan dengan hasil pemilu, Idham mempersilakan melakukan upaya hukum secara berjenjang. Bila pelanggaran bersifat administrasi, dia mengatakan pihak Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk menanganinya.

“Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini,” jelas Idham di kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Mantan anggota KPU Jawa Barat ini meminta para kontestan pemilu menegakkan demokrasi konstitusional dengan menjadikan hukum sebagai panglima.

“Apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum. Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU Pemilu,” ujar Idham. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS