Di Balik Larangan Nongkrong di Jembatan Teluk Kendari, Pedagang Siomay Kehilangan Nafkah

R. Anugrah, telisik indonesia
Selasa, 03 Juni 2025
0 dilihat
Di Balik Larangan Nongkrong di Jembatan Teluk Kendari, Pedagang Siomay Kehilangan Nafkah
Elsa, pedagang siomay di Jembatan Teluk Kendari yang sedang berjualan di tempat keramaian warga yang menyaksikan pencarian korban lompat di laut, Senin (2/6/2025). Foto: R Anugrah/Telisik.

" Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari mengambil langkah tegas dengan menutup seluruh akses untuk berhenti atau nongkrong di atas jembatan tersebut "

KENDARI, TELISIK.ID - Seiring meningkatnya kasus bunuh diri di Jembatan Teluk Kendari, Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari mengambil langkah tegas dengan menutup seluruh akses untuk berhenti atau nongkrong di atas jembatan tersebut.

Plang-plang larangan kini berdiri tegak di sepanjang jembatan, memperingatkan warga agar tidak memarkir kendaraan atau berhenti sembarangan. Ancaman pidana satu bulan kurungan atau denda hingga Rp 250.000 pun disertakan sebagai efek jera.

Namun, di balik kebijakan yang tampaknya bertujuan baik ini, tersembunyi keresahan mendalam dari para pedagang kecil, terutama penjual siomay yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas malam di atas jembatan.

Salah satunya adalah Herlina Nisa (35) warga Kelurahan Poasia, Kecamatan Abeli yang mengaku telah berjualan siomay di Jembatan Teluk Kendari sebelum jembatan tersebut diresmikan pada tahun 2020.

“Tidak taumi ini kita mau menjual di mana,” keluh Herlina saat ditemui, Senin (2/6/2025).

Baca Juga: Kesaksian Warga yang Temukan Jenazah Mahasiswa Lompat dari Jembatan Teluk Kendari

“Kebijakan pemerintah itu tidak efektif. Walaupun kita tidak menjual juga tetap orang bunuh diri juga. Lebih parah lagi kalau tidak ada yang menjual, tidak ada yang lihat kalau ada orang lompat,” sambung Herlina.

Bagi Herlina, berjualan di jembatan bukan sekadar pilihan, tapi jalan hidup. Dalam semalam, ia bisa mendapatkan penghasilan Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Uang yang dipakainya untuk menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan harian.

“Kemarin saya coba pindah tempat lain, sepanjang hari cuma laku Rp 40.000," paparnya.

Baca Juga: Jenazah Agil Ismail Ditemukan Mengapung 600 Meter dari Jembatan Teluk Kendari ke Area Gerbang Toronipa

Cerita serupa juga datang dari Elsa, pedagang siomay lainnya sekaligus ibu rumah tangga yang berasal dari Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli. Ia menyayangkan keputusan pemerintah yang menurutnya kurang mempertimbangkan nasib para pedagang kaki lima.

“Kami sebenarnya sudah di situ tempat cari hidup. Seharusnya pemerintah janganmi dia larang penjual siomay di situ. Lebih bagus kasih tinggi saja pagarnya,” ujarnya.

Para pedagang ini berharap pemerintah bisa meninjau ulang kebijakan tersebut atau setidaknya memberikan solusi yang tidak mematikan mata pencaharian mereka. Bagi mereka, jembatan bukan sekadar infrastruktur penghubung, tapi juga sumber rezeki. (B)

Penulis: R Anugrah

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga