Ini 7 Amalan Seperti Pahala Haji

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Jumat, 30 Oktober 2020
0 dilihat
Ini 7 Amalan Seperti Pahala Haji
Allah memberikan kemudahan bagi hambanya yang ingin mendapatkan pahala layaknya seperti orang yang sedang mengerjakan ibadah haji. Foto: Repro Malaysiakini.com

" Ada tujuh amalan yang jika diamalkan bisa berpahala haji. Amalan ini ada yang ringan bahkan kita bisa melakukannya setiap waktu. Walau ringan, namun pahalanya sangat luar biasa. "

KENDARI, TELISIK.ID - Ketika bulan haji tiba, jutaan umat Islam akan menuju Tanah Haram guna menunaikan rukun Islam kelima itu.

Berbagai persiapan sudah dilakukan. Mereka akan melakukan serangkaian amalan selama di Tanah Suci.

Namun ini dilakukan bagi yang memiliki kesanggupan saja. Akan tetapi Allah memudahkan hambanya jika ingin mendapatkan pahala seperti orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah haji.

Ada tujuh amalan yang jika diamalkan bisa berpahala haji. Amalan ini ada yang ringan bahkan kita bisa melakukannya setiap waktu. Walau ringan, namun pahalanya sangat luar biasa. Amalan apa sajakah itu? Berikut ulasannya.

1. Shalat lima waktu berjamaah di masjid

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Siapa yang berjalan menuju salat wajib berjemaah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju salat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127. Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 11502 menyatakan bahwa hadits ini hasan)

Dalam hadis lainnya, dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju salat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji. Barangsiapa keluar untuk salat Sunnah Dhuha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang berumrah. Dan (melakukan) salat setelah salat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang shalih).” (HR. Abu Daud, no. 558; Ahmad, 5: 268. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan)

2. Melakukan salat isyraq

Cara melakukannya:

a. Salat shubuh berjamaah di masjid

b. Berdiam untuk berdzikir dan melakukan kegiatan yang manfaat

c. Ketika matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) melakukan salat dua raka’at (disebut salat isyraq atau salat Dhuha di awal waktu).

Dalilnya adalah dari hadis dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang mengerjakan salat shubuh dengan berjemaah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan salat Sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thabrani. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 469 mengatakan bahwa hadis ini shahih lighairihi atau shahih dilihat dari jalur lainnya)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang melaksanakan salat shubuh secara berjemaah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan salat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan).

3. Menghadiri majelis ilmu di masjid

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahwa hadis ini hasan shahih).

4. Membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka salat sebagaimana kami salat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir salat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari, no. 843).

Abu Shalih yang meriwayatkan hadis tersebut dari Abu Hurairah berkata,

“Orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin kembali menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang punya harta (orang kaya) akhirnya mendengar apa yang kami lakukan. Lantas mereka pun melakukan semisal itu.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mengatakan, “Inilah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang ia kehendaki.” (HR. Muslim, no. 595).

5. Umrah di bulan Ramadhan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bertanya pada seorang wanita,

“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”

Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari, no. 1782; Muslim, no. 1256).

Dalam lafazh Muslim disebutkan,

“Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim, no. 1256)

Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,

“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud adalah umrah Ramadhan mendapati pahala seperti pahala haji. Namun bukan berarti umrah Ramadhan sama dengan haji secara keseluruhan. Sehingga jika seseorang punya kewajiban haji, lalu ia berumrah di bulan Ramadhan, maka umrah tersebut tidak bisa menggantikan haji tadi.” (Syarh Shahih Muslim, 9:2)

6. Berbakti pada orang tua (birrul walidain)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Ada seseorang yang mendatangi Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ia sangat ingin pergi berjihad namun tidak mampu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya padanya apakah salah satu dari kedua orang tuanya masih hidup. Ia jawab, ibunya masih hidup.

Rasul pun berkata padanya, “Bertakwalah pada Allah dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka statusnya adalah seperti berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 5/234/4463 dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman 6/179/7835. Ada nukilan dari At-Targhib 3/214 yang menyatakan bahwa sanad hadis ini jayyid –antara hasan dan shahih-. Lihat penjelasan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah, no. 3195.

Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa mulai dari kalimat “Jika engkau berbuat baik padanya, …”, tambahan ini termasuk riwayat munkar).

Bagaimana kalau orang tua sudah meninggal dunia?

Ada enam hal yang bisa disimpulkan dari berbagai dalil:

a. Mendoakan kedua orang tua.

b. Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.

c. Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.

d. Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.

e. Memuliakan teman dekat keduanya.

Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.

7. Bertekad untuk berhaji

Karena siapa yang memiliki uzur namun punya tekad kuat dan sudah ada usaha untuk melakukannya, maka dicatat seperti melakukannya.

Contoh misalnya, ada yang sudah mendaftarkan diri untuk berhaji, namun ia meninggal dunia sebelum keberangkatan, maka ia akan mendapatkan pahala haji.

Kenapa sampai yang punya uzur terhitung melakukan amalan?

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, dalam suatu peperangan (perang tabuk) kami pernah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang, juga tidak menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala). Padahal mereka tidak ikut berperang karena mendapatkan uzur sakit.” (HR. Muslim, no. 1911).

Dalam lafazh lain disebutkan,

“Melainkan mereka yang terhalang sakit akan dicatat ikut serta bersama kalian dalam pahala.”

Juga ada hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam suatu peperangan berkata, “Sesungguhnya ada beberapa orang di Madinah yang ditinggalkan tidak ikut peperangan. Namun mereka bersama kita ketika melewati suatu lereng dan lembah. Padahal mereka terhalang uzur sakit ketika itu.” (HR. Bukhari, no. 2839).

Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Jika salah seorang sakit atau bersafar, maka ia dicatat mendapat pahala seperti ketika ia dalam keadaan mukim (tidak bersafar) atau ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996). (C)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga