Separuh Penduduk Jakarta Terdeteksi Memiliki Antibodi COVID-19
Reporter Jakarta
Sabtu, 10 Juli 2021 / 10:14 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - Berdasarkan hasil survei serologi, bahwa separuh penduduk Jakarta terdekteksi memiliki antibodi COVID-19.
“Melalui survei ini, kita dapat memperkirakan proporsi warga Jakarta yang pernah terinfeksi oleh virus SARS CoV-2, baik yang teridentifikasi atau terkonfirmasi oleh tes PCR maupun yang tidak," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti dalam Konferensi Pers Diseminasi Hasil Survei Serologi COVID-19 secara daring, Sabtu (10/7/2021).
"Kita bisa melihat juga gambaran lebih utuh tentang situasi pandemi di Jakarta. Sehingga, strategi penanganan dan pengendaliannya pun bisa disesuaikan,” sambungnya.
Ia menuturkan, dalam menyusun strategi penanganan dan pengendalian wabah COVID-19, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan berkolaborasi dengan Tim Pandemi FKM UI, Lembaga Eijkman, dan CDC Indonesia melakukan survei serologi di Jakarta.
"Survei ini secara spesifik ingin mengukur proporsi warga Jakarta yang memiliki antibodi terhadap COVID-19," ujarnya.
Serologi merupakan teknik berbasis imunologi yang bertujuan untuk mengukur respons imun terhadap suatu antigen dari sediaan darah seseorang. Apabila seseorang pernah terpapar pada agen infeksius tertentu, tubuhnya akan terpicu menghasilkan antibodi spesifik yang dapat dideteksi.
Sementara itu, pakar epidemiologi dari Tim FKM UI, Pandu Riono menjabarkan, dari hasil survei ini terlihat bahwa hampir separuh penduduk Jakarta pernah terinfeksi COVID-19, terbanyak pada usia 30-49 tahun.
Infeksi pada kelompok perempuan lebih tinggi (47,9%) dan kelompok yang belum kawin lebih rendah risiko terinfeksi (39,8%).
Baca Juga: Kemenhub Terbitkan Perubahan Surat Edaran untuk Perketat Perjalanan Transportasi, Berikut Isinya
“Penduduk di wilayah padat penduduk lebih rentan terinfeksi COVID-19 (48,4%). Semakin meningkat indeks massa tubuh, semakin banyak juga yang terinfeksi, dalam hal ini kelebihan berat badan (52,9%) dan obesitas (51,6%). Orang dengan kadar gula darah tinggi juga lebih berisiko,” paparnya.
Ia menjelaskan, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi adalah sebesar 44,5?ngan estimasi warga yang pernah terinfeksi adalah 4.717.000 dari total penduduk Jakarta sebanyak 10.600.000 orang.
Dari jumlah estimasi warga yang pernah terinfeksi, hanya 8,1% yang terkonfirmasi. Sebagian besar yang pernah terinfeksi, tidak terdeteksi.
Selain itu, sebagian besar yang pernah terinfeksi, baik terdeteksi maupun tidak terdeteksi, tidak pernah merasakan gejala.
“Kekebalan komunal di Jakarta akan lebih sulit tercapai karena Jakarta adalah kota terbuka dengan mobilitas intra dan antarwilayah yang tinggi. Konsekuensinya, semua penduduk yang beraktivitas di Jakarta, baik warga Jakarta maupun pendatang, harus memiliki kekebalan (telah tervaksinasi) yang dapat mengatasi semua varian virus,” tuturnya.
Pandu menyebut, tidak menutup kemungkinan pandemi ini berubah menjadi endemi dan diperlukan strategi penanganan pandemi secara cepat dan signifikan untuk jangka pendek, serta diperlukan antisipasi jangka menengah dan panjang.
Karena, seperti diketahui, vaksinasi memang dapat menekan risiko perawatan di rumah sakit dan risiko kematian walaupun tidak bisa sepenuhnya menghentikan penularan.
Untuk itu, pemerintah akan memperkuat 3T (Testing, Tracing, Treatment) agar dapat mengendalikan pandemi ini, selain terus melakukan percepatan vaksinasi untuk semua warga.
Namun, masyarakat juga harus terbiasa untuk mampu menilai risiko dan menjaga pola hidup sehat dengan kebiasaan 5M agar siap berkegiatan secara produktif di tengah ancaman jangka panjang endemi COVID19 dan tentu segera vaksinasi.
Baca Juga: Menteri BUMN Instruksikan Biofarma Tingkatkan Produksi Vaksin COVID-19
Sementara itu, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, turut hadir diacara tersebut menegaskan Pemprov DKI Jakarta sejak awal menggunakan pendekatan saintifik dari para ilmuan di bidangnya sebagai dasar pengambilan keputusan dan penanganan pandemi COVID-19 di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut Anies mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada banyak pihak yang terlibat, termasuk FKM UI, Lembaga Eijkman, CDC Indonesia, dan lain sebagainya.
“Kami di DKI Jakarta sejak awal masa pandemi ini mempercayakan arah kebijakan pada pendekatan saintifik dan ilmuwan di bidangnya. Kita menggunakan rujukan pada data-data, merujuk pada pendekatan ilmiah, dan transparansi jadi kata kunci yang kita pegang sejak awal. Karena itu, kami dalam setiap aspek kebijakan selalu berkonsultasi, bertukar pikiran,” jelasnya.
“Izinkan saya menyampaikan terima kasih pada tim FKM UI yang telah dalam perjalanan satu setengah tahun ini mendampingi, memberikan guidance dalam melakukan navigasi menghadapi pandemi COVID-19 ini," tambahnya.
Anies menegaskan, akan terus memegang prinsip ini, menggunakan pendekatan ilmiah, dan selalu transparan.
"Karena kami percaya situasi ini tidak selesai dalam hitungan minggu, karena itu untuk bisa berjalan bersama, rakyat harus percaya Pemerintah dan Pemerintah harus bisa dipercaya. Caranya dengan menyampaikan apa adanya dan menyampaikan dengan dasar bukti yang menggunakan metode ilmiah,” terangnya.
Selain itu, menurut Anies, penanganan dan perkembangan pandemi COVID-19 di Jakarta dapat menjadi referensi bagi daerah lain bahkan bagi kota-kota lain di dunia.
Baca Juga: 2024, Mendes PDTT Targetkan Ada 32 Daerah Tertinggal yang Terentaskan
Maka dari itu, Pemprov DKI Jakarta akan mendukung penuh berbagai metode ilmiah, termasuk penelitian, survei dan pengambilan data di tingkat mikro.
“Kami mendukung all out survei uji klinis, penelitian dan apapun yg berkaitan dengan COVID-19 di DKI Jakarta. Bahkan, kita sampai mengerahkan jajaran di wilayah untuk ikut ambil data," ujarnya.
"Survei ini bukan yang kali pertama dilakukan, bahkan survei kita kerjakan juga dengan institusi di luar Indonesia, kampus yang melakukan penelitian, juga teman-teman yang memiliki think tank di urusan COVID-19 kami selalu berikan akses dan kita dukung,” sambungnya.
Menurut Anies, beberapa penelitian tentang COVID-19 di Jakarta sudah masuk di jurnal internasional dan ikut jadi feedback negara lain.
"Jakarta tidak boleh jadi pemain lokal, Jakarta harus jadi pemberi arah internasional. Ini adalah kota megapolitan terbesar di belahan selatan dunia dan kita memiliki pengalaman yang cukup untuk jadi pelajaran dunia internasional. Sehingga, kita ada di tataran global bukan semata-mata untuk menyerap info, tapi sebaliknya kita memberikan info, memberikan pengalaman dan bisa jadi rujukan,” tandasnya. (A)
Reporter: Marwan Azis
Editor: Fitrah Nugraha