Sisi Lain Muhammad Al-Fatih: Penakluk Kekaisaran Romawi Timur di Usia 25 Tahun, Hafal 30 Juz Al-Qur'an Sejak Kecil

Ahmad Jaelani

Reporter

Minggu, 30 Juni 2024  /  11:26 am

Cuplikan film tentang Islam The Fetih 1453, bercerita tentang penaklukan Konstantinopel. Foto: Repro Idntimes.com

ANKARA, TELISIK.ID - Salah satu pahlawan bersejarah dalam Islam adalah Muhammad Al-Fatih. Di usianya yang sangat muda yaitu 25 tahun, ia mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur. Sosoknya layak menjadi teladan berkat kejeniusan dan keberaniannya.

Muhammad Al-Fatih memiliki nama asli Sultan Mehmed II. Kehadirannya menjadi jawaban dari janji Allah SWT kepada Rasulullah yang tertera pada hadis tentang penaklukan Konstantinopel oleh Islam.

"Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan." HR Ahmad bin Hanval Al Musnad.

Muhammad Al-Fatih adalah seorang penguasa terkenal dari Kesultanan Turki Utsmani atau yang lebih dikenal dengan Turki Ottoman. Kesuksesan kepemimpinannya sudah dikabarkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Keberhasilannya dalam menaklukkan Konstantinopel, diiringi dengan pengorbanan yang besar. Lantas siapa sebenarnya sosok Muhammad Al-Fatih? Bagaimana perjuangannya dalam menaklukkan Konstantinopel? Simak ulasannya sebagai berikut, dilansir dari kumparan.com, Minggu (30/6/2024).

Kelahiran Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih lahir pada 29 Maret 1432 di ibu kota Utsmaniyah. Beliau terlahir dengan nama Muhammad II (dalam Bahasa Turki: Mehmed-I Sani). Muhammad Al-Fatih lahir dari pasangan Sultan Murad II dan Huma Hatun.

Dikutip dari buku The Great of Shalahuddin al-Ayyubi & Muhammad al-Fatih, nama Al-Fatih yang berarti Sang Penakluk, merupakan julukan lantaran ia bisa menaklukkan Konstantinopel. Selain diberi gelar Al-Fatih, Sultan Mehmed II juga mendapat julukan Abi Al-Futuh dan Abi Al-Khairat.

Karakter Kepemimpinan Sejak Kecil

Sejak kecil Muhammad Al-Fatih mendapatkan pendidikan yang cukup baik dari orang tuanya. Murad II menunjuk Syekh Ahmad ibn Ismail al-Kurani, seorang ulama yang paham sekali dengan Al-Qur'an sebagai guru Muhammad Al-Fatih.

Baca Juga: Mantan Pendeta 15 Tahun Vladimir Ugryumov Pilih jadi Mualaf, Naik Haji Jalan Kaki

Tak heran sejak kecil ia sudah menghafalkan Al-Qur'an 30 Juz, mempelajari hadis-hadis, ilmu fiqih, matematika, ilmu falaq, hingga strategi perang. Muhammad Al-Fatih dipersiapkan untuk menjadi pemimpin sejak kecil, namun tetap dalam bimbingan para ulama.

Taklukkan Konstantinopel

Di usia yang belia, Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel, sekaligus menjadi penanda bahwa abad pertengahan telah berakhir. Ia menyiapkan 4 juta pasukan untuk mengepung wilayah barat dan laut.

Pengepungan ini terjadi selama 50 hari. Ia sukses memasuki wilayah Konstantinopel dengan membawa serta kapal-kapal mereka melalui perbukitan Galata untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn.

Meski ada pasukan yang mengatakan mustahil melakukan strategi tersebut, Sultan Mehmed II tidak gentar. Dengan tegas ia mengatakan kepada pasukannya untuk bergegas melaksanakan strategi tersebut.

Sehari sebelum berperang, ia memerintahkan semua pasukannya untuk berpuasa pada siang hari dan salat tahajud pada malam harinya, untuk meminta kemenangan kepada Allah SWT.

Pasukan Muhammad Al-Fatih berhasil menyeberangkan 70 kapal laut melewati hutan yang ditumbuhi pohon-pohon besar. Selama satu malam, ia dan pasukannya menebangi pohon yang merintangi perjalanan.

Hingga akhirnya Muhammad Al-Fatih dan pasukannya berhasil menaklukkan Konstantinopel. Sejak peristiwa itu, ia mendapat gelar Sultan Muhammad Al-Fatih alias "Sang Penakluk".

Peradaban yang Dibangun Selama Kepemimpinan

Selama berkuasa yakni tahun 1451 Masehi hingga 1484, Sultan Muhammad Al-Fatih telah membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian yang tersebar di wilayah Utsmani. Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami' Abu Ayyub Al-Anshari.

Wafat dan Wasiat

Pada Rabiul Awal 1481 M, Muhammad Al-Fatih jatuh sakit. Ia tetap nekat meninggalkan Istanbul untuk berjihad. Selama perjalanan, kondisinya semakin memburuk. Tenaga kesehatan dan obat sudah tidak lagi bisa menyembuhkannya.

Bersumber dari wikipedia.org, Muhammad Al-Fatih wafat pada usia 50 tahun tepat pada 3 Mei 1481 M atau 4 Rabiul Awal tahun 86 Hijriah. Sebelum wafat, Muhammad Al-Fatih mewasiatkan kepada keluarganya, khususnya Sultan Bayazid II.

Wasiat Muhammad Al-Fatih berpesan kepada keluarganya agar dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan menjaga agama untuk pribadi, masyarakat, serta kerajaan.

Mehmed lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, ibu kota Utsmaniyah kala itu. Dia merupakan anak dari Sultan Murad II dan Huma Hatun. Saat Mehmed berusia sebelas tahun, dia dikirim untuk memerintah Amasya.

Baca Juga: Robert Bauer Pindah ke Arab Saudi, Dua Kali Bersyahadat

Murad mengirimkan banyak guru untuk mendidik putranya, di antaranya adalah Molla Gurani. Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Hamzah juga menjadi guru dan orang dekatnya, sangat mempengaruhi Mehmed sejak usia muda.

Setelah mengadakan perjanjian damai dengan Kadipaten Karaman di Anatolia pada 1444, Murad turun takhta dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mehmed yang saat itu masih dua belas tahun.

Wazir agung saat itu, Candarli Halil Pasya, memiliki kendali kuat atas negara. Halil Pasya sendiri berasal dari keluarga Candarli, salah satu keluarga paling berpengaruh dalam sejarah Utsmani.

Pada periode pertama masa kekuasaan Mehmed, pihak Utsmani diserang Kerajaan Hungaria yang melanggar gencatan senjata. Mehmed meminta ayahnya untuk kembali naik takhta, tetapi Murad menolak.

Sebagai balasan, Mehmed menulis surat, "Bila Ayah adalah Sultan, datanglah dan pimpinlah pasukan Ayah. Bila aku adalah Sultan, aku memerintahkan Ayah untuk datang dan memimpin pasukanku."

Murad kemudian datang dan memimpin pasukan, mengalahkan pasukan gabungan Hungaria-Polandia dan Wallachia dalam Pertempuran Varna (1444). Murad kemudian didesak untuk kembali naik takhta oleh Candarli Halil Pasya.

Murad kembali naik takhta dan berkuasa hingga wafatnya pada 18 Februari 1451. Sepeninggalnya, Mehmed kembali naik takhta dan dinobatkan di Edirne pada usia sembilan belas tahun. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS