Jejak Sejarah Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Ini Maknanya

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Selasa, 20 Mei 2025
0 dilihat
Jejak Sejarah Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Ini Maknanya
20 Mei simbol kesadaran bangsa bangkit bersatu melawan penjajahan. Foto: Repro Antara.

" Setiap 20 Mei, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional, tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa "

JAKARTA, TELISIK.ID - Setiap 20 Mei, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional, tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Tanggal ini bukan sekadar momentum seremonial, melainkan simbol kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk bersatu dalam perjuangan menuju kemerdekaan.

Sejarah panjang di baliknya menyimpan jejak pemikiran, penderitaan, dan tekad besar para pelopor bangsa yang membangun fondasi Indonesia modern.

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei memiliki akar sejarah yang kuat sebagai awal munculnya kesadaran nasional rakyat Indonesia.

Tanggal ini menandai momen penting ketika rakyat mulai menyadari identitas kebangsaannya, serta kebutuhan untuk bersatu demi melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan.

Kesadaran ini lahir melalui pemikiran-pemikiran progresif yang berkembang di kalangan pelajar dan intelektual bumiputra awal abad ke-20.

Melansir Antara, Selasa (20/5/2025), Organisasi Boedi Utomo menjadi tonggak utama dari pergerakan nasional yang terorganisir. Boedi Utomo berdiri pada 20 Mei 1908 atas prakarsa Dr. Soetomo dan rekan-rekannya yang merupakan pelajar dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta.

Organisasi ini didirikan dengan semangat memperbaiki nasib rakyat melalui jalur pendidikan, sosial, dan budaya.

Salah satu tokoh penting di balik lahirnya Boedi Utomo adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia adalah alumni STOVIA asal Surakarta yang memiliki gagasan besar tentang pentingnya pendidikan bagi rakyat pribumi.

Baca Juga: Sejumlah Wilayah Tanah Air Dilanda Kemarau Basah hingga Agustus 2025, Ini Daftarnya

Ia mempromosikan ide pembentukan organisasi yang dapat menyalurkan bantuan pendidikan bagi siswa berprestasi namun kurang mampu secara ekonomi.

Gagasannya mendapat dukungan dari para pelajar STOVIA yang kemudian mewujudkannya dalam bentuk organisasi Boedi Utomo.

Boedi Utomo mengedepankan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui perbaikan di bidang sosial dan budaya. Organisasi ini tidak terlibat dalam politik secara langsung, melainkan menitikberatkan pada kesadaran nasional melalui pendidikan dan kebudayaan.

Semboyan yang diusung adalah "Indie Vooruit" atau "Hindia Maju", yang mencerminkan harapan untuk kemajuan Hindia Belanda secara menyeluruh tanpa membedakan golongan atau daerah.

Lahirnya Boedi Utomo kemudian menginspirasi berdirinya berbagai organisasi pergerakan nasional lainnya yang lebih politis dan masif. Beberapa di antaranya adalah Sarekat Islam, Muhammadiyah, Taman Siswa, Sarekat Dagang Islam, dan Indische Partij.

Keberadaan organisasi-organisasi tersebut memperluas spektrum perjuangan nasional, dari pendidikan ke ranah sosial, ekonomi, hingga politik.

Kondisi sosial-politik pada awal abad ke-20 juga turut memicu semangat kebangkitan nasional. Rakyat pribumi mengalami penderitaan akibat sistem pemerintahan kolonial Belanda yang menindas dan menerapkan kebijakan eksploitasi yang merugikan.

Novel Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker menjadi salah satu kritik paling tajam terhadap kebijakan kolonial yang tidak berpihak pada rakyat jajahan.

Kritik tersebut kemudian mendorong pemerintah Belanda untuk menerapkan kebijakan balas budi yang dikenal sebagai Politik Etis. Politik Etis mencakup tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan transmigrasi.

Kebijakan ini memberikan akses pendidikan kepada sebagian rakyat pribumi, meskipun tidak merata. Pendidikan menjadi kunci terbukanya ruang berpikir dan kesadaran akan perlunya perubahan bagi masa depan bangsa.

Meski hanya sebagian rakyat yang bisa menikmati pendidikan, lahirnya kaum intelektual dari kalangan pribumi menjadi faktor penting dalam pergerakan nasional. Mereka menjadi motor penggerak perubahan sosial dan penyebaran semangat nasionalisme.

Boedi Utomo sebagai pelopor gerakan ini memainkan peran sentral dalam menciptakan kesadaran kolektif untuk bangkit melawan ketidakadilan dan kolonialisme.

Empat puluh tahun setelah berdirinya Boedi Utomo, Presiden Soekarno secara resmi menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Penetapan ini dilakukan pada tahun 1948, di tengah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari upaya penjajahan kembali oleh Belanda.

Baca Juga: BKN Warning Kepala Daerah Tak Jadikan Job Fit Alat Penonjoban Pejabat Eselon II

Tujuan dari penetapan ini adalah untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya persatuan dan nasionalisme.

Sejak saat itu, tanggal 20 Mei diperingati secara rutin sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Keputusan resmi terkait peringatan ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Melalui keputusan ini, Hari Kebangkitan Nasional menjadi salah satu hari bersejarah yang dirayakan secara nasional oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga