Sosok Buya Hamka, Ulama Sekaligus Novelis yang Filmnya Tayang Lebaran Nanti
Reporter
Rabu, 12 April 2023 / 5:15 pm
PADANG, TELISIK.ID - Film Biografi yang akan menceritakan kisah salah satu ulama besar Indonesia yang juga terkenal sebagai seorang penulis, Buya Hamka akan tayang pada 20 April 2023 nanti.
Seperti judulnya, film ini akan mengangkat kisah dari Buya Hamka yang merupakan seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Dilansir dari Wikipedia, Buya Hamka sendiri memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo yang lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Sumatera Barat.Ia merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Sitti Shafiah.
Baca Juga: Siapa Calon Menpora Dito Ariotedjo? Ini Profilnya
Memiliki seorang ayah yang berprofesi sebagai ulama dan ibu yang berasal dari keluarga seniman, Hamka kecil dididik dengan ajaran islam yang ketat. Selama tinggal di Padang Panjang keseharian Hamka banyak mempelajari tentang ilmu Al-quran sesuai adat Minang.
Ketika remaja, sang ayah sempat mendaftarkannya ke Thawalib Sumatra yaitu sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Namun ia memutuskan pindah ke Jawa Tengah pada 1922 untuk merantau dan belajar tentang pergerakan Islam modern ke sejumlah tokoh. Salah satunya H.O.S Tjokroaminoto.
Setelah cukup lama merantau, Hamka kembali ke Padang Panjang dengan fokus mengurus Persyarikatan Muhammadiyah. Dikarenakan pada masa itu ia belum bergelar diploma, Hamka melanjutkan pendidikan bahasa Arab sekaligus belajar mengkaji lebih dalam ilmu agama Islam ke Mekkah.
Atas saran salah seorang teman dari Indonesia yang juga berada di Mekkah yaitu Agus Salim, Hamka kembali pulang ke Tanah Air untuk berkarier sebagai penulis. Disinilah nama penanya tercipta dari akronim nama panjangnya yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
Sepulangnya di Indonesia Hamka bekerja sebagai penulis di Majalah Pelita Andalas, Medan, Sumatra Utara. Ia pun banyak membuat karya tulisan dan artikel.
Usai menikah dengan Siti Raham, Buya Hamka aktif berkecimpung dalam kepengurusan Muhammadiyah dan menjabat sebagai ketua cabang Padang Panjang.
Kariernya semakin meluas ketika dirinya dipilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama pada 1975 dan menjabat selama 5 tahun.
Dalam berkarya, Buya Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai ilmu pengetahuan, mahir berbahasa Arab, dan banyak meneliti karya-karya pujangga besar dari Timur Tengah.
Saat bekerja di majalah, ia merilis karya tulisan pertama bertajuk Chatibul Ummah yang berisi kumpulan pidato dari yang pernah didengarnya di Surau Jembatan Besi. Kemudian ada Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Dalam bagian isinya terdapat ceramah atau kuliah subuh yang pernah ia sampaikan di Masjid Agung Al-Azhar sejak 1959.
Lahir dan besar di tanah Minang membuatnya banyak tahu akan adat dan tradisi di sana, sehingga terbitlah sebuah novel klasik berjudul "Di Bawah Lindungan Ka'bah". Novelnya berisi tentang pandangannya mengenai pola pikir orang yang suka mengelompokkan berdasarkan kasta. Sebab menurutnya hal itu bertentangan dari Islam.
Di mata Buya Hamka semua orang memiliki kedudukan sama di mata Allah. Kisah novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah" berhasil diangkat ke layar lebar pada 1982-2011.
Baca Juga: Kisah Seorang Hafiz, Pemuda Gaul Agama
Kemudian ada novel roman karya Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang juga terkenal bahkan dijadikan film pada 2013.
Kiprahnya di berbagai bidang ini membuat ketokohan Buya Hamka banyak dikenal orang berkat pemikirannya yang membawa pengaruh baik serta menciptakan sejumlah karya.
Ilmu pengetahuannya tinggi, berkarakter peduli kepada sesama umat, menjadikannya tidak hanya terkenal di kalangan nasional saja, melainkan hingga ke Malaysia dan Timur Tengah. Bahkan Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak pernah mengatakan bahwa Buya Hamka bukan hanya milik bangsa Indonesia, tapi juga kebanggaan bangsa Asia Tenggara.
Mengutip profil Buya Hamka di laman Muhammadiyah, beliau wafat pada 24 Juli 1981, dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, mendapat penghargaan Pahlawan Nasional.
Untuk mengenang jasanya, nama Buya Hamka pun diabadikan sebagai nama perguruan tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Hamka.
Penulis: Ahmad Badaruddin
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS