Adakah Taubat yang Ditolak? Ini Penjelasannya

Haerani Hambali, telisik indonesia
Selasa, 30 November 2021
0 dilihat
Adakah Taubat yang Ditolak? Ini Penjelasannya
Sebagai hamba, manusia tak luput dari dosa. Namun Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, selalu menunggu taubat manusia. Foto: Repro Sindonews.com

" Sebagai hamba, manusia pasti tak luput dari dosa. Namun Allah dengan sifat Maha Pengampun, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang-Nya, memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertaubat "

KENDARI, TELISIK.ID - Sebagai hamba, manusia pasti tak luput dari dosa. Namun Allah dengan sifat Maha Pengampun, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang-Nya, memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertaubat.

Melansir Tribunnews.com, taubat dalam bahasa arab berarti kembali. Sedangkan secara Syar'i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allah, menganggapnya buruk, menyesalkan perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki.

Dapat disimpulkan, taubat adalah kembali kepada Allah SWT dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus menerus melakukan dosa lalu melaksanakan semua hak Allah.

Taubat hakikatnya adalah perasaan hati menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Allah di sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Wujud nyata dari bertaubat adalah melakukan amal shaleh dan meninggalkan larangan-Nya.

Allah akan membuka pintu ampunannya dengan luas bagi siapa saja yang menyesali perbuatan dosanya. Sebagaimana dalam firman-Nya:

“Katakanlah, wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, Sungguh Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan Kembalilah kalian kepada Tuhan Kalian (Bertaubat)….”. (QS. az-Zumar: 53-54).

Jangan pernah lelah untuk bertaubat. Jangan pernah malu untuk menolak ajakan dosa. Tolak saja dengan sekuat tenaga. Tapi, adakah taubat yang ditolak?

Dalam hal ini, para ulama saling berbeda pendapat, apakah di antara berbagai macam dosa, ada dosa yang taubatnya tidak diterima ataukah taubat dari dosa apa pun diterima?

Dilansir dari Islampos.com, Ibnu Abbas berkata, “Taubat harus dilakukan untuk setiap dosa. Setiap dosa memungkinkan untuk dimintakan ampunan dengan bertaubat.

Baca Juga: Dalil-Dalil yang Membenarkan Adanya Siksa Kubur

Ada pula golongan yang mengatakan bahwa taubatnya pembunuh tidak diterima,” (HR. Ahmad), Ibnu Abbas sampai berdebat dengan rekan-rekannya, yang mengatakan, “Bukankah Allah telah befirman, ‘Dan, orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak pula membunuh jiwa yang diharamkan Allah’ sampai, ‘kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan?’ (QS Al-Furqan: 68-70).”

Ibnu Abbas menyanggah, “Ayat ini berkaitan dengan perbuatan di masa Jahiliyah. Pasalnya, ada beberapa orang musyrik yang dulu pernah melakukan tindak pembunuhan dan juga pernah berzina.

Lalu mereka menemui Rasulullah SAW, seraya berkata, ‘Apa yang engkau serukan itu benar-benar bagus. Andaikan saja engkau memberitahukan kepada kami tentang suatu tebusan dari apa yang pernah kami lakukan.’ Maka turunlah ayat ini. Jadi, ayat ini berkenaan dengan diri mereka.

Sementara dalam surat An-Nisa’ telah disebutkan firman Allah, ‘Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. Jika seseorang mengetahui Islam dan syariatnya, lalu dia membunuh dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam.”

Menurut Ibnu Abbas dan para ulama, karena membunuh Mukmin secara sengaja tidak bisa diterima dan tidak ada cara untuk meminta pembebasan darinya, apalagi mengembalikan nyawanya.

Baca Juga: Lakukan Dosa Ini, Langsung Dapat Balasannya di Dunia

Taubat dari hak manusia tidak dianggap sah kecuali dengan salah satu dari dua cara ini. Sementara keduanya tidak bisa lagi dilakukan oleh pembunuh. Berbeda dengan harta, yang sekalipun pemiliknya sudah meninggal dunia, maka orang yang merampasnya masih bisa menyampaikan manfaat harta itu kepada pemiliknya yang sudah meninggal, dengan cara mensadaqahkannya.

Mereka juga berkata, “Kami tidak menolak pendapat bahwa syirik itu lebih besar dosanya daripada tindak pembunuhan, dan taubat dari syirik itu masih bisa dilakukan. Tapi taubat dari syirik ini berkait dengan hak Allah, dan memohon ampunan dari-Nya masih memungkinkan. 

Tapi kaitannya dengan hak manusia, maka taubatnya tergantung pada pengembalian hak itu atau meminta pembebasan darinya.

Jumhur ulama yang berpendapat bahwa taubat dari dosa apa pun bisa diterima, berhujjah dengan firman Allah, “Dan, sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar,” (QS. Thaha: 82).

Jika seorang yang pernah membunuh bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka Allah akan mengampuni dosanya. Juga telah disebutkan dalam hadis shahih dari Nabi SAW, tentang orang yang pernah membunuh seratus orang kemudian bertaubat, dan ternyata taubatnya itu diterima. Ada beberapa hadis lain yang menyatakan hal yang sama.

Tentang surat An-Nisa’: 93, bahwa orang yang membunuh orang Mukmin secara sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam, banyak nash lain yang senada dan yang di dalamnya disebutkan ancaman seperti itu, seperti firman-Nya, 

“Dan, barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkan-Nya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan,” (An-Nisa’: 14).

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan sepotong besi, maka besi itu akan menghunjam dirinya, dia kekal dan dikekalkan di neraka Jahannam.”

Manusia saling berbeda tentang nash semacam ini. Di antara mereka ada yang mengartikannya menurut zhahirnya, bahwa pelakunya akan kekal di dalam neraka.

Ini merupakan pendapat golongan Khawarij dan Mu’tazilah. Dalam hal ini pun mereka juga saling berbeda pendapat. Khawarij mengatakan, mereka itu sama dengan orang kafir, karena yang kekal di dalam neraka hanya orang kafir.

Mu’tazilah berpendapat, mereka bukan orang-orang kafir, tetapi orang-orang fasik yang juga kekal di dalam neraka, jika mereka tidak bertaubat.  (C)

Reporter: Haerani Hambali

Editor: Fitrah Nugraha

Artikel Terkait
Baca Juga