Dibayar Rp 58 Ribu Sekali Main, Pria Pengidap HIV Ini Tiduri Ratusan Wanita Hingga Remaja
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Minggu, 30 Januari 2022
0 dilihat
Ilustrasi wanita ditiduri laki-laki pengidap HIV. Foto: Pedulirakyat
" Seorang pria di Malawi, Negara dibagian Afrika Timur, Eric Aniva ditangkap oleh otoritas setempat karena telah meniduri remaja di bawah umur "
MALAWI, TELISIK.ID - Seorang pria di Malawi, Negara dibagian Afrika Timur, Eric Aniva ditangkap oleh otoritas setempat karena telah meniduri remaja di bawah umur.
Namun tak hanya itu, Eric juga ternyata sudah meniduri ratusan perempuan dan bukan sebatas atas keinginan atau nafsu pribadi.
Yang mengagetkan, Eric ternyata dibayar untuk meniduri para perempuan itu, sebagai bentuk ritual adat salah satu suku di negaranya.
Eric dibayar sekitar Rp 58 ribu untuk setiap wanita yang ia tiduri. Dikutip dari zonabanten.com, kasus ini terjadi pada 2016 lalu.
Dalam persidangan Eric Aniva mengaku sudah meniduri sebanyak 104 wanita, beberapa di antaranya masih remaja berusia belasan tahun.
Eric Aniva melakukan hubungan seks tanpa kondom, dan belakangan terungkap ternyata dia telah menderita positif HIV.
Dia mengaku diam soal penyakit menular seksual itu ketika disewa oleh keluarga para wanita untuk melakukan inisiasi seksual.
Eric Aniva mendapatkan bayaran 3 poundsterling setiap berhubungan seks. Nilai itu saat ini setara dengan Rp58.000.
Dilansir Jurnalsoreang, hubungan seks itu dilakukan sebagai 'ritual pembersihan', dan mengklaim para wanita tersebut merasa bangga memberitahunya pada orang lain.
Ritual pembersihan seksual merupakan praktik umum di Malawi selatan. Para wanita diharuskan berpartisipasi dalam hidup mereka.
Gadis-gadis muda dikirim ke 'kamp inisiasi' oleh keluarga mereka sebelum pubertas, di mana mereka diajari cara berhubungan seks.
Mereka dipaksa melakukan tindakan itu selama tiga hari setelah menstruasi pertama untuk menghindari infeksi dengan orang tua atau masyarakat.
Penggunaan kondom dilarang dalam tradisi tersebut. Pria yang melakukannya disebut 'hyena', dipercaya bebas penyakit karena 'moral baik' mereka
Terlepas dari tradisi lokal, Presiden Malawi saat itu, Peter Mutharika telah turun tangan.
Dia memerintahkan polisi untuk menyelidiki dan menuntut Eric Aniva atas pengakuannya dalam kasus tersebut.
"Praktik-praktik mengerikan ini, meskipun dilakukan oleh beberapa orang, juga menodai citra seluruh bangsa Malawi secara internasional dan membawa aib bagi kita semua," kata presiden.
Juru Bicara Kepresidenan saat itu, Mgeme Kalilani juga menegaskan perintah presiden dalam kasus tersebut.
"Sementara kita harus mempromosikan nilai-nilai budaya positif dan sosialisasi positif kepada anak-anak kita," ucapnya.
"Presiden mengatakan praktik budaya dan tradisional yang berbahaya tidak dapat diterima di negara ini," ujar Mgeme Kalilani.
Namun, dalam persidangan Eric Aniva, tidak ada satu wanita pun yang datang untuk bersaksi melawannya.
Dia akhirnya dituduh terlibat dalam 'praktik budaya yang berbahaya' di bawah Undang-Undang Kesetaraan Gender Malawi.
Baca Juga: Gadis 19 Tahun Ini Lelang Keperawanan Seharga Rp 56 Miliar pada Pengusaha Arab
Tuduhannya Karena berhubungan seks dengan seorang janda yang baru berduka. Dua wanita bersaksi untuk kasus tersebut.
Salah satu wanita mengklaim cobaan beratnya terjadi sebelum praktik itu dilarang. Sedang yang lain mengaku sempat melarikan diri sebelumnya.
Atas kasus tersebut, Eric Aniva diancam hukuman lima tahun penjara. Namun, banyak masyarakat Malawi meminta hukumannya jauh lebih berat.
"Bagaimana seseorang dengan status ini dapat melakukan apa yang dia lakukan?" ucap Pastor Paul Mzimu di rumah sakit yang merawat penderita HIV di Blantyre, salah satu kota terbesar di Malawi.
Baca Juga: Anak Laki-Laki Suku Ini Berhubungan Seks dengan Wanita Dewasa, Ini Tujuannya
"Saya pikir pria ini adalah iblis; serakah dan egois. Jika saya bisa menghakiminya, saya akan memberinya hukuman mati atau penjara seumur hidup," ujarnya.
"Dia HIV-positif dan dia sekarang telah memberikan HIV kepada wanita yang tidak bersalah. Dia harus mati di penjara," kata seorang ibu bernama Memory Lakson pula. (C)
Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Kardin