Ini Kisah Raja Pertama, Kerajaan di Kolaka

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Jumat, 10 Januari 2020
0 dilihat
Ini Kisah Raja Pertama, Kerajaan di Kolaka
Salahsatu peninggalan Kerajaan Mekongga. Foto : Istimewa

" "

KENDARI, TELISIK. ID - Dahulu wilayah Kerajaan Mekongga disebut Wonua Sorume (Negeri Anggrek), karena wilayah ini dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai jenis Anggrek. Nama  Mekongga baru digunakan setelah kerajaan tersebut terbentuk dengan maksud mengabadikan peristiwa terbunuhnya Kongga Owose (Burung Elang Raksasa) oleh Sangia Larumbalangi Raja Pertama Kerajaan Mekongga.

Disadur dari beberapa artikel, Konon Gunung Mekongga di Sulawesi Tenggara diberi nama demikian, karena merupakan tempat jatuhnya Kongga Owose atau burung elang raksasa. Kongga Owose mati setelah menyerang negeri Sorume.

Menurut legenda, seekor  Kongga Owose  tiba-tiba datang ke negeri Sorume (sekarang bernama Kolaka, Sulawesi Tenggara). Si Burung pemangsa raksasa nan menakutkan itu setiap hari mencuri hewan ternak untuk dimangsa. Para penduduk pun merasa khawatir, jika hal ini dibiarkan lambat-laun hewan ternak mereka akan habis. Bahkan mungkin saja burung raksasa tersebut suatu saat akan memangsa manusia.

Menurut cerita masyarakat, Kongga Owose mampu membawa terbang binatang seperti kerbau, sapi dan bahkan manusia. Ketika dia terbang selalu menimbulkan bayangan besar di bawahnya.

Pada abad 14 dua orang dari keluarga Sawerigading menuju Sulawesi Tenggara (Tanah Alau). Kedua saudara tersebut yaitu Larumbalangi (laki-laki) dan Wekoila (puteri). Dikisahkan, Wekoila ini adalah seorang puteri yang cantik, kulitnya putih bersih seperti koila. Nama sebenarnya dari Wekoila adalah Tenrirawe (We Tenrirawe).

Larumbalangi kemudian membentuk kerajaan Mekongga yang bertempat tinggal di Wundulako, Ulu Balandete. Adapun Wekoila terus melanjutkan perjalanannya ke daerah Kendari dan membentuk Kerajaan Konawe.

Larumbalangi adalah seorang pandai sakti mandraguna. Ia tinggal di negeri Solumba. Larumbalangi memiliki sebilah keris dan selembar sarung pusaka yang dapat digunakan untuk terbang. Mengetahui hal itu, penduduk Sorume mengirim utusan ke negeri Solumba, meminta kesediaan Larumbalangi membantu mengusir burung garuda raksasa pengacau negeri mereka.

Penduduk semakin terusik dengan adanya Kongga Owose tersebut, akhirnya mereka meminta bantuan kepada Wasasi. Wasasi merupakan saudagar yang datang dari Selatan sebelum kedatangan Larumbalangi. Dengan kecakapannya serta kepandaiannya, sebelum kerajaan Mekongga terbentuk, ia dijadikan panutan dan sangat dihormati oleh para petua pada saat itu.

Dengan kondisi tersebut, kemudian Wasasi mengumpulkan tujuh Toono Motuo (sesepuh). Dia menceritakan pernah bertemu sesorang yang sakti mandraguna bernama Larumbalangi. Atas saran tersebut orang-orang yang ditunjuk berangkat untuk bertemu Larumbalagi.

Kemudian, para utusan negeri Sorume berangkat ke negeri Solumba menemui Larumbalangi. Para utusan pun bertemu dan menceritakan peristiwa yang menimpa negeri mereka pada Larumbalangi. Mereka meminta kesediaannya untuk membantu.

Larumbalangi kemudian memberikan saran dan petunjuk pada para utusan, agar mereka mengumpulkan bambu tua. Kemudian ujungnya dibuat runcing dan diolesi racun. Ia juga memberikan pendapat agar masyarakat Sorume mencari seorang pemberani, untuk membunuh burung raksasa tersebut.

Setelah itu, ratusan pendekar baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat jelata, telah berkumpul untuk mengikuti sayembara. Setiap orang menunjukkan kemampuannya di hadapan sesepuh negeri Sorume. Akhirnya setelah melewati persaingan ketat, terpilih seorang pemenang bernama Tasahea. Tasahea merupakan rakyat biasa dari negeri Loeya.

Para sesepuh kemudian memerintahkan penduduk untuk membuat membuat bambu runcing beracun kemudian dipasang di Padang Bende. Tasahea kemudian dimasukkan ke dalam lingkaran yang di kelilingi oleh bambu beracun. Masyarakat segera meninggalkan Tasahea berdiri sendirian di dalam bambu beracun untuk memancing Kongga Owose.

Saat Tasaeha berada di dalam perangkap, hewan tersebut tak kunjung datang. Hingga pada siang harinya tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung. Pada saat itulah, Tasahea melihat Kongga Owose terbang mendekatinya. Burung raksasa tersebut berusaha menyerang Tasahea. Tetapi belum sempat menyerang sayap burung  raksasa itu tertusuk oleh bambu runcing beracun.

Tasahea tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia mengambil sebilah bambu runcing beracun kemudian menancapkannya ke bagian dada Kongga Owose. Burung itu sempat  terbang tinggi namun tidak lama kemudian Ia jatuh ke sebuah gunung dan mati karena racun yang ada pada bambu runcing.

Penduduk Negeri Sorume mengelu-elukan Tasahea sebagai pahlawan. Namun kegembiraan rakyat tidak berlangsung lama. Bangkai burung garuda raksasa ternyata menyebarkan wabah penyakit. Banyak penduduk dan tanaman banyak mati diserang ulat. Mengetahui hal ini para tetua adat kembali mengirim utusan untuk menemui Larumbalangi.

Sesampainya di negeri Solumba, para utusan menyampaikan permasalahan wabah yang berasal dari bangkai burung tersebut kepada Larumbalangi. Mendengar hal ini Larumbalangi segera berdoa kepada Tuhan agar menurunkan hujan deras.

Baca Juga: Isak Tangis Warnai Penertiban Lapak Pedagang di Kolaka

Atas doa Larumbalangi Negeri Sorume dilanda hujan sangat deras selama tujuh hari tujuh malam. Negeri Sorume mengalami banjir hebat sehingga bangkai Kongga Owose beserta ulat-ulat hanyut terbawa air. Setelah hujan reda dan banjir surut wabah penyakit beserta ulat yang melanda negeri Sorume akhirnya hilang.

Untuk menghargai jasa Tasahea dan Larumbalangi para tetua ada sepakat mengangkat Tasahea menjadi bangsawan. Sedangkan Larumbalangi diangkat sebagai pemimpin negeri Sorume. Gunung tempat jatuhnya burung garuda raksasa tersebut diberi nama Gunung Mekongga.

Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Sumarlin

TAG:
Baca Juga