Menteri Muhadjir Effendy Sebut Masjid Boleh Pakai Pengeras Suara, Asal Ini

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 25 Februari 2022
0 dilihat
Menteri Muhadjir Effendy Sebut Masjid Boleh Pakai Pengeras Suara, Asal Ini
Menko PMK, Muhadjir Effendy. Foto: Repro Kemenko PMK

" Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, kini tuai sorotan "

JAKARTA, TELISIK.ID - Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, kini tuai sorotan.

Melansir Suara.com - jaringan Telisik.id, di tengah berbagai masukan, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menilai SE tersebut baik untuk kenyamanan lingkungan dan toleransi.

Menurut Muhadjir Effendy, tidak ada larangan untuk penggunaan pengeras suara asalkan tidak terlalu keras dan tidak terlalu lirih.

"Boleh memakai pengeras suara atau toa, asal yang wajar. Jangan terlalu keras-keras tapi juga jangan terlalu lirih. Kapan digunakan itu juga dihitung betul. Jangan 24 jam keras terus,  jangan dua jam sebelum Salat Subuh sudah keras,” kata Muhadjir di sela kunjungan kerja meninjau penyaluran bantuan sosial di Kabupaten Tegal, Jumat (25/2/2022).

Lebih lanjut, Muhadjir juga meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan judul berita media soal Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyandingan pengeras suara dengan gonggongan anjing.

Ia meminta masyarakat untuk bisa memahami isi dari SE Menag Nomor 5 Tahun 2022 secara menyeluruh.

Pada dasarnya, SE itu itu maksudnya baik. Sehingga, ia mengajak jangan mudah terpengaruh pada berita yang sepotong-potong apalagi cuma judulnya.

"Baca berita itu isinya, jangan judulnya saja. Sekarang ini banyak masyarakat kita yang membaca berita itu judulnya, kalau judulnya seram ya dianggapnya itu. Padahal itu hanya judulnya saja,” tegasnya.

Baca Juga: Permenaker Soal JHT Bakal Direvisi Sebelum 4 Mei 2022

Ia juga melihat aturan pada surat edaran tersebut baik untuk diterapkan. Lagipula menurutnya, diperlukan toleransi di tengah hidup masyarakat yang plural.

Lantaran itu, perlu pedoman bersama agar kerukunan dan harmoni sosial tetap terawat dengan baik termasuk di antaranya lewat cara mengatur penggunaan pengeras suara di masjid atau musala.

“SE Pak Menag itu bagus sekali. Karena itu saya minta supaya pengurus-pengurus masjid, pengurus-pengurus musala, takmir, agar membaca dulu semuanya, dipahami apa maksudnya, apa tujuannya," ujarnya.

Sebelumnya, dikutip detik.com, usai menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan toa di masjid dan musala, Menag Yaqut lalu membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.

"Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan toa, tidak. Silakan. Karena itu syiar agama Islam," katanya di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2/2022).

Meskipun begitu, ia minta volume suara toa diatur maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

"Tetapi ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan," Yaqut menegaskan.

Lebih lanjut, Yaqut menilai, aturan dibuat hanya untuk menciptakan rasa harmonis di lingkungan masyarakat. Termasuk meningkatkan manfaat dan mengurangi yang tidak ada manfaatnya.

"Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan," katanya.

Yaqut juga menilai, suara-suara toa di masjid selama ini adalah bentuk syiar. Hanya, jika dinyalakan dalam waktu bersamaan, akan timbul gangguan.

"Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas Muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," katanya.

"Kita bayangkan lagi, saya Muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," kata Yaqut lagi.

Baca Juga: Ini Pembelaan Kemenag Terkait Menag Yaqut Samakan Toa Masjid dengan Gonggongan Anjing

Ia kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.

"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," katanya.

Yaqut kemudian meminta agar suara toa diatur waktunya. Jadi niat untuk syiar tidak menimbulkan gangguan masyarakat.

"Agar niat menggunakan speaker sebagai untuk sarana, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan dan tidak mengganggu," kata Yaqut. (C)

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Kardin

Baca Juga