Kelapa
Indarwati Aminuddin, telisik indonesia
Minggu, 29 Maret 2020
0 dilihat
Indarwati Aminuddin, ombudsman telisik.id. Foto: Dok
" Orang tidak melihat kelapa sebagai peluang, harga jelek, kerjaan berat. Tapi kami mendorong mereka terus menerus bekerja, memperluas kebun kelapa. "
Oleh Indarwati Aminuddin
Ombudsman telisik.id
Arifin Sp, mantan penyuluh pertanian di Buton (kini Buton Utara). Di tahun 1980 an, ia pindah ke Buton Utara, menetap di Desa Peteteaa dan mulai melakukan apa yang disebut 4 ; 1, atau 4 kali tatap muka dengan petani dan 1 kali kunjungan ke Balai penyuluhan.
Di tahun 1980 an tersebut, kebun kelapa di Buton Utara hanya seluas 70 hektar. “Orang tidak melihat kelapa sebagai peluang, harga jelek, kerjaan berat. Tapi kami mendorong mereka terus menerus bekerja, memperluas kebun kelapa,” ujarnya.
Belasan tahun berikutnya, luasan kebun kelapa telah mencapai 2000 hektar dan secara bertahap harga membaik.
Bagi Arifin, harga membaik ini---meskipun saat umurnya telah mencapai 58 tahun--- betul betul menjadi sinyal bagus. “Petani di daerah yang jauh ini seringkali tidak diperhatikan. Tak ada yang peduli dengan harga.”
Baca Juga : Kagilia
Ia melanjutkan, begitu harga kelapa membagus, Rp 1,300- 1,400 per butir, semangat 56 kepala keluarga tak terbendung. “Anak anak bahkan ikut merasakan kegembiraan. Dalam keadaan libur, mereka yang datang ke dome untuk membantu mengupas kelapa. Mereka mendapatkan Rp 80 rupiah per kelapa dan bisa mengerjakan hingga 300 kelapa.”
Tentu bukan hanya Arifin saja yang menikmati panen kelapa, tapi juga sekitar 56 kepala keluarga di Desa Peteteaa merasakan kegembiraan yang sama. Salah satunya Darson. “Saya senang, sekarang pendapatan saya bisa lebih dari satu juta sebulan,” katanya. Ia pria muda berusia 23 tahun.
Kelapa atau dalam literatur kuno Indian biasa disebut dengan ‘kalpa vrisksha’ yang artinya pohon yang menyediakan semuanya untuk hidup. Tidak hanya kayunya, tapi juga isi sebagai makanan dan sebagai minyak.
Masyarakat di 93 negara memanfaatkan kelapa untuk berbagai kepentingan. Di Buton Utara, pohon kelapa menjulang tinggi dengan buah banyak di dorong menjadi salahsatu penggerak ekonomi di Buton Utara.
Baca Juga : Atlit
Tahun lalu, Pemerintah Buton Utara menandatangani kesepakatan pemanfaatan kelapa jadi kopra dengan PT Inacom, salahsatu perusahaan nasional. Targetnya, pembelian kopra akan membantu meningkatkan income warga secara bertahap. Tapi proses tersebut ternyata butuh perjuangan.
Setelah sekian lama dinina bobokkan dengan kelapa yang nyaris tak banyak mendukung perekonomian, tiba tiba saja kelapa memiliki harga, dan petani diminta mengikuti standar tepat agar kemudian kelapa-kopra bisa lolos seleksi.
“Gampang gampang susah. Saya jadi belajar banyak sekarang agar tidak banyak yang ditolak. Kami bersyukur Badan Umum Milik Desa yang sudah terbentuk membeli dan mengelola kopra ini,” kata Darson.
Saya jadi mengingat Eka Tjipta Widjaja, orang terkaya ketiga di Indonesia, pemilik Sinar Mas Group. Ia lahir dari keluarga susah. Kerajaan bisnisnya, Sinar Mas bermula dari biscuit dan permen. Ia dalam usia 15 tahun berkeliling dengan sepeda kesana kemari menjual biscuit dan permen di Makassar.
Eka Tijpta memiliki perhatian besar dalam mengangkat citra ekonomi kelapa dan kopra di Manado, Bitung dan sekitarnya. Ia melihat kelapa adalah ‘emas coklat’ yang bisa mengubah hidup orang banyak.
Baca Juga : Mengenal Pisau Binongko
Di tahun 1968, Eka Tjipta mendirikan pabrik minyak goreng kopra pertama dengan nama Bitung Manado Oil Ltd alias Bimoli di Sulawesi Utara. Bisnis kopra inilah yang mengubah hidupnya, membuatnya menjadi pengusaha terbesar di Indonesia bahkan di dunia saat ini.
Di akhir hidupnya, ia telah memiliki USD 8,6 miliar atau sekitar Rp 120 triliun. Bayangkan Eka Tjipta yang tak mengenyam Pendidikan SMP berhasil menaklukkan kejamnya dunia bisnis.
Tapi jangan lihat suksesnya..pedihnya Eka Tjipta juga pasti banyak. Ia sukses melewati semua kesusahan dengan prinsip kuat, sifat tak mudah menyerah, jujur, loyal dan komitmen yang dimilikinya.
Berharap petani petani Buton 0Utara dan para pendamping usaha kopra juga memiliki sikap yang sama; tak mudah menyerah. (*)