Ini Kejanggalan Kasus Ijazah Palsu Plt. Bupati Busel Menurut Ombudsman
Deni Djohan, telisik indonesia
Minggu, 08 Desember 2019
0 dilihat
Surat pernyataan Kepala SMP Negeri Banti, Markus Sambo yang menyatakan, H La Ode Arusani benar-benar bukan siswa SMP Negeri Bant
" Sehingga sangat tidak memungkinkan ada siswa yang pulang pergi (PP), Timika-Banti untuk melakukan proses pembelajaran. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Sejumlah kejanggalan dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Polres Mimika Papua, terhadap kasus dugaan ijazah palsu milik Plt. Bupati Buton Selatan (Busel), H La Ode Arusani mulai terkuak.
Itu diketahui melalui surat Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Perwakilan Provinsi Papua, yang diketuai Iwanggin Sabar Olif, tertanggal, 4 Oktober 2019.
Baca Juga: Pencabutan Status Tersangka Plt. Bupati Buton Selatan
Dalam surat nomor: 0152/SRT/0102.2018/Jpr-04/X/2019, perihal permintaan pendampingan oleh keasistenan subtansi VII (Humaniora), yang ditujukan ketua ombudsman RI di Jakarta menyebutkan bahwa, berdasarkan hasil penulusuran Ombudsman Papua, pernyataan Reki Tafre, selaku mantan kepala sekolah SMP Negeri Banti, bertentangan dengan keterangan lainnya. Dimana dalam ijazah yang ia ditandatangani sebelumnya ditemukan adanya pelajaran Muatan Lokal, Pertanian, yang tidak pernah diajarkan disekolah tersebut. Selain itu, kode ijazah yang dimiliki La Ode Arusani bukan kode ijazah milik zona Papua.
Keterangan lain menyebutkan, bahwa Arusani adalah pedagang di Timika, Papua, sehingga sangat tidak dimungkinkan seorang warga yang berdomisili di Timika dapat sekolah di Banti. Pasalnya, jarak tempuh antara Timika dan Banti memakan waktu paling sedikit tiga jam. Tidak hanya sampai disitu, akses jalan menuju SMP Banti juga sangat sulit, mengingat lokasi sekolah tersebut memasuki areal kawasan PT. Freeport, dimana siapa saja yang melintas dikawasan tersebut harus memiliki identitas khusus lantaran ketatnya pemeriksaan.
"Sehingga sangat tidak memungkinkan ada siswa yang pulang pergi (PP), Timika-Banti untuk melakukan proses pembelajaran," tulis surat tersebut.
Berdasarkan hasil penulusuran itu, Ombudsman Papua meminta pada Ombudsman RI untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait keabsahan ijazah SMP milik H La Ode Arusani, dengan melibatkan Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tenggara dan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Guna keaktifan penanganan laporan, Zeth Sonny Awom, dengan nomor register: 0102/LM/2018/JPR, Ombudsman Papua meminta kepada Ombudsman Pusat untuk melakukan pendampingan dari Keasistenan Subtansi VII (Humaniora).
Selain hasil penelusuran Ombudsman, bukti lain datang dari surat pernyataan Kepala Sekolah SMP Negeri Banti, Markus Sombo, nomor: 421.2/005/SMP-NB/II/2017, tanggal 20 Februari 2017. Dalam surat pernyataan tersebut, Markus Sombo menegaskan bahwa, pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional pertama kali di SMP Negeri Banti, Mimika, dilaksanakan pada tahun 2006. Sementara yang diketahui, ijazah milik H La Ode Arusani terbit tahun 2005.
"Dan atas nama La Ode Arusani tidak pernah terdaftar sebagai siswa SMP Negeri Banti," tegas Markus Sombo.
Seluruh kejanggalan ini, menimbulkan kecurigaan besar yang dilakukan pihak Polres Mimika atas penerbitan surat SP3 terhadap tersangka Plt. Bupati Busel, H La Ode Arusani. Pasalnya, bukti-bukti yang mengarah pada kepalsuan ijazah tersebut sangat kuat.
Baca Juga: Korban Pemukulan Tolak Permohonan Maaf Ajudan Bupati Butur
Perlu diketahui kembali, H La Ode Arusani ditetapkan sebagai tersangka di Polres Mimika dan Polda Sultra. Di Polres Mimika, La Ode Arusani disangka memiliki dokumen palsu. Sedangkan di Polda Sultra, Arusani disangka telah melakukan tindak pidana, Pemalsuan Surat/ Menggunakan Surat Palsu Atau Yang Dipalsukan sebagaimana yang dimaksud dengan pasal 264 ayat (1), (2), subsider pasal 263 ayat (1), (2) KUHP dan pasal 69 ayat (2) undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional.
Hingga kini, Polda Sultra belum pernah menerbitkan surat SP3 atas perkara tersebut. Namun kasus tersebut berhenti begitu saja. Pihak Polda Sultra berdalih, pokok kasus perkaranya telah berhenti di Polres Mimika. Sementara, materi laporan di Polres Mimika dan Polda Sultra terhadap kasus itu berbeda.
Reporter: Deni Djohan
Editor: Sumarlin