Sebanyak 28 WBTB Diraih Dikbud Sulawesi Tenggara hingga Tahun 2023
reporter
Jumat, 15 Desember 2023 / 4:44 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara terus melakukan pembenahan, yang kali ini sedang berusaha menambah pengakuan atas Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) secara nasional.
Belum lama ini Dikbud Sulawesi Tenggara mendapatkan penghargaan oleh Kabupaten Bombana dengan kategori Mewuwusoi. Penghargaan ini diberikan di Jakarta yang diterima oleh Kadis Dikbud Sulawesi Tenggara, Yusmin.
Mewuwusoi merupakan ungkapan kegembiraan dan rasa syukur akan berhasilnya panen musim tanam pada tahun tersebut yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya. Hal tersebut diilustrasikan dalam sebuah tarian molulo atau molicu.
Baca Juga: Update Jadwal KMP Bahteramas Rute Kendari-Langara Periode Desember 2023
Di daerah Bombana khususnya desa Hukaea Laea, mereka masih percaya dan menjalani tradisi Mowuwusoi tersebut. Ritual Mowuwusoi merupakan persembahan sujud syukur atas limpahan alam yang diberikan oleh Yang Kuasa kepada manusia. Ritual Mewuwusoi sendiri sering dilakukan pada etnis Moronene yang ada di Desa Hukaea Laea seperti dilansir dari Researchgate.net.
Saat ini, tradisi Mowuwusoi masih bertahan dan kerap dilakukan oleh masyarakat di Desa Hukaea Laea, Kecamatan Lantari Jaya, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Tradisi ini dilakukan dengan cara memperkenalkan generasi muda bahwa Mewuwusoi adalah acara yang dilakukan oleh leluhur terdahulu pada saat musim panen padi, yang dilakukan bersama petua-petua kampung dan tokoh adat sebagai tradisi warisan budaya Moronene.
Proses pemanenan dimulai dengan mengerjakan hasil panen tersebut di rumah raja dengan pembagian kerja masing-masing anggota kelompok yaitu kelompok melepaskan biji padi pada tangkainya (momporuhi).
Setelah itu, pelepasan biji padi dari alat khusus. Lalu setelah matang kemudian ditumbuk oleh kelompok khusus baik laki-laki maupun perempuan. Setelah itu ditapis agar menjadi beras. Langkah selanjutnya adalah kelompok tadi memasak nasi dan lauknya.
Makanan yang sudah sudah masak, disajikan dalam ritual kesyukuran dengan mengucapkan mantra-mantra yang biasa disebut ritual, setelah itu makan bersama yang dipisahkan antara raja, ata (budak), sangkina (yang melayani) dan orang tua yang ditokohkan.
Sisa hasil panen yang dikumpul di rumah raja tersebut akan dibagikan sesuai dengan tingkat ekonominya. Dengan berkembangnya zaman, maka syukuran ini menjadi adat Moronene.
Mulai dari membuka lahan perkebunan, sampai kepada panen, syukuran dari keberhasilan panen tersebut disebut dengan kata Mewusoi (kelompok kecil) dan Mewuwusoi (kelompok besar satu kampung).
Setelah itu semua kelompok anggota tani tau sawi (pengikut/pendamping) melalui pawang pada (tumpukoo) melakukan ritual atau doa keselamatan bersama-sama yang disebut metotamai (mengobati diri) selama proses panen.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara, Murniati, berharap pemerintah bisa mensupport kabupaten/kota, sehingga warisan kebudayaan di Sulawesi Tenggara terus berkembang.
Penghargaan warisan budaya untuk Sulawesi Tenggara dari pemerintah pusat tahun 2023, merupakan bentuk pengakuan terhadap kekayaan budaya dan tradisi yang unik di wilayah tersebut. Hal ini tidak hanya meningkatkan rasa bangga masyarakat setempat, tetapi juga dapat mendukung upaya pelestarian dan pengembangan warisan budaya Sulawesi Tenggara.
Penghargaan tersebut juga dapat memberikan dorongan positif terhadap sektor pariwisata, membantu meningkatkan kunjungan wisatawan yang tertarik dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki.
Sementara itu, Kepala UPTD Museum dan Taman Budaya, Laudin berharap WBTB yang telah diraih oleh pemerintah bisa dimuseumkan sehingga bisa dinikmati oleh pengunjung dan masyarakat bisa melihat apa saja anugerah yang berhasil diraih WBTB.
WBTB merujuk pada aspek-aspek budaya yang tidak berwujud atau tidak memiliki bentuk fisik yang tetap. Ini termasuk praktik, representasi, pengetahuan, dan keterampilan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Contoh WBTB meliputi tradisi lisan, pengetahuan tentang lingkungan, teknik pembuatan kerajinan tradisional, musik, tarian, ritual, bahasa, dan sebagainya.
Keberadaan WBTB sangat penting karena:
- Pemeliharaan identitas budaya
Warisan budaya tak benda merupakan aspek yang memperkuat identitas budaya suatu masyarakat. Mereka memainkan peran penting dalam menjaga dan menyelamatkan warisan serta nilai-nilai tradisional.
- Pengembangan komunitas
Praktik-praktik dan tradisi ini membantu membangun komunitas yang kuat. Mereka menjadi simbol solidaritas dan kohesi sosial di antara anggota masyarakat.
- Pemberdayaan ekonomi lokal
Warisan budaya tak benda dapat menjadi daya tarik pariwisata yang signifikan. Hal ini dapat memberikan peluang ekonomi bagi komunitas lokal melalui pariwisata budaya.
- Pemeliharaan pengetahuan tradisional
Warisan ini sering kali mencakup pengetahuan tradisional yang penting, seperti pengobatan herbal, teknik pertanian lokal, dan metode kerajinan tangan. Menyelamatkan dan meneruskan pengetahuan ini penting untuk keberlanjutan dan keberlangsungan masyarakat.
- Kreativitas dan identifikasi diri
Warisan budaya tak benda juga menjadi sumber inspirasi untuk inovasi dan kreativitas dalam seni, musik, dan praktik lainnya. Hal ini membantu individu untuk mengembangkan identitas dan ekspresi budaya yang unik.
Baca Juga: PA Kendari Tangani 1.281 Perceraian Pasutri di 2023, Didominasi Pertengkaran
Melindungi, merawat, dan mendorong penghargaan terhadap Warisan Budaya Tak Benda penting untuk menjaga keanekaragaman budaya dan memastikan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tradisional dapat terus diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hingga di tahun 2023 Dikbud Sulawesi Tenggara sudah berhasil mendapat pengakuan sebanyak 28 WBTB dan mendapat pengakuan secara nasional di antaranya:
Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Maligebuton, Kaago-ago, Kamohu, Banua Tada, Dole-dole, Ewa Wuna, Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamooru Wuna/ Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-kandea, Tari Balumpa, Tenun Konawe, Tandaki, Tarian Lumense, Tradisi Kabuenga, Tari Mondotambe dan terbaru Mewuwusoi. (A-Adv)
Penulis: Nur Khumairah Sholeha Hasan
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS