Tidak Terlibat Perayaan Agama Lain Bentuk Toleransi dalam Islam

Fitrah Nugraha

Reporter

Jumat, 25 Desember 2020  /  10:57 am

Ilustrasi sikap toleransi terhadap agama lain. Foto: Repro kompas.com

KENDARI, TELISIK.ID - Islam memang mengajarkan sikap toleransi. Dalam Islam, toleransi bermakna membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya. Toleransi juga bermakna tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam.

Muballigh Sultra, Ustadz Muhammad Yasin, S.Pd., M.Pd mengatakan, toleransi dalam Islam itu bukan berarti menerima keyakinan yang bertentangan dengan Islam.

Sebagaimana yang disampaikan Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadîr menyatakan, Abdu ibn Humaid, Ibnu al-Mundzir dan Ibnu Mardawaih telah mengeluarkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang Quraisy pernah berkata kepada Rasul SAW, “Andai engkau menerima tuhan-tuhan kami, niscaya kami menyembah tuhanmu.” Menjawab itu, Allah SWT menurunkan firman-Nya, yakni Surat al-Kafirun, hingga ayat terakhir, "Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku," (TQS al-Kafirun: 6).

"Rasulullah SAW pun tegas tidak mau berkompromi untuk melakukan ‘toleransi’ dalam bentuk terlibat, memfasilitasi apalagi mengamalkan ajaran agama lain," katanya belum lama ini.

Sebagaimana Imam al-Qurthubi di dalam Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân (20/225) mengungkapkan, ketika masih di Makkah, suatu ketika beberapa tokoh kafir Quraisy menemui Nabi SAW. Mereka adalah Al-Walid bin Mughirah, Al-‘Ash bin Wail, Al-Aswad Ibnu al-Muthallib dan Umayyah bin Khalaf.

Mereka menawarkan toleransi kepada beliau, “Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (kaum Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan mengamalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” Kemudian turunlah Surat al-Kafirun ayat 1-6 yang menolak keras toleransi kebablasan semacam ini.

Baca juga: Ada Dua Kondisi Anda Harus Mandi Wajib, Ini Penjelasannya

Namun demikian, ia melanjutkan, Islam membolehkan kaum Muslim untuk berjual-beli, bertransaksi dan bermuamalah dengan non-Muslim.

Islam juga memerintahkan untuk berbuat baik dan berlaku adil dan fair terhadap mereka, seperti yang termaktub dalam surah al-Mumtahanah ayat 8.

"Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahulLâh di dalam tafsirnya mengatakan bahwa berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap pemeluk agama. Islam melarang kita berlaku zalim, aniaya dan merampas hak-hak non Muslim," lanjutnya.

Lebih lanjut, kata dia, Rasul SAW banyak memberikan teladan bagaimana bermuamalah dan memperlakukan non-Muslim tanpa melakukan toleransi yang salah kaprah dan kebablasan. Beliau menjenguk tetangga beliau non-Muslim yang sedang sakit. Beliau juga biasa bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim.

Namun demikian, toleransi bukan lantas memberikan ucapan selamat atas hari raya dan perayaan keagamaan agama lain. Masalah ucapan selamat hari raya agama lain tidak selayaknya dianggap remeh. Tidak selayaknya masalah itu disepelekan, misalnya, dengan ungkapan, “Ucapan Selamat Natal tidak akan mengurangi imanmu.”

Mengingat perayaan Natal adalah peringatan kelahiran anak Tuhan dan Tuhan anak. Dengan kata lain itu adalah perayaan atas kesyirikan (menyekutukan Allah SWT).

Baca juga: Mimpi Bertemu Nabi Muhammad SAW, Ini Penjelasannya

"Yang harus diingat, ucapan selamat itu mengandung doa dan harapan kebaikan untuk orang yang diberi selamat. Juga menjadi ungkapan kegembiraan dan kesenangan bahkan penghargaan atas apa yang dilakukan atau dicapai oleh orang yang diberi selamat," tambahnya.

Lalu bagaimana mungkin umat Islam mengucapkan selamat dengan semua kandungan maknanya itu kepada orang yang menyekutukan Allah SWT. Padahal jelas Allah SWT telah menyatakan mereka adalah orang kafir seperti yang tertuang dalam surah al-Maidah ayat 72-75.

Di akhirat kelak mereka akan dijatuhi siksaan yang amat pedih. Keyakinan Trinitas itu di sisi Allah SWT adalah dosa dan kejahatan yang sangat besar. Kejahatan ini nyaris membuat langit pecah, bumi belah dan gunung-gunung runtuh, sebagaimana dalam surah Maryam ayat 90-92.

Jadi bagaimana mungkin bisa dibenarkan dalam pandangan Islam mengucapkan selamat kepada orang yang melakukan dan merayakan dosa yang sangat besar di sisi Allah SWT itu.

"Dari sini jelaslah bahwa mengucapkan Selamat Natal dan selamat hari raya agama lain adalah haram dan dosa. Apalagi jika justru ikut serta merayakannya. Tentu lebih besar lagi keharaman dan dosanya," jelasnya. (B)

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

TOPICS