Ambisi Besar Jokowi Melihat Potensi Nikel di Kolaka dan Konawe Utara

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Senin, 11 Januari 2021
0 dilihat
Ambisi Besar Jokowi Melihat Potensi Nikel di Kolaka dan Konawe Utara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir dalam HUT PDI Perjuangan ke-48 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu, 10 Januari 2021. Foto: Repro Instagram @pdiperjuangan

" "Ke depan kita ingin kerjasama-kerjasama BUMN (di bidang nikel) dengan swasta, BUMN dengan perusahaan multinasional" "

JAKARTA, TELISIK.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Hal ini membuat pemerintah pun fokus untuk mengembangkan industri hilir komoditas bijih nikel.

Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak pada 13 Oktober 2020 lalu sempat mengatakan terkait posisi cadangan nikel yang dimiliki Indonesia.

Pasca akuisisi saham PT Vale Indonesia oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID) atau Inalum, holding tambang BUMN itu menjadi pemegang cadangan nikel terbesar di Indonesia.

Portofolio kepemilikan cadangan nikel di holding pun bertambah.

Orias merinci di PT Aneka Tambang (Antam), cadangan nikel yang ada sebesar 736,7 ribu ton di tambang Kolaka.

Sedangkan di Tambang Maluku Utara ada 2,7 juta ton. Kemudian di tambang GAG ada 768,8 ribu ton.

Sementara di Konawe Utara ada 276,6 ribu ton, di Pomalaa milik Vale ada cadangan sebesar 2,8 juta ton serta di Sorowako ada 1,8 juta ton.

Melihat potensi ini, Jokowi mempunyai ambisi besar di sektor pertambangan, bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diinginkan dapat menjajaki kerja sama dengan perusahaan multinasional untuk mengembangkan industri nikel dalam negeri.

"Ke depan kita ingin kerjasama-kerjasama BUMN (di bidang nikel) dengan swasta, BUMN dengan perusahaan multinasional," kata Presiden Joko Widodo, saat memberikan sambutan di HUT ke-48 PDI-P, disiarkan secara virtual, Minggu (10/1/2020).

Menurutnya, kerjasama di sektor industri nikel dapat menggeliatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus berkontribusi pada pengembangan energi masa depan.

Terlebih, kata Jokowi, cadangan nikel dalam negeri terbilang besar yakni sebesar 25 persen dari cadangan nikel dunia.

Sehingga Indonesia akan mampu mengontrol hampir 30 persen produksi nikel global saat ini.

"Sebuah potensi yang sangat besar. Oleh karena itu, dalam lima tahun ke depan, pemerintah ingin fokus pada industri hilir biji nikel ini," terang Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo itu ingin industri nikel dalam negeri dapat fokus memproduksi baterai lithium, sebagai komponen utama mobil listrik masa depan.

"Kita ingin memasuki fase berikutnya untuk memasuki produksi baterai lithium sebagai komponen utama kendaraan listrik yang ke depan merupakan sebuah kesempatan yang besar bagi kita untuk bisa masuk dalam industri otomotif electric," terang Jokowi.

Oleh karena itu, Indonesia juga perlu mengolah bijih nikel menjadi baterai lithium yang dapat digunakan untuk ponsel dan mobil listrik.

Penciptaan sektor-sektor ekonomi baru dari rantai hulu ke hilir industri bijih nikel itu diyakini Presiden Jokowi akan menimbulkan banyak lapangan kerja.

Jika berhasil menjadi produsen baterai lithium, kata dia, maka Indonesia akan menjadi pemain penting dalam rantai industri mobil listrik dunia.

Menurut Orias, dengan potensi penguasaan cadangan maka amat penting bagi holding untuk melakukan hilirisasi dan tidak hanya menambang kemudian langsung diekspor dalam bentuk mentah. Sebab dengan hilirisasi, holding akan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi.

"Selama ini industri hilir kita di nikel belum sampai pada hasil akhir. Padahal ini diharapkan banyak alternatif. Jadi, dari pada kita juga harus impor lagi, harus ada pengembangan hasil akhir dari nikel ini," jelas Orias, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi bersyukur karena Indonesia dapat mengelola tantangan meski pandemi COVID-19 belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir.

Rasa syukur Presiden tersebut muncul di tengah tingginya kasus positif COVID-19 dunia yang sudah mencapai 89,6 juta.

"Walaupun pandemi belum berlalu, tetapi kita bersyukur bahwa kita negara yang mampu mengelola tantangan ini," katanya.

Menurut Presiden, pemerintah telah mengambil langkah besar guna mengurangi dampak akibat pandemi, melihat penanganan kesehatan yang telah dikendalikan dengan meningkatkan kewaspadaan.

"Dan juga pertumbuhan ekonomi yang sudah tumbuh kembali sejak Q3 tahun lalu meskipun juga masih pada kondisi minus. Keseimbangan ini yang terus kita jaga," pungkas Jokowi. (C)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga