Fenomena Devadasi di India: Jadikan Perempuan Budak Seks Berkedok Pemujaan Dewa
Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Rabu, 25 Januari 2023
0 dilihat
Devadasis di India, perempuan yang dipercaya sebagai istri tuhan yang dijadikan budak seks. Foto: Kompasiana.com
" India dikenal sebagai negara dengan nilai kultur yang kuat yang dipercaya oleh masyarakatnya. Beberapa dari budaya dan kepercayaan di India bisa dibilang aneh, salah satunya fenomena devadasi "
NEW DELHI, TELISIK.ID - India dikenal sebagai negara dengan nilai kultur yang kuat yang dipercaya oleh masyarakatnya. Beberapa dari budaya dan kepercayaan di India bisa dibilang aneh, salah satunya fenomena devadasi.
Dilansir dari Cnbcindonesia.com, di India, ada fenomena anak-anak perempuan yang dipaksa mendedikasikan dirinya untuk pemujaan dan pelayanan kepada dewa/dewi atau kuil. Mereka disebut devadasi, yakni bahasa sanskerta dari pelayan dewa.
Salah satu yang mengalami hal tersebut adalah Huvakka Bhimappa. Didedikasikan untuk seorang Dewi India sebagai seorang anak, Bhimappa masuk dunia perbudakan seksual setelah pamannya mengambil keperawanannya dengan memperkosanya untuk ditukar dengan saree dan beberapa perhiasan.
Bhimappa belum berusia 10 tahun ketika dia menjadi devadasi, yakni gadis-gadis yang dipaksa oleh orang tua mereka untuk melakukan ritual pernikahan yang rumit dengan dewa Hindu. Banyak dari mereka kemudian dipaksa melakukan prostitusi ilegal.
Baca Juga: Kafe di Negara Ini Buka Tiga Lantai Khusus Dewasa, Dilayani Langsung Bintang Film Porno
Seorang devadasi diharapkan menjalani kehidupan yang taat beragama, dilarang menikahi manusia lain, dan dipaksa saat pubertas untuk mengorbankan keperawanan mereka kepada pria yang lebih tua, dengan imbalan uang atau hadiah.
"Dalam kasus saya, itu adalah saudara laki-laki ibu saya," kata Bhimappa, yang kini berusia akhir 40-an, kepada AFP, dikutip Rabu (25/1/2023).
Setelahnya, Bhimappa berada di dunia perbudakan seksual selama bertahun-tahun. Ia menghasilkan uang untuk keluarganya melalui pertemuan dengan pria lain atas nama melayani dewi.
Dirinya kemudian berhasil lolos dari perbudakannya tanpa pendidikan, sehingga setelahnya hanya bisa menghasilkan sekitar satu dolar sehari dengan bekerja keras di ladang. Ia juga dikucilkan oleh komunitasnya saat menjadi pemuja Dewi Hindu Yellamma, sehingga sulit meminta pertolongan dari luar.
"Jika saya bukan seorang devadasi, saya akan memiliki keluarga, anak, dan sejumlah uang. Saya akan hidup dengan baik," katanya, menyebut pernah mencintai seorang pria, tetapi tidak terpikirkan olehnya untuk menikah dengan orang tersebut.
Dikutip dari Kompasiana.com, menjadi devadasis (para devadasi) adalah pilihan. Tapi, mereka juga harus terpilih. Menguasai musik dan tarian adalah hal wajib. Termasuk 64 jenis seni India kuno. Mereka adalah penghibur ilahi.
Devadasis telah menjadi bagian integral dari budaya India selatan selama berabad-abad dan pernah dianggap sebagai hal terhormat di masyarakat.
"Gagasan tentang perbudakan seksual yang disetujui secara agama bukanlah bagian dari sistem patronase asli," kata sejarawan Gayathri Iyer.
Iyer mengatakan bahwa pada abad ke-19, selama era kolonial Inggris, pakta ketuhanan antara devadasis dan dewi berkembang menjadi institusi eksploitasi seksual.
Sekarang ini berfungsi sebagai sarana bagi keluarga yang dilanda kemiskinan dari hierarki kasta kaku India yang paling bawah untuk membebaskan diri dari tanggung jawab atas anak perempuan mereka.
Anak perempuan biasanya dianggap memberatkan dan mahal di India karena tradisi mahar pernikahan. Dengan memaksa anak perempuan menjadi devadasi, keluarga yang lebih miskin mendapatkan sumber pendapatan dan menghindari biaya menikahkan mereka.
Banyak rumah tangga di sekitar kota kecil Saundatti di selatan, rumah bagi kuil Yellamma yang dihormati, percaya bahwa memiliki anggota keluarga dalam ordo devadasi dapat mengangkat kekayaan mereka atau menyembuhkan penyakit orang yang dicintai.
Baca Juga: 15 Ungkapan Cinta Sederhana dalam Bahasa Korea
Namun, praktik itu dilarang di negara bagian asal Bhimappa di Karnataka pada tahun 1982, dan pengadilan tinggi India menggambarkan pengabdian gadis-gadis muda ke kuil sebagai kejahatan.
Sayangnya, para juru kampanye mengatakan bahwa gadis-gadis muda diam-diam masih dilantik ke dalam ordo devadasi. Empat dekade setelah larangan negara, masih ada lebih dari 70.000 devadasis di Karnataka, menurut data komisi hak asasi manusia India tahun lalu.
Di sisi lain, banyak perempuan muda yang meninggal akibat praktik ini. Hubungan seks yang tidak aman selama bertahun-tahun membuat banyak anak-anak perempuan yang menjadi devadasis terkena infeksi menular seksual, termasuk HIV. (C)
Penulis: Adinda Septia Putri
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS