Terancam Bangkrut, Induk Perusahaan Smelter di Sulawesi Tenggara PT VDNI dan OSS Berpotensi Akuisisi

Ahmad Jaelani

Reporter

Rabu, 07 Agustus 2024  /  7:14 pm

Perusahaan industri tambang PT OSS dan PT VDNI. Foto: Muh. Surya Putra/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID - Jiangsu Delong Nickel Industry, salah satu pemain utama di industri baja tahan karat global, dikabarkan berada di ambang kebangkrutan. Perusahaan ini adalah induk dari PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.

Operasi Jiangsu Delong Nickel Industry di Indonesia, yaitu Gunbuster Nickel Industry (GNI), di Morowali, Sulawesi Tengah, masih berfungsi secara normal. Namun, pihak berwenang di Indonesia terus memantau perkembangan yang terjadi untuk memastikan stabilitas operasional.

Dikutip dari investing.com Indonesia, Rabu (7/8/2024), pihak berwenang setempat di Xiangshui, Tiongkok, tempat Delong berkantor pusat, telah mengajukan permohonan reorganisasi kebangkrutan untuk Delong dan tiga perusahaan afiliasinya.

Jika pengadilan menyetujui reorganisasi ini, seorang administrator akan ditunjuk untuk merumuskan rencana restrukturisasi.

Industri baja nirkarat sangat bergantung pada kelangsungan operasi perusahaan seperti Jiangsu Delong, yang memiliki kapasitas produksi sebesar 7,5 juta metrik ton.

Baca Juga: Kajian Anime Tarik Minat Anak Muda Kendari Lebih Dekat Terhadap Islam

Meskipun perusahaan ini menghasilkan pendapatan besar pada tahun 2022 sebesar 169,5 miliar yuan atau sekitar 23,4 miliar dolar AS, tekanan finansial yang signifikan tetap melanda.

Jatuhnya harga ferro-nikel dan meningkatnya biaya material menyebabkan perusahaan menghadapi perkiraan kerugian bersih tahunan sebesar 1,8 hingga 2,2 miliar yuan di perusahaan patungan Indonesia, yang 48% sahamnya dimiliki oleh Delong.

Selain itu, aset perusahaan senilai lebih dari 4 miliar yuan telah dibekukan oleh pengadilan Tiongkok sejak awal bulan ini.

Sementara mengutip IDN Times, tiga alasan utama mengapa Jiangsu Delong Nickel Industry menghadapi kebangkrutan adalah ekspansi dan investasi agresif, permintaan reorganisasi kebangkrutan, serta reaksi pasar yang terbilang terkendali.

1. Ekspansi dan investasi secara agresif

Terutama investasinya di Indonesia, memberikan kontribusi besar terhadap situasi finansial saat ini. Ekspansi ini disertai dengan meningkatnya biaya dan menurunnya harga bahan utama, seperti ferro-nikel.

Kerugian finansial yang diderita oleh usaha patungan Indonesia, di mana Delong memiliki 48 persen saham, juga menjadi salah satu faktor utama. Usaha patungan ini melaporkan kerugian tahunan signifikan akibat harga ferro-nikel yang menurun dan meningkatnya biaya bahan.

2. Permintaan reorganisasi kebangkrutan

Permintaan reorganisasi kebangkrutan resmi diajukan oleh empat perusahaan yang dikendalikan oleh Xiangshui. Keputusan pengadilan terkait permintaan ini akan menentukan apakah seorang administrator akan ditunjuk untuk menyusun rencana reorganisasi, yang penting untuk merestrukturisasi keuangan dan operasi perusahaan.

Proses reorganisasi diharapkan bisa membantu perusahaan menstabilkan kondisi finansialnya dan berpotensi merehabilitasi bisnisnya. Meskipun demikian, dampak langsung pada pasar baja tahan karat relatif terkendali.

3. Reaksi Pasar

Menurut para analis, pasar tetap stabil dan tidak mengalami volatilitas signifikan meskipun adanya masalah yang dihadapi Delong. Stabilitas pasar ini dapat diatribusikan pada fakta bahwa kesulitan Delong telah diantisipasi sebelumnya.

Kasus serupa sebelumnya di Tiongkok menunjukkan bahwa dampaknya pada produksi dan harga pasar relatif minimal. Kemampuan Delong dalam mengakuisisi Jiangsu Shengte Steel Co selama kebangkrutannya pada tahun 2020 menunjukkan bahwa perusahaan ini mampu mengatasi tantangan keuangan.

Menanggapi hal tersebut,  mengutip Blomberg Technoz, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rizal Kasli, mengungkapkan bahwa permintaan restrukturisasi utang Jiangsu Delong Nickel Industry Co ke pengadilan Tiongkok oleh salah satu krediturnya dapat berdampak pada unit bisnisnya di Indonesia.

“Hal ini dapat terjadi bila arus kas perusahaan menjadi negatif akibat kurangnya dukungan dari pemasok, jasa, dan kreditur lainnya, yang akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran kepada pemasok dan jasa,” terang Rizal.

Jika Jiangsu Delong Nickel Industry Co benar-benar kolaps, kemungkinan besar akan dilakukan merger atau akuisisi terhadap aset mereka di Indonesia untuk mendapatkan dana tambahan dan menutupi pembayaran kepada kreditur.

Di Indonesia, Jiangsu Delong memiliki beberapa unit bisnis smelter nikel dan pabrik baja nirkarat, termasuk PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), PT Obsidian Stainless Steel di Konawe, Sulawesi Tenggara, dan PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI) di Morowali, Sulawesi Tengah.

“Meskipun dampaknya mungkin bersifat jangka pendek, langkah konsolidasi mungkin diperlukan jika terjadi merger atau akuisisi terhadap aset tersebut,” kata Rizal.

Saat ini, industri dalam negeri belum banyak memanfaatkan produk antara yang dihasilkan dari smelter tersebut karena sebagian besar diekspor ke Tiongkok, menciptakan perkembangan industrialisasi di sana.

Pemerintah baru Indonesia, menurut Rizal, perlu bekerja keras untuk menciptakan industri manufaktur di dalam negeri agar produk antara tersebut dapat dimanfaatkan secara lokal. Ini akan menjadi tantangan besar bagi kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka nantinya.

Meski demikian, Rizal menggarisbawahi bahwa restrukturisasi utang bukan berarti pengajuan kepailitan dan merupakan langkah yang biasa dilakukan oleh perusahaan dan kreditur untuk mencari solusi bersama.

Baca Juga: Tarian Sultra Kembali Dipercaya Semarakkan HUT RI di Istana Negara

“Beberapa perusahaan lain juga melakukan hal yang sama untuk menjaga operasional dan memenuhi kewajiban kepada pemerintah, pemasok, jasa, serta tenaga kerja yang bekerja di properti tersebut,” ujar Rizal.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya mengatakan bahwa permintaan restrukturisasi utang Jiangsu Delong Nickel Industry Co ke pengadilan Tiongkok tidak berdampak pada Indonesia.

Menurutnya, permintaan restrukturisasi tersebut hanya berdampak pada pasokan logam di Tiongkok dan tidak memiliki keterkaitan langsung dengan Indonesia.

Di Tiongkok, salah satu pedagang komoditas terbesar, Xiamen Xiangyu Co, juga menghadapi kesulitan yang dipicu oleh runtuhnya Jiangsu Delong Nickel Industry Co, klien utama bisnis logamnya.

Namun, pengalihan eksposur keuangan kepada induk Xiamen Xiangyu Group Corp. diharapkan dapat melindungi kepentingan perusahaan terdaftar dan investornya. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS