Pilgub Sultra 2024 Harus jadi Ajang Pertarungan Gagasan, Bukan Amplop

Erni Yanti

Reporter

Kamis, 10 Oktober 2024  /  1:56 pm

GMNI Kendari dorong Pilgub Sultra 2024 pertarungan gagasan, bukan amplop. Foto: Ist.

KENDARI, TELISIK.ID - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari, Rasmin Jaya, mendorong politik gagasan yang berbasis program dan visi misi jangka panjang pada Pilkada 2024.

Hali ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang edukasi politik yang baik dan benar kepada masyarakat. Agar masyarakat bisa lebih memahami program, gagasan, trend record dan rekam jejak masing-masing calon.

Tak hanya itu, dengan adanya politik gagasan, bisa mendorong sektor pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah yang terus berkesinambungan tanpa mengesampingkan kearifan lokal ke depan.

"Kita mesti hidupkan perdebatan yang sehat di ruang-ruang publik agar lebih produktif dan masyarakat lebih mengetahui tentang berbagai gambaran program sebagai orientasi yang terus berkelanjutan dan bisa betul-betul menyentuh seluruh lapisan masyarakat," tegas Rasmin Jaya, Kamis (10/10/2024).

Sistem pemilihan kepala daerah yang berjalan selama ini,  masih minim gagasan-gagasan politik yang berorientasi masa depan rakyat dan berbentuk program nyata yang bisa menyentuh semua komponen masyarakat.

Menurut Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya, sistem saat ini masih bersifat prosedural, bukan bersifat substansial, sehingga berdasarkan keresahan pemuda dan mahasiswa merasa penting untuk memberikan panggung kepada kontestan dan peserta pemilu yang maju pada momentum 2024 untuk menjelaskan programnya lebih kongkret dan tak hanya janji manis semata.

Baca Juga: Distribusi Logistik Pilgub Sultra 2024 ke Wanci - Kamaru Terhambat

Di samping itu juga bisa lebih meningkatkan partisipasi masyarakat, kualitas demokrasi yang lebih baik lagi, agar agenda pilkada serentak ini lebih terasa di masyarakat. Bukan hanya menggunakan kekuatan finansial untuk mendapatkan kemenangan atau menghadirkan artis untuk mendulang antusias masyarakat.

“Kesalahan memilih pemimpin ke depannya akan berdampak buruk, tidak saja bagi rakyat melainkan masa depan daerah juga dipertaruhkan. Oleh karena itu, kecerdasan dalam memilih pemimpin dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, tentu itu juga meningkatkan kualitas demokrasi agar semakin baik,” katanya.

Pendidikan politik harus menjadi tanggung jawab semua pihak, khususnya para elite politik yang memiliki kedudukan strategis atau sedang memiliki peran sentral dalam sistem politik. Tanpa terjadinya pendidikan politik yang sehat dan baik, maka dipastikan tidak akan terjadi peningkatan kecerdasan politik publik.

Pada akhirnya publik akan selalu terjerumus dalam kesalahan yang sama dari waktu ke waktu dalam menentukan pemimpinnya dan akan selalu dijadikan kambing hitam dalam kepentingan para elite politik.

“Itu kemudian harus kita antisipasi bersama untuk meminimalisir hal-hal yang tidak kita inginkan seperti turbulensi dan chaos politik dalam pesta demokrasi tahun 2024 ini,” bebernya.

Rasmin Jaya mengingatkan, pelajaran dan hikmah bahwa pilkada adalah instrumen politik yang memberi ruang kepada warga untuk menyeleksi pemimpin politik yang baik, bijaksana, dan mampu menjaga amanat rakyat. Maka dengan demikian, jika terbentuk pendidikan politik yang rasional akan tercipta pemilu yang berkualitas, warga akan menentukan pemimpin politik yang berorientasi masa depan.

“Itu tergantung dari kejujuran elite politik dalam memberikan pendidikan politik kepada publik sebab masyarakat adalah kekuatan politik yang tak bisa dibendung, bekerja dengan penuh keyakinan, sepenuh hati, dan tak menjanjikan mimpi di siang bolong,” ungkapnya.

Pengajaran yang diperlukan adalah mengenai bagaimana menentukan pemimpin politik yang bijaksana terhadap rakyat agar masyarakat dapat memilih pemimpin politik yang memiliki sifat amanah, dapat dipercaya, teladan, transparan, dan visioner. Sosok pemimpin itu dapatlah ditebak adalah seorang figur yang dapat menerima amanah daerahnya secara benar, bukan mengkhianati dengan janji yang tidak sesuai dengan legitimasi rakyat.

Baca Juga: Survei Charta Politika: Konstituen TNA dan Ruksamin Bisa Pindah Pilihan di Pilgub Sultra 2024

“Euforia politik menjelang momentum pesta demokrasi, ada banyak pelaku politik yang alih-alih mampu membawa kekuasaan politik pada tujuan kesejahteraan masyarakat, justru sama sekali tidak memahami benar hakikat, makna dan fungsi politik, kekuasaan dan juga kepemimpinan politik yang bijaksana justru terjerumus kepada kepentingan yang pragmatis dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kelompok,” ungkap Rasmin.

Pemuda asal Muna Barat ini juga menuturkan, tidak sedikit para pelaku politik yang bermunculan hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mengumpulkan suara dan hanya meramaikan pemilu setiap lima tahunnya. Keteladanan para elite politik memang menempati porsi cukup besar dalam proses pendidikan politik bagi publik sehingga ini menjadi modal dalam mencari simpati.

Sebagai upaya kepedulian dan rasa tanggung jawab, para elite politik mampu melihat masyarakat agar bisa berdaya guna di segala sektor, seperti di bidang pendidikan, pertanian, perikanan, peternakan, dan pariwisata, sehingga diperlukan pemetaan potensi di beberapa daerah yang strategis.

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi penting untuk menunjang kemandirian ekonomi sehingga dibutuhkan kesadaran bersama dan menjadi modal dasar dan sasaran utama. (C)

Penulis: Erni Yanti

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS