WMO Sebut Kehidupan Manusia di Masa Depan Akan Krisis Air

Nur Khumairah Sholeha Hasan

reporter

Jumat, 02 Desember 2022  /  10:05 am

Pemandangan Sungai Loire pada 16 Agustus 2022, menunjukkan permukaan air di Loireauxence menurun saat kekeringan paling parah dalam sejarah turut melanda Perancis. Foto: Repro Cnnindonesia.com

SWISS, TELISIK.ID- Ketersediaan air di bumi makin memprihatinkan, sebab saat ini, 3,6 miliar orang di bumi mengalami kekurangan air setidaknya sebulan dalam setahun.

Hal ini berdasarkan laporan dari World Meteorological Organization (WMO) yang lansir dari Public.wmo.int, yang mengatakan bahaya terkait air seperti banjir dan kekeringan meningkat karena perubahan iklim. 

Jumlah orang yang menderita stres air diperkirakan akan meningkat, diperparah oleh peningkatan populasi dan berkurangnya ketersediaan.

Mengutip hijauku.com, ketersediaan air di bumi memang melimpah, namun hanya 2,5 persen air di bumi yang bisa dikonsumsi. Sekitar 97,5 persen adalah air asin yang berdiam di lautan. Dari 2,5 persen air tawar tersebut, banyak sumber air yang sudah tercemar atau mengering seperti rawa dan payau yang menghilang menjadi pemukiman atau bangunan. 

Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia, Prof. Petteri Taalas mengatakan, peningkatan suhu mengakibatkan perubahan curah hujan global dan regional, yang menyebabkan pergeseran pola curah hujan dan musim pertanian, dengan dampak besar pada ketahanan pangan dan kesehatan serta kesejahteraan manusia.

Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Ilmuwan Hidupkan Virus Berusia Puluhan Ribu Tahun

Laporan WMO berjudul “ State of Global Water Resources ” yang diterbitkan di Jenewa, pada Selasa (29/11/2022) lalu, memaparkan efek perubahan iklim, lingkungan, dan masyarakat terhadap sumber daya air di bumi.

Menurut angka yang dikutip dalam laporan tersebut, 3,6 miliar orang memiliki akses air yang tidak memadai setidaknya satu bulan per tahun pada 2018. Pada tahun 2050, angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari lima miliar.

Dalam 20 tahun terakhir, penyimpanan air terestrial – penjumlahan dari semua air di permukaan tanah dan di bawah permukaan, termasuk kelembapan tanah, salju, dan es – telah turun dengan kecepatan 1 cm per tahun. 

Kehilangan terbesar terjadi di Antartika dan Greenland, tetapi banyak lokasi berpenduduk rendah di lintang rendah mengalami kehilangan air yang signifikan di daerah yang secara tradisional menyediakan pasokan air, dengan dampak besar pada keamanan air.

Prof. Petteri Taalas menyebut, dalam setahun terakhir ini telah terjadi kelanjutan dari peristiwa ekstrem yang berhubungan dengan air. Di seluruh Asia, curah hujan yang ekstrem menyebabkan banjir besar di Jepang, China, Indonesia, Nepal, Pakistan, dan India.

Baca Juga: 5 Fakta Kematian Bos Kripto Tinggalkan Harta Segudang

"Jutaan orang mengungsi, dan ratusan tewas, bukan hanya di negara berkembang, banjir telah menyebabkan gangguan besar. Bencana banjir di Eropa menyebabkan ratusan kematian dan kerusakan yang meluas,” katanya dikutip dari Public.wmo.int.

75 negara melaporkan tingkat efisiensi air di bawah rata-rata, termasuk 10 negara dengan tingkat yang sangat rendah. Tingkat kemajuan saat ini perlu empat kali lipat untuk mencapai target global pada tahun 2030.

Laporan tersebut membuat rekomendasi strategis bagi pembuat kebijakan untuk meningkatkan implementasi dan efektivitas layanan iklim untuk air di seluruh dunia. (C)

Penulis: Nur Khumairah Sholeha Hasan

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS