Ramai Tunjangan dan Gaji DPR Rp 100 Juta Lebih, Duit Negara Disedot hingga Rp 1,74 Triliun
Reporter
Senin, 25 Agustus 2025 / 12:37 pm
Isu gaji dan tunjangan DPR tembus Rp 100 juta kembali memicu polemik. Foto: YouTube@TV Parlemen.
JAKARTA, TELISIK.ID - Isu mengenai gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat kembali mencuat dan menuai sorotan publik. Besaran penghasilan wakil rakyat disebut telah menembus lebih dari Rp 100 juta per bulan setelah diberlakukannya tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan.
Kebijakan ini diterapkan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang sebelumnya disediakan negara. Namun, penerapan tunjangan tersebut memicu kontroversi karena dinilai tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang tengah mengalami tekanan akibat kenaikan harga kebutuhan pokok.
Publik mempertanyakan urgensi pemberian tunjangan ini di saat pemerintah gencar menggaungkan efisiensi belanja negara.
Berdasarkan aturan yang ada, gaji pokok anggota DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000, dengan rincian Ketua DPR menerima Rp 5,04 juta, Wakil Ketua Rp 4,62 juta, dan anggota biasa Rp 4,2 juta.
Selain itu, terdapat sejumlah tunjangan yang diberikan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, serta fasilitas uang sidang, asisten anggota, listrik, telepon, dan tunjangan beras.
Baca Juga: Sri Mulyani Koreksi Anggaran Tunjangan Guru Naik Rp 274 T di 2026, Non-PNS Dijatah Rp 19 T
Jika dihitung secara keseluruhan, penghasilan anggota DPR sebelumnya mencapai sekitar Rp 55 juta hingga Rp 66 juta per bulan.
Melansir CNBC Indonesia, Senin (25/8/2025), kontroversi muncul setelah diterapkannya tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan mulai Oktober 2024.
Kebijakan ini diatur dalam Surat Sekretariat Jenderal DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024, yang menyebut bahwa setiap anggota DPR berhak menerima tunjangan rumah. Dengan tambahan tersebut, penghasilan anggota DPR melonjak menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Jika dikalkulasi, dengan jumlah anggota DPR sebanyak 580 orang, anggaran negara harus mengeluarkan sekitar Rp 29 miliar per bulan untuk membiayai tunjangan rumah. Dalam satu periode masa jabatan selama lima tahun, angka ini setara dengan Rp 1,74 triliun.
Nilai ini dinilai sangat besar di tengah situasi ekonomi yang masih sulit. Kebijakan tersebut juga menimbulkan polemik antara DPR dan Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Dana MBG Paling Gemuk, Ini 10 Kementerian dan Lembaga Terbanyak Sedot Anggaran RAPBN 2026
Kedua pihak saling melempar tanggung jawab terkait dasar penetapan nominal tunjangan rumah. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu menyatakan bahwa keputusan terkait tunjangan ada di DPR, sementara DPR menuding pemerintah yang menetapkan nilai Rp 50 juta per bulan.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan bahwa tunjangan rumah diberikan karena fasilitas rumah dinas di Kalibata sudah dialihfungsikan menjadi proyek rumah bersubsidi.
Namun, hingga kini, publik masih belum mendapatkan kejelasan terkait pertimbangan penetapan nominal tunjangan yang dinilai terlalu tinggi. Kritik terus mengalir karena kebijakan ini dinilai tidak sejalan dengan komitmen efisiensi anggaran, sementara masyarakat masih berjuang menghadapi tekanan ekonomi. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS