Ditanya Kasus Pulau Rempang, Ganjar Menjawab Menurut Pengalaman
Mustaqim, telisik indonesia
Selasa, 19 September 2023
0 dilihat
Ganjar Pranowo saat melontarkan gagasannya di Kuliah Kebangsaan FISIP UI di kampus UI Depok pada Senin (18/9/2023). Foto: Ist.
" Ganjar Pranowo memenuhi undangan sebagai pemateri Kuliah Kebangsaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) di kampus UI Depok "
JAKARTA, TELISIK.ID – Ganjar Pranowo memenuhi undangan sebagai pemateri Kuliah Kebangsaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) di kampus UI Depok, Senin (18/9/2023). Ganjar memaparkan pemikiran dan visi kebangsaannya membangun Indonesia di hadapan ratusan mahasiswa baru FISIP UI di Gedung Serbaguna Balai Purnomo Prawiro.
Sebelum Ganjar, bakal calon presiden (bacapres) lainnya yang sudah dihadirkan yakni Anies Baswedan. Anies hadir di tempat yang sama pada 29 Agustus 2023. Sementara untuk giliran Prabowo Subianto, pihak FISIP UI masih menunggu kesediaan bacapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu.
Ganjar mengatakan, seharusnya dia mengisi Kuliah Kebangsaan FISIP UI pada 11 September 2023, tapi berhalangan hadir. Dia kemudian menyampaikan permohonan maaf karena pernah dituduh akan datang pada tanggal tertentu. Namun, Ganjar tak menjelaskan apa maksud tanggal tertentu itu.
“Yang pertama, saya mau minta maaf karena pernah saya dituduh akan datang pada tanggal tertentu dan tuduhan itu keliru,” ujar Ganjar, mengawali pemaparannya dalam Kuliah Kebangsaan 'Hendak ke mana Indonesia Kita? Gagasan, Pengalaman dan Rancangan Para Pemimpin Masa Depan'.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini mengaku senang bisa kembali ke tempatnya menimba ilmu di pascasarjana. Ganjar tercatat sebagai alumni program magister Ilmu Politik FISIP UI.
Ganjar menjelaskan, bonus demografi dapat menciptakan peluang emas bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari data yang diperolehnya, Indonesia menghadapi situasi bonus demografi 44 persen ada di kelas menengah dan 68 persen tenaga produktif.
Menurut Ganjar, untuk menghadapi bonus demografi, Indonesia perlu melakukan transformasi dalam enam pilar strategis yang mencakup pangan, penegakan hukum, lingkungan, energi, digital, pendidikan, dan keterampilan.
Salah satu langkah penting yang telah diambil, kata Ganjar, adalah peningkatan investasi dalam pendidikan dan pelatihan.
Baca Juga: Giliran Ganjar 'Jual' Pemikiran dan Visi di Kuliah Kebangsaan FISIP UI
“Melalui upaya mempersiapkan angkatan kerja muda dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan, Indonesia dapat menghadapi tantangan global dengan lebih baik dan memaksimalkan kontribusi bonus demografi terhadap pertumbuhan ekonomi,” bebernya.
Pemerintah juga diminta harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja muda, menurut Ganjar, diperlukan upaya untuk memastikan bahwa ekonomi Indonesia dapat menciptakan pekerjaan yang cukup untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi ini.
“Bonus demografi juga memberikan peluang untuk mengembangkan sektor industri dan teknologi. Potensi konsumen yang besar dari generasi muda dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan bisnis di berbagai sektor, termasuk teknologi informasi, kreatif, dan digital,” urai Ganjar.
Namun, untuk mengoptimalkan pemanfaatan bonus demografi ini, Ganjar menilai perlu ada koordinasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan. Peran sektor swasta dalam menciptakan peluang kerja dan investasi juga dinilai sangat penting.
Ganjar menegaskan, bonus demografi bisa mewujudkan Indonesia Emas. “Agar kita bisa mendapatkan deviden demografi menuju Indonesia Emas itu negaranya mesti makmur, mesti sehat, mesti pintar, mesti produktif,” urai dia.
Ganjar juga menyinggung tentang pengalamannya ketika menjabat Gubernur Jawa Tengah. Dia menuturkan, pernah menerima protes untuk mengusir tenaga kerja asing (TKA) asal China.
“Jangan teriak-teriak banyak pegawai China, diusir Pak. Pengalaman di Jateng gitu,” tutur Ganjar.
Ketika kembali mendapat protes seperti itu, menurut Ganjar, dirinya meminta kepada pihak yang memprotes, apakah bisa untuk menggantikannya.
“Ya sudah kita usir besok pagi, tapi kamu bisa gantikan gak? Kalau saya bicara blak-blakan. Gak ada 'nanti oh ya, ya, kita akan bicarakan'. Kesuwen (kelamaan solusinya, red),” katanya.
Dalam paparannya, Ganjar mengakui bahwa Indonesia masih belum terlepas dari masalah korupsi. Dia menemukan masalah layanan publik yang buruk.
”Nanti saya diskusikan dan saya akan mendengar dan berbagi cerita. Karena di dalam tema itu dituliskan kepada saya bahwa apa mimpi ke depan dan pengalaman yang bisa dibagi, saya akan ceritakan,” terang Ganjar.
Gagasan lain yang dilontarkan Ganjar di hadapan dosen dan mahasiswa yakni mewujudkan 'Satu Desa Satu Puskesmas dan Satu Dokter'. Gagasan ini disampaikan sebagai bagian dari targetnya mewujudkan Indonesia Emas.
“Untuk menuju Indonesia Emas, masyarakat harus makmur, sehat, pintar dan produktif. Soal kesehatan ini, masih banyak PR (pekerjaan rumah, red) yang harus kita selesaikan,” ujarnya.
Kader PDIP ini mengakui fasilitas kesehatan di Indonesia belum memadai. Termasuk kualitas dokter yang dimiliki. Dia mencontohkan masih banyak masyarakat yang memilih berobat ke dukun karena akses layanan kesehatan yang terbatas.
“Untuk itu, saya menargetkan ke depan harus terpenuhi satu desa satu Puskesmas dan satu dokter agar masyarakat mudah mengakses fasilitas kesehatan di manapun mereka berada,” tandasnya.
Pendidikan kedokteran di Indonesia juga menjadi perhatian Ganjar. Dia menilai masuk ke jenjang pendidikan kedokteran masih sulit dan sangat mahal. Selain itu, soal pengembangan industri alat-alat kesehatan, Ganjar menilai masih banyak alat kesehatan yang didatangkan dari luar negeri. Hal ini karena Indonesia belum bisa memproduksi sendiri.
“Ke depan pengembangan kawasan industri kesehatan harus kita genjot agar peralatan kesehatan kita bisa kembangkan sendiri. Tidak melulu kita harus impor, karena kita sebenarnya bisa membuatnya di dalam negeri,” katanya.
Usai memaparkan pemikiran dan visinya tentang kebangsaan, Ganjar kemudian dihadapkan pada beberapa pertanyaan kritis dari para panelis dan mahasiswa. Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI, Ummi Salamah, salah satu panelis kemudian mengajukan pertanyaan.
“Terkait dengan komunikasi publik, posisi komunikasi publik sangat strategis di dalam kebijakan publik. Kita sudah belajar sangat keras pada saat pandemi COVID-19, bagaimana cara Bapak mengintegrasikan komunikasi publik dengan sistem kebijakan?” tanya Ummi.
Mendapat pertanyaan tersebut, Ganjar menjawab dengan bercerita tentang pengalamannya saat pandemi COVID-19 merebak. Ganjar mengatakan dirinya memilih jujur ketika merebak COVID-19. Dia menyebut saat itu ada 2 juta orang yang terjangkit COVID-19, namun tidak diinput oleh Kementerian Kesehatan.
“Ketika publik tidak tahu apa yang harus kita lakukan? Anda mau pakai isme yang mana? Kita tipu publik agar dia tenang atau kita berikan kejujuran dan dia akan cemas? Saya pilih yang kedua. Maka saya berdebat habis-habisan soal data tadi yang saya sampaikan. Kenapa Bu Ummi? Karena kita tidak pernah jujur dengan data,” jawab Ganjar.
Panelis lainnya adalah Dosen Antropologi Sosial FISIP UI, Suraya Afif. Dia menanyakan tentang konflik agraria hingga kasus di Pulau Rempang. Suraya menanyakan terkait bisa tidaknya paradigma negara diubah dengan mengakui kepemilikan lahan yang saat ini sudah dimanfaatkan rakyat.
“Harusnya kan diakui dulu, mana yang milik rakyat, kalau mau dijadikan kawasan untuk yang mana?" tanya Suraya.
Suraya juga menanyakan paradigma negara dalam pengadaan lahan. Suraya mengatakan, saat ini harus ada kepentingan terlebih dulu untuk pengadaan lahan.
“Dapatkah paradigma negara dalam pengadaan lahan? Karena kadang-kadang memang harus ada kepentingan untuk pengadaan lahan kepentingan umum, terpaksa yang mengambil tanah rakyat tidak melanjutkan praktik Orde Baru. Dimana praktik Orde Baru pengambilan untuk kepentingan swasta untuk dikuasai swasta untuk kepentingan profit swasta,” tanya Suraya lagi.
Baca Juga: Tegaskan Bukan Kampanye, Gagasan Anies Dikritik sebagai Utopia
Menerima pertanyaan-pertanyaan itu, Ganjar lagi-lagi menjawab berdasarkan pengalamannya. Dia mengatakan, sering berdebat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) soal lahan. Dalam perdebatan itu, menurutnya, terjadi saling menunjukkan bukti buku tanah.
“Dapatkah paradigma negara adalah mengakui kepemilikan lahan yang saat ini sudah dimanfaatkan? Jangankan jauh-jauh di sana Bu, di tempat kami aja ada. Dalam perdebatan saya sampaikan ke Kemen LHK. Saya bilang, dia di hutan sejak kapan? Kalau ada buku, buku besar tanah bisa tunjukkan, kapan dia miliki (lahan), kapan dia catat, maka sama-sama kita buktikan siapa paling berhak,” ujarnya.
Ganjar mengatakan penanganan suatu masalah tergantung pada pemimpinnya, apakah punya komitmen atau tidak.
Pertanyaan tidak hanya dilontarkan oleh para panelis, tapi juga dari mahasiswa. Naufal, mahasiswa jurusan Ilmu Politik FISIP UI, bertanya terkait kemungkinan Ganjar jika nanti terpilih sebagai presiden, apakah akan jadi petugas partai atau petugas rakyat?
“Jujur saja, saya mengagumi bapak, merasa kecewa ternyata bapak yang diharapkan sebagai petugas rakyat ternyata petugas partai. Jika Bapak terpilih sebagai Presiden ke-8 apakah Bapak tetap dengan prinsip tuanku ya rakyat gubernur hanya mandat, dan tidak jadi boneka Megawati?” tanya Naufal.
Ganjar enggan secara tegas mengatakan dirinya sebagai petugas partai seperti yang pernah dilontarkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, kepada Presiden Joko Widodo yang diusung oleh PDIP. Ganjar menyebut dirinya kader partai. Ganjar pun meminta Naufal untuk melihat kinerjanya saat menjabat Gubernur Jawa Tengah selama dua periode.
“Saya kader partai, tapi presiden bukan, gubernur bukan. Itulah melayani. Oke ya, jadi kita bisa membedakan ketika sudah berada jabatan, apa yang kita lakukan. Maka kalau Anda riset tentang saya apa yang saya lakukan, adakah kemudian saya hanya berpihak pada partai saya? Mungkin nyaris Anda tidak akan menemukan,” jawab Ganjar. (A)
Reporter: Mustaqim
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS