Ucapan Blunder Menkes Budi Gunadi Cuil Gaji Rp 15 Juta dan Sebut Jokowi Bos, Nasibnya di Ujung Tanduk
Reporter
Kamis, 22 Mei 2025 / 1:08 pm
Ucapan Menkes soal gaji dan celana jeans picu kontroversi nasional. Foto: Repro suara.com.
JAKARTA, TELISIK.ID - Pernyataan kontroversial kembali mencuat dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dalam sepekan terakhir, dua ucapannya mengundang polemik luas di masyarakat, bahkan dinilai berpotensi menggoyahkan posisinya di Kabinet Merah Putih.
Dalam sebuah forum kesehatan, ia mengaitkan ukuran celana jeans dengan angka kematian, lalu disusul pernyataan lainnya yang menyebut gaji Rp 15 juta sebagai indikasi kecerdasan dan kesehatan.
Dua pernyataan ini dinilai bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mengingatkan para pejabat untuk memperbaiki komunikasi publik.
Pernyataan pertama yang disorot terjadi pada Rabu, 14 Mei lalu di Jakarta. Saat itu, Budi mengatakan bahwa pria dengan ukuran celana jeans di atas 33 atau 34 dipastikan mengalami obesitas dan lebih dekat pada kematian.
"Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans di atas 33-34 sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allah-nya lebih cepat dibandingkan dengan yang ukuran celana jeansnya 32,” kata Budi, seperti dikutip dari suara.com jaringan telisik.id, Kamis (22/5/2025).
Setelah menuai sorotan dan kritik dari berbagai pihak, Budi memberikan klarifikasi. Ia menyebut pernyataannya hanya sebagai analogi yang lebih mudah dipahami masyarakat.
Pesan utamanya adalah agar masyarakat memperhatikan indeks massa tubuh atau Body Mass Index (BMI) demi menjaga kesehatan. Namun klarifikasi tersebut tidak sepenuhnya meredam kegaduhan publik.
Tiga hari berselang, tepatnya Sabtu 17 Mei, Budi kembali membuat pernyataan yang menimbulkan kontroversi. Dalam forum bertajuk “Visi Kesehatan Era Prabowo”, ia menyebut bahwa orang yang bergaji Rp 15 juta lebih sehat dan pintar dibandingkan yang bergaji Rp 5 juta.
Baca Juga: Putusan MK Terbaru: PNS Perwakilan Indonesia di Luar Negeri Tak Terima Honor dari Negara
“Kalau dia enggak sehat dan pintar tidak mungkin gajinya lima belas juta, pasti lima juta,” ujar Budi kala itu.
Pakar komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso, menilai Budi tidak belajar dari pengalaman blunder komunikasi pejabat lainnya. Ia menyinggung kasus Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, yang dikritik tajam akibat komentarnya soal teror kepala babi ke redaksi Tempo.
“Hasan Nasbi belum lama kan komentar yang justru blunder, sampai Pak Prabowo juga meminta para menterinya lebih menjaga diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Kok ini malah diulangi lagi,” ujar Edi.
Menurut Edi, Budi seharusnya menempatkan diri sebagai pembuat kebijakan, bukan pencipta kegaduhan. Ia menekankan bahwa pernyataan membandingkan gaji dengan tingkat kecerdasan dan kesehatan sangat tidak tepat.
“Membawa-bawa gaji dengan kesehatan itu tentu tidak tepat, apalagi dengan kondisi ekonomi kita saat ini,” jelas Edi.
Budi Gunadi Sadikin adalah Menteri Kesehatan pertama di Indonesia yang berasal dari luar latar belakang dunia medis. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto bahkan menilai kontroversi pernyataan Budi muncul karena latar belakangnya sebagai orang awam dalam dunia kesehatan. Namun, Edi Santoso membantah pendapat tersebut.
“Pernah juga kok ada dokter yang jadi menteri kesehatan dan komentarnya blunder. Jadi menurut saya ini bukan soal latar belakangnya,” kata Edi, merujuk pada sosok Terawan Agus Putranto yang mendapat kritik saat pandemi Covid-19.
Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio atau Hensat, mengatakan pernyataan-pernyataan Budi semakin menempatkannya dalam posisi rawan. Ia menyebut Menkes berada di ujung tanduk dan berpotensi direshuffle dari kabinet.
“Dan Pak Prabowo tak suka dengan jajarannya yang gaduh. Saya melihat menkes sudah di ujung tanduk,” kata Hensat.
Hensat menambahkan bahwa bukan hanya pernyataan Budi yang menuai kritik, tetapi juga sejumlah kebijakannya selama menjabat sebagai Menkes.
Dewan guru besar dari beberapa fakultas kedokteran menyampaikan kritik terbuka terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan, termasuk sistem pendidikan dokter, tata kelola rumah sakit, hingga hubungan antar lembaga negara.
Baca Juga: BKN Warning Kepala Daerah Tak Jadikan Job Fit Alat Penonjoban Pejabat Eselon II
Pernyataan sikap itu pertama kali muncul dari Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kemudian disusul oleh Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Inti dari pernyataan mereka adalah desakan kepada Presiden Prabowo agar mengevaluasi kinerja dan kebijakan Budi Gunadi Sadikin.
Hensat menekankan bahwa Prabowo cenderung tidak menyukai pembantunya yang berkonflik dengan pemangku kepentingan strategis. Ia mencontohkan kasus Satryo Soemantri Brodjonegoro yang dicopot dari posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi setelah berseteru dengan ASN dan pegawai kementerian.
“Saran saya buat Menkes hati-hati dengan cara komunikasi. Kalau maksudnya baik tapi penyampaiannya salah, ya sia-sia,” tegas Hensat.
Nasib Budi Gunadi Sadikin kini menjadi sorotan. Di tengah dorongan evaluasi dari masyarakat akademik, kritik tajam dari pengamat komunikasi, dan teguran Presiden Prabowo terkait komunikasi publik, posisinya sebagai Menteri Kesehatan disebut-sebut berada dalam kondisi kritis. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS