Dukungan Presidential Threshold Nol Persen Menguat, Kini Datang dari Senator DPD RI

Marwan Azis, telisik indonesia
Rabu, 12 Januari 2022
0 dilihat
Dukungan Presidential Threshold Nol Persen Menguat, Kini Datang dari Senator DPD RI
Senator asal Sulsel, Tamsil Linrung. Foto : Ist

" Perjuangan La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang mendorong presidential threshold (PT) nol persen "

JAKARTA, TELISIK.ID - Perjuangan Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang mendorong presidential threshold (PT) nol persen, mendapat dukungan sejumlah senator.

Kali ini datang dari empat senator DPD RI asal Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Muh Ihsan, Lily Amelia Salurapa, Tamsil Linrung, dan Ajiep Padindang. Ke empatnya sepakat PT 20% harus dihapus.

Hal tersebut disampaikan Ketua kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung yang juga berasal dari Sulsel di Jakarta (12/1/2022).

Tamsil Linrung mengatakan, siap memperjuangkan PT nol persen. Bahkan, DPD perwakilan Sulsel kompak dan satu frekuensi dengan wacana ini.

DPD RI secara kelembagaan maupun perorangan pun akan segera mengajukan judicial review (JR) terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang berkaitan dengan persentase ambang batas PT 20 persen menjadi 0 persen.

Baca Juga: Perampingan Birokrasi, Pemda Konawe Lantik 294 Pejabat Fungsional

"Jadi, perlu dipertegas, PT 0 persen untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini," ucap Tamsil Linrung.

Tamsil menuturkan, dalam kaitan dengan Pilpres, tampak jelas ada stratifikasi kelas antar warga negara di negeri ini. Warga negara yang non Parpol seperti digolongkan sebagai rakyat kelas dua.

Pasal 6A Ayat 2 ditafsirkan warga yang tidak terafiliasi Parpol hanya punya hak untuk memilih, bukan dipilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat Capres maupun Cawapres.

Karena UU Pemilu mengatur pencalonan harus lewat parpol. Itu pun dengan ambang batas dukungan minimal 20% kursi di DPR.

Baca Juga: Polda Sumut Belum Jadwalkan Pemanggilan Ulang Pelatih Biliar yang Dijewer Gubernur

Dalam prinsip demokrasi, pembagian kelas dan limitasi-limitasi tersebut jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Karenanya, ketentuan itu dinilai tidak adil dan bertabrakan dengan konstitusi.

"Bahkan, bisa disebut membajak demokrasi. Jika negeri ini konsisten dan konsekuen menerapkan sistem presidensial, seharusnya semua warga negara diberi kesempatan maju dalam kontestasi pilpres untuk mewujudkan kempimpinan nasional yang kuat,” paparnya.

Mantan politikus PKS ini menjelaskan, di sinilah perlunya perubahan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Minimal ketentuan PT 20 persen yang kini lebih memungkinkan untuk diuji.

Tamsil juga mengajak elemen masyarakat, termasuk kalangan kampus, untuk bersama-sama dan bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik melalui penataan sistem presidential itu.(C)

Reporter: Marwan Azis

Editor: Kardin

Artikel Terkait
Baca Juga