Gagal Dapat Kendaraan Politik di Pilgub DKI Jakarta, Anies Disarankan Bentuk Partai Baru

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Jumat, 30 Agustus 2024
0 dilihat
Gagal Dapat Kendaraan Politik di Pilgub DKI Jakarta, Anies Disarankan Bentuk Partai Baru
Anies Baswedan batal diusung PDIP maju di Pigub Jakarta digantikan duet Pramono Anung-Rano Karno. Foto: Repro Medcom.id

" Setelah gagal mendapatkan dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta 2024, Anies Baswedan kini dihadapkan pada pilihan penting dalam karier politiknya "

JAKARTA, TELISIK.ID -.Setelah gagal mendapatkan dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta 2024, Anies Baswedan kini dihadapkan pada pilihan penting dalam karier politiknya.

Keputusan PDIP yang lebih memilih mengusung kader internal, Pramono Anung dan Rano Karno, menempatkan Anies dalam situasi yang menuntut langkah strategis baru.

Menanggapi keputusan PDIP, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, memberikan pandangannya.

Ujang menilai, Anies perlu segera bergabung dengan partai politik atau bahkan membentuk partai baru jika ingin tetap berada di panggung politik nasional.

Menurut Ujang, bergabung dengan partai politik merupakan langkah yang logis dan strategis bagi Anies, terutama mengingat posisinya saat ini yang tidak lagi memiliki dukungan kuat dari partai besar.

Baca Juga: Separuh Investasi di Indonesia Ditopang Tambang Nikel

Ujang menekankan pentingnya Anies untuk memiliki kendaraan politik yang jelas.

“Idealisme tetap harus dipertahankan, tetapi dalam konteks kepemimpinan nasional dan daerah, Anies paling tidak harus masuk partai,” kata  Ujang, seperti dilansir dari Tempo, Kamis (29/8/2024).

Ia menambahkan, tanpa dukungan partai, Anies akan sulit untuk melangkah lebih jauh dalam dunia politik yang penuh persaingan.

Ujang juga mengingatkan bahwa tanpa afiliasi partai, Anies berisiko dianggap hanya memanfaatkan partai politik sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadinya.

Sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang juga menyoroti bagaimana partai politik cenderung enggan mendukung sosok yang hanya menggunakan partai sebagai alat sementara.

“Partai politik tidak akan menyukai pendekatan seperti itu,” kata Ujang.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar Anies segera menentukan sikap, apakah akan bergabung dengan partai politik yang sudah ada atau justru membentuk partai baru yang dapat mengakomodasi visi dan misinya.

Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Prof. Asrinaldi, menilai bahwa keputusan PDIP untuk mengusung kader internalnya dalam Pilgub DKI Jakarta adalah langkah yang wajar dan perlu dicontoh oleh partai lain.

Menurutnya, PDIP memiliki hak penuh untuk mengutamakan kader partainya sendiri dalam ajang pilkada, terutama untuk posisi strategis seperti Gubernur DKI Jakarta.

“Tidak semudah itu mencalonkan seseorang dengan jabatan sebagai gubernur tanpa terikat sebagai kader partai,” kata Asrinaldi, dikutip dari antaranews.com.

Keinginan PDIP untuk terlebih dahulu menjadikan Anies sebagai kader partai sebelum memberikan dukungan, menurut Asrinaldi, adalah langkah yang logis dan sesuai dengan prinsip-prinsip kaderisasi partai politik.

PDIP, kata Asrinaldi, tentu tidak ingin mencalonkan seseorang yang tidak memiliki ikatan kuat dengan partai.

“Memerahkan Anies atau menjadikan Anies kader adalah satu hal yang harus dipenuhi,” ujarnya.

Proses kaderisasi ini, menurut Asrinaldi, adalah bagian dari strategi jangka panjang PDIP untuk memastikan bahwa setiap calon yang mereka usung memiliki loyalitas dan keterikatan dengan partai.

Keputusan PDIP untuk tidak mengusung Anies juga dapat dilihat sebagai upaya partai tersebut untuk menjaga soliditas dan konsistensi dalam proses kaderisasi internal.

Menurut Asrinaldi, partai politik harus memprioritaskan kadernya sendiri dalam ajang politik yang strategis, seperti Pilgub DKI Jakarta.

“Fungsi partai politik mencakup prioritas pada proses kaderisasi dan rekrutmen politik,” tegasnya.

Oleh karena itu, langkah PDIP ini harus dipahami sebagai bagian dari upaya partai untuk menjaga integritas dan keberlanjutan organisasi.

Saran Ujang agar Anies membentuk partai politik sendiri bukan tanpa alasan. Anies, yang selama ini dikenal sebagai tokoh nonpartai, diakui memiliki popularitas yang cukup tinggi di kalangan masyarakat.

Baca Juga: Jokowi Belum Putuskan Pertalite Dibatasi 1 Oktober

“Namun, popularitas saja tidak cukup untuk bertahan dalam dunia politik yang sangat kompetitif. Dengan membentuk partai sendiri, Anies bisa memiliki kendali penuh atas arah kebijakan dan strategi politik yang akan diambil,” kata Ujang.

Selain itu, partai baru ini bisa menjadi wadah bagi para pendukung Anies yang setia dan memiliki visi yang sejalan dengannya.

Langkah untuk membentuk partai politik baru bukan hal yang mudah. Dibutuhkan modal yang besar, baik dari segi finansial maupun sumber daya manusia.

Selain itu, Anies juga harus siap menghadapi tantangan dalam membangun struktur partai, merekrut anggota, dan membangun basis dukungan yang solid di seluruh Indonesia.

“Namun, jika berhasil, partai baru ini bisa menjadi kekuatan baru yang diperhitungkan dalam peta politik nasional,” ujar Ujang. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga