Demo Rusuh Tolak Omnibus Law jadi Sorotan Media Asing

Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Jumat, 09 Oktober 2020
0 dilihat
Demo Rusuh Tolak Omnibus Law jadi Sorotan Media Asing
Aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di Kendari. Foto: Ibnu/Telisik

" Massa yang marah membakar pos polisi di dekat Istana, sementara pedemo lainnya menyulut api pada sebuah ban, barikade polisi dan bahkan halte bus. Sementara di Jawa Barat, pedemo memblokir sebuah jalan dan salah satu kafe di Yogyakarta dibakar dalam protes ini. "

KENDARI, TELISIK.ID - Media-media internasional menyoroti insiden kerusuhan demontrasi penolakan Omnibus Law yang terjadi pada Kamis 8 Oktober 2020 di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Media Singapura Channel News Asia pada Jumat 9 Oktober 2020 menuliskan “Protesters torch police posts as opposition mounts to new Indonesia law” dalam pemberitaan mereka. Dalam artikelnya Channel News Asia menyebutkan: “pedemo menyulut api pada barikade polisi, halte bus dan beberapa pos polisi”.

Sementara Sky News pada 8 Oktober 2020 menuliskan “Indonesia protests: Thousands clash with police over new labour law”. Media Inggris ini menyertakan video para pedemo yang melawan barikade polisi dalam aksi di sekitar Harmoni.

Media Turki Anadolu menuliskan artikel dengan perhatian bentrokan antara polisi dengan para pedemo pada Kamis. “Polisi melepaskan gas air mata dan mendorong pada pedemo yang mencoba untuk bergerak maju ke Istana di Jakarta,” tulis Anadolu.

Sedangkan media South China Morning Post menyebutkan operasional MRT Jakarta terpaksa ditutup karena unjuk rasa berujung dengan kekerasan.

Media Hong Kong itu menuliskan: “Massa yang marah membakar pos polisi di dekat Istana, sementara pedemo lainnya menyulut api pada sebuah ban, barikade polisi dan bahkan halte bus. Sementara di Jawa Barat, pedemo memblokir sebuah jalan dan salah satu kafe di Yogyakarta dibakar dalam protes ini”.

South China Morning Post pada artikelnya yang berjudul “Indonesia’s Omnibus Law: Jakarta MRT partly shut as third day of protests turn violent” itu sempat mewawancara salah satu pedemo.

“Ini adalah perjuangan kami untuk anak cucu dan generasi mendatang. Dengan UU ini kesejahteraan kami dicabut dan kami akan kehilangan kepastian akan pekerjaan,” ujar Maulana Syarif, yang bekerja di Astra Honda selama 25 tahun, saat diwawancara South China Morning Post.

Baca juga: Dampak Pengesahan UU Cipta Kerja, Ini Komentar Anggota DPR-RI

The New York Times menuliskan artikel “Protests Spread Across Indonesia Over Jobs Law” dan menyebutkan aksi unjuk rasa berlangsung di lebih 60 kota, dari Aceh hingga Papua Barat.

Media Amerika Serikat itu kemudian menyoroti kerusuhan yang terjadi di Jakarta. “Polisi melepaskan tembakan gas air mata dan meriam air di Ibu Kota Indonesia, pada Kamis saat mencoba membubarkan sejumlah besar pendemo yang menolak undang-undang baru,” tulis the New York Times.

“Di Jakarta, pedemo berkumpul di tengah pandemi dan mencoba mengarah ke Istana Kepresidenan. Beberapa dari massa melemparkan batu ke petugas polisi dan membakar pos polisi serta dua halte bus,” sebut The New York Times.

Sementara media Prancis, AFP menuliskan artikel berjudul “Protesters torch police posts as opposition mounts to new Indonesia law”. Serupa dengan media-media internasional lainnya, AFP menyoroti tindakan pembakaran yang dilakukan oleh para pedemo terhadap fasilitas publik.

Associated Press turut menyoroti kekerasan yang terjadi dalam demo pada Kamis itu. Media Amerika Serikat itu menuliskan artikel berjudul "Protests against new labor law turn violent across Indonesia” dan menuliskan bentrokan antara polisi dengan para pedemo. Selain juga menuliskan pembakaran halte bus dan pos polisi yang dilakukan oleh pedemo.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, aktor di balik kerusuhan itu akan diproses secara hukum.

"Proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi aksi anarkis," ujar Mahfud dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jumat (9/10/2020). Dilansir Medcom.id.

Mahfud mengatakan, pemerintah menghormati setiap kebebasan berpendapat dari masyarakat soal UU Ciptaker. Namun, penyampaian pendapat tersebut harus dilakukan dengan baik, tanpa menganggu ketertiban umum. (C)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakin

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga