Diduga Lakukan Penyelewengan Dana Pembelian Darah, Ini Tanggapan Dirut RSUD Buton Utara

Rina Gayatri, telisik indonesia
Jumat, 22 September 2023
0 dilihat
Diduga Lakukan Penyelewengan Dana Pembelian Darah, Ini Tanggapan Dirut RSUD Buton Utara
RSUD Buton Utara diduga lakukan penyelewengan anggaran pembelian darah pasien. Foto: Ist.

" Pihak RSUD Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara disoroti karena diduga telah melakukan penyelewengan anggaran pembelian darah pasien "

BUTON UTARA, TELISIK.ID - Pihak RSUD Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara disoroti karena diduga telah melakukan penyelewengan anggaran pembelian darah pasien.

Hal itu mengemuka, saat salah seorang pasien atas nama Sumriah melalui suaminya bernama La Dali mengatakan, pada Juli 2022 lalu, istrinya masuk rumah sakit. Sumriah didiagnosis kekurangan darah, namun karena di RSUD Buton Utara tidak ada bank darah, maka ia diberikan surat pengantar dari dokter pemeriksa untuk mendapatkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI).

"Saya melakukan pembelian darah di Kendari, di PMI sebanyak 4 kantong senilai Rp 1.800.000," ungkap La Dali saat dihubungi lewat telepon, Jumat (22/9/2023).

Terkait pengembalian uang pembelian darah, harusnya dikembalikan oleh pihak rumah sakit, karena sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan. La Dali mengaku, dirinya sudah pernah diundang oleh pihak RSUD Buton Utara untuk penyelesaian permasalahan tersebut pada 26 Agustus 2023 lalu, namun tak kunjung mendapat solusi.

Baca Juga: Gerbang Permandian Matarombia Buton Utara Roboh, Diduga Dirusak Orang Mabuk

"Saya ke sana, namun rupanya hanya disampaikan bahwa pihak rumah sakit sedang menunggu anggaran perubahan APBD Tahun 2023. Pihak RSUD punya alasan bilang tidak ada bank darah karena belum dianggarkan dari pemerintah daerah," katanya.

Saat dikonfirmasi, Direktur RSUD Buton Utara, dr Wa Ode Forta Nita membantah tudingan telah menyelewengkan anggaran pembelian darah setiap pasien.

Doktet Forta menjelaskan, ada 2 macam pembiayaan di rumah sakit, yakni berdasarkan pasien BPJS dan pasien umum. Kalau pasien BPJS ketika sudah perawatan, pasiennya diklaim di BPJS, kemudian BPJS membayar berdasarkan diagnosa yang melekat di sistem.

"Di sistemnya sudah tercantum misalnya anemia sekian, terus hipertensi sekian, sudah satu paket begitu. Dan dia tidak peduli kita mau rawat berapa hari, dia jadinya sudah satu paket," kata dr Forta kepada awak media saat ditemui di ruang kerjanya.

Ia menerangkan, setiap pasien-pasien itu pihaknya klaim ke BPJS sesuai tarif yang ada di Perda, BPJS yang membayarkan.

"Jadi yang dibayarkan BPJS itu terkadang dia itu tidak seperti yang kita klaim, misalnya pihaknya mengklaim dengan total Rp 4.000.000, tetapi yang dibayarkan cuma Rp 3.000.000," ujarnya.

"Jadi biasanya di bawah Rp 4.000.000. Ada juga yang biasa di atasnya, karena dia sudah masuk di sistem. Jadi dia tidak peduli apa yang kita keluarkan di rumah sakit, pokoknya itu yang dibayarkan sekian," jelasnya.

Dikatakan, anggaran yang diklaim tersebut masuk di rekening rumah sakit, tetapi langsung ditransfer ke kas daerah. Jadi yang diklaim di rumah sakit itu hanya jasa pelayanan medis, misalnya tindakan untuk transfusi, tindakan untuk menyuntik, tindakan untuk jasa dokter dan lain-lain.

"Jadi kita mau selewengkan dari mana itu uang. Karena itu yang lain-lainnya masuk ke kas daerah," ujar Forta Nita.

Lalu ia menjelaskan, pihaknya mengembalikan uang kepada sebagian pasien yang sudah membeli darah, karena ada yang mengeluh terkait masalahnya, ia baru tahu, ternyata yang dijamin BPJS Kesehatan juga dengan harga darah.

"Jadi BPJS itu ternyata dia sudah termasuk dengan darah. Jadi setelah kita rembuk sama-sama ya udah kita mulai menganggarkan. Kita mulai istilahnya berusaha untuk mengganti biayanya orang yang sudah beli darah," jelasnya.

Tapi ia mengatakan, tidak bisa pihaknya mengganti semua biaya pembelian darah. Karena anggaran rumah sakit yang tidak cukup. Sehingga pihak rumah sakit mengambil kebijakan dibayar sesuai Perda, yaitu 2 kantong darah, masing-masing senilai Rp 250 ribu perkantong darah. Sesuai dengan kemampuan anggaran yang ada.

Ia mengungkapkan, sudah ada kesepakatan dengan La Dali untuk dibayarkan senilai Rp 500.000, namun sampai saat ini La Dali tidak datang ke rumah sakit untuk mengklaim uang tersebut.

Sementara itu ditemui terpisah, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Buton Utara, Safiuddin mengatakan, sesuai regulasi, setiap pasien yang berobat di rumah sakit itu berdasarkan indikasi medis dan sesuai hak kelas perawatannya, itu dijamin dan tidak boleh ada yang keluar biaya atau biaya tambahan.

Jadi kalau ada biaya pembelian darah itu, bisa juga pasien yang membeli dulu nanti digantikan uangnya, atau pihak rumah sakit yang beli langsung.

Baca Juga: Jembatan Langkumbe Buton Utara Rusak Parah, Sering Makan Korban

"Jadi aturannya seperti itu, tidak boleh dibebankan ke pasien kalau memang itu sesuai indikasi medis atas instruksi dari dokternya," jelasnya.

Dijelaskan, jika seorang pasien membutuhkan 4 kantong darah sesuai indikasi medis dan dokter menyarankan 4 kantong darah, maka rumah sakit wajib menanggung biaya darah tersebut.

Safiuddin mengungkapkan, BPJS Kesehatan setiap tahun membayar berdasarkan tarif yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

"Jadi misalkan diagnosanya anemia, itu sudah ada tarifnya, kita ganti sesuai tarif yang itu. Di dalam itu sudah termasuk biaya dokternya, biaya rawatnya, kalau dia butuh darah termasuk biaya darahnya. Biaya makannya juga di situ. Biaya satu paket namanya," ungkap Safiuddin.

Disebutkan, BPJS Kesehatan Buton Utara dalam pertahun membayar kurang lebih sekitar Rp 3 Miliar pertahun, sesuai tagihan rumah sakit, itu sudah meliputi biaya dokter, perawat, obat-obatan dan lain sebagainya. (A)

Penulis: Rina Gayatri

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga