Pencemaran Lingkungan Jadi Masalah Utama Pertambangan di Kolaka Utara
Reporter Kolaka Utara
Senin, 12 Juli 2021 / 8:20 pm
KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - DPRD Kolaka Utara (Kolut) hari ini, Senin (12/7/2021), kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait polemik aktivitas pertambangan dan pembangunan jetty yang dilakukan PT Riota Jaya Lestari di Tanjung Watulaki.
RDP yang dipimpin langsung Ketua DPRD Kolut, Buhari, S.Kel.,M.Si, Wakil Ketua I dan II, Hj. Ulfa Haeruddin, ST dan Agusdin, S.Sos merupakan tindak lanjut dari hasil peninjauan langsung lokasi pembangunan jetty milik PT Riota oleh anggota DPRD Kolut, Pemkab Kolut, dan beberapa instansi terkait, pada Jumat (9/7/2021) lalu.
Dari pantauan Telisik.id, dalam RDP kali ini selain persoalan keberadaan makam leluhur etnis Tolaki dan pemberdayaan tenaga kerja lokal, persoalan yang sangat krusial dan menjadi sorotan utama adalah pencemaran lingkungan pesisir pantai dan lingkungan sekitar area pertambangan yang timbul akibat aktivitas pertambangan.
Ketua Komisi I DPRD Kolut, Sabrie Bin H. Mustamin mengatakan, berdasarkan hasil peninjauan di lokasi secara kasat mata, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di sekitar area pertambangan PT Riota.
"Secara kasat mata pencemaran lingkungan itu bisa dilihat dan menurut saya izin yang dikeluarkan pemerintah pusat dan provinsi tidak melalui kajian-kajian mendalam," kata Sabrie.
Pada kesempatan yang sama, Martani Mustafa, S.Pi dari fraksi PKB juga menyoroti persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi di area pertambangan sekitar Lanipa-nipa atau pesisir Tanjung Watulaki.
Baca Juga: Jual Tabung Oksigen di Atas Harga Eceran, 3 Orang Diamankan Polda Jatim
"Terkait pencemaran lingkungan, saya pikir kita sepakat kalau saat ini Dusun Lanipa-nipa itu sudah tidak berwajah kampung lagi. Bahkan ketika musim hujan tiba sering terjadi banjir, jalan di sanapun ketika kemarin kita meninjau lokasi itu sudah tidak berbentuk jalan lagi," jelasnya.
Ia mengaku bahwa persoalan ini agak dilematis dan masalah, karena saat ini semua izin pertambangan kewenangan pusat dan provinsi, sementara daerah tidak mendapatkan sesuatu dan hanya jadi penonton.
"Di sana itu merupakan sumber konservasi bidang budidaya perikanan, masyarakat yang mengambil batu karang ditangkap dan dipenjarakan, sementara mereka tidak diapa-apakan. Dan terdampak dari aktivitas pertambangan tidak hanya warga Lanipa-nipa tapi juga masyarakat Lambai ikut merasakan dampaknya," bebernya.
Wakil Ketua I DPRD Kolut, Hj. Ulfa Haeruddin dari fraksi PKB menegaskan, persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan di Kolaka Utara membutuhkan pembahasan mendetail karena dampaknya yang ditimbulkan jauh lebih banyak dibandingkan keuntungan yang diperoleh daerah.
"Jadi kalau hari ini kita bahas persoalan lingkungan fokusnya kita se Kabupaten Kolaka Utara, anggap saja blok PT CSM dan PT Riota sebagai contoh dari sekian perusahaan tambang yang ada Kolaka Utara, katanya.
"Olehnya itu, kita butuh pembahasan mendetail tentang pencemaran lingkungan dan rekomendasi kesesuaian tataruang. Kenapa itu bisa terbit sementara fakta dilapangkan lebih banyak kerusakan daripada hasilnya," tambah Ulfa.
Sementara itu, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Anca, membenarkan jika telah terjadi pencemaran lingkungan di area tersus milik PT Riota Jaya Lestari akibat limbah B3 yang tidak terkelola dengan baik.
"Sementara pencemaran yang ditimbulkan aliran sendimen, kekeruhan air laut disebabkan oleh dua perusahaan. Mereka punya andil untuk tingkat kekeruhan air laut. Berdasarkan indentifikasi kekeruhan bersumber dari sungai yang berada dalam IUP PT PDP," bebernya.
Baca Juga: Hujan Intensitas Tinggi Picu Banjir di Wilayah Konawe Utara, 2 Desa Terisolir
Lebih lanjut, ia menerangkan, untuk memastikan pencemaran tersebut dapat menimbulkan kerusakan air laut, maka dibutuhkan data pengujian air laut yang sifatnya vailid untuk membandingkan baku mutu lingkungan air laut.
Anca juga menegaskan, jika PT Riota telah memiliki UKL UPL tersus dibatasan tersus sementara sarana penunjang atau areal projek baik itu berupa UP UPL atau AMDAL dokumennya belum ada masuk di DLH.
Untuk diketahui, RDP yang dihadiri 14 anggota legislatif perwakilan Pemdak Kolut (Asisten I), Kepala Dinas PUPR, Disnakertrans, PTSP, Perwakilan DLH, dan Bidang Kebudayaan Dikbud Kolut, akan dijadwal ulang untuk membahas lebih mendetail persoalan izin lingkungan, rekomendasi keselarasan tata ruang.
Termasuk juga akan membahas persoalan makam moyang etnis Tolaki dengan menghadirkan pihak terkait baik itu LAT, DAP, maupun keturunan langsung dari leluhur Wende'pa. (A)
Reporter: Muh. Risal
Editor: Fitrah Nugraha