Menjajal Ahok di Pilkada Gubernur Sumatera Utara

Efriza, telisik indonesia
Sabtu, 01 Juni 2024
0 dilihat
Menjajal Ahok di Pilkada Gubernur Sumatera Utara
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" PDIP mengajukan Ahok disinyalir karena PDIP kehilangan figur yang popular untuk dimajukan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Sumut. Ini terjadi setelah Bobby Nasution yang pernah menjadi kadernya juga menjabat sebagai wali kota Medan tak lagi mesra dengan PDIP "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus, dan Owner Penerbitan

BASUKI Tjahja Purnama alias Ahok didorong oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) maju sebagai calon gubernur (cagub) Sumatera Utara (Sumut). Nama Ahok mencuat disinyalir pasca partai ini konflik bukan saja dengan Joko Widodo (Jokowi) tetapi juga keluarga besar Jokowi.

PDIP mengajukan Ahok disinyalir karena PDIP kehilangan figur yang popular untuk dimajukan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Sumut. Ini terjadi setelah Bobby Nasution yang pernah menjadi kadernya juga menjabat sebagai wali kota Medan tak lagi mesra dengan PDIP.

Pasca Bobby resmi tak lagi menjadi kader PDIP. Menghadirkan sebuah kesadaran bersama yang dirasakan oleh PDIP. Ahok adalah satu-satunya Kader yang dianggap oleh PDIP berperangai berani dan berkarakter keras, sehingga dirasa pas jika diajukan sebagai cagub Sumut.

PDIP menyadari pasca kekalahan Djarot, partai ini tidak akan mencoba kembali mengajukan kader yang karakternya tenang. Tulisan ini ingin menguraikan mengenai Ahok yang rencananya diajukan untuk cagub di Sumut.

Peruntungan Kecil Ahok di Jakarta

Harus diakui bahwa Ahok banyak yang menilai jika dimajukan kembali oleh PDIP untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta maka peluang Ahok untuk terpilih semakin menyusut drastis.

Ahok memiliki rekam jejak dirinya yang negatif sebelum dan sesudah Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Ahok dalam bahasa Sarkas pernah “keseleo lidah” saat membicarakan memilih pemimpin yang dihubungkan dengan Surat Al-Maidah ayat 51 dan akibatnya juga ia kalah, bahkan sempat merasakan dinginnya Hotel Prodeo akibat vonis Pengadilan Negeri Jakarta berupa dua tahun atas kasus penodaan agama.

Rekam jejak Ahok yang telah negatif karena menyitir ayat Al-quran surat Al-Maidah ayat 51. Ditambah juga fakta bahwa "mulut" Ahok yang ceplas-ceplos dengan perangai yang "senang" berkonflik dengan politisi dan birokrat. PDIP tentu khawatir mengajukan Ahok jika kemungkinan menangnya kecil. Karakter Ahok juga dinilai jika diajukan malah menghadirkan keresahan warga Jakarta.

Jadi ditengah perangainya, rekam jejak Ahok juga terdampak. Sebab tidak sepenuhnya warga Jakarta menilai kinerja Ahok memuaskan karena perangainya mempengaruhi penilaian kinerjanya yang juga terjadi pro-kontra antara berhasil dan gagal.

Jadi yang dikhawatirkan PDIP jika memaksakan mengajukan Ahok untuk Pilgub di Jakarta, bukannya menang, malah juga sudah tampak dipermukaan bahwa Ahok potensi kalah sebelum bersaing.

Ahok Menuju Peluang Pilgub Sumut

Membaca kisah Ahok terakhir di Pilkada DKI Jakarta 2017, maka jelas bahwa memajukan Ahok di Pilgub Sumut dianggap masih punya peluang tinggi menang. Ahok dapat mencoba peruntungan baru. Ahok diharapkan peruntungannya akan lebih baik di Sumut ketimbang maju kembali di Pilkada DKI Jakarta.  

Pernyataan dari elite PDIP yang mengungkapkan Ahok punya peluang maju di Pilgub Sumut, menunjukkan Ahok adalah pesaing dari Bobby yang akan diusung oleh partai-partai lain. PDIP jelas punya obsesi Ahok bisa menumbangkan Bobby Nasution bukannya malah kalah kedua kalinya setelah kalah dengan Anies Baswedan di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

Baca Juga: Menelisik Jabatan Menteri Pertahanan Nanti

PDIP dalam mengajukan Ahok juga disinyalir tak bermaksud untuk Ahok agar bisa bersama Bobby sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Sumut. Apalagi jika kita melihat fakta dari berbagai peristiwa.

PDIP tidak akan pernah merangkul maupun bersama dengan orang-orang yang sudah "melukai" PDIP. Hasil keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP 24-26 Mei 2024 ini juga menjelaskan bahwa PDIP telah menutup hubungan baik dengan Jokowi dan Keluarga Jokowi. Bahkan, telah jelas bahwa Bobby dipecat oleh PDIP, sehingga tidak mungkin PDIP akan merangkul kembali Boby Nasution meski alasan untuk kepentingan masyarakat Sumut sekalipun.

Patut juga dipahami sakit hatinya PDIP, terhadap Jokowi dan Keluarga Jokowi. Jokowi, Gibran, dan Bobby adalah kader PDIP yang telah dibesarkan oleh partai ini. Tetapi Jokowi dan keluarga besarnya malah mengkhianati organisasi kepartaiannya hanya karena obsesi kekuasaan dirinya dan keluarganya semata.

Jadi Ahok itu diajukan oleh PDIP untuk bertarung di Pilgub Sumut, karena PDIP khawatir Ahok akan kalah kedua kalinya di Jakarta. Sehingga, Ahok dipindah tugaskan untuk bertarung di Pilkada Sumut, dengan harapan menang. Kans Ahok untuk memang di Pilgub Sumut haru diakui masih terbuka luas peluang menangnya. PDIP juga sekaligus mengirimkan pesan dengan mengajukan Ahok di Pilgub Sumut bahwa PDIP punya penantang dari Bobby yang merupakan mantu dari Presiden Jokowi.

Harus diakui bahwa Bobby Nasution diyakini punya posisi tawar tinggi dan nilai positif yang lebih baik dari masyarakat Sumut, sehingga Bobby punya peluang naik level dari wali kota Medan menjadi cagub di Sumut.

Kinerja Bobby sebagai walikota Medan juga dinilai positif dari masyarakat Medan maupun lebih luas dari masyarakat Sumut. Bobby juga saat ini sedang dipertimbangkan oleh Golkar, Gerindra, dan PAN karena kinerjanya yang dianggap masyarakat bernilai positif, juga karena ia adalah menantu dari Presiden Jokowi.

Ini menunjukkan peluang menang Bobby masih cukup tinggi. Faktor Bobby adalah keluarga dari Presiden Jokowi juga amat besar pengaruhnya. Apalagi fakta telah menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres/cawapres) terpilih karena faktor Jokowi sebagai ayahnya Gibran dan sekaligus penguasa politik.

Singkat kata, “cawe-cawe” Jokowi sebagai Presiden, turut memberikan kontribusi kemenangan besar bagi pasangan Prabowo-Gibran di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 ini.

Bobby juga diyakini punya peluang untuk merangkul dukung banyak partai politik untuk berkoalisi memajukan dirinya. Utamanya dari partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang telah memenangkan Prabowo-Gibran.

Baca Juga: Perdebatan Wacana Politik Uang Dilegalkan

Bobby mengharapkan bahwa dengan merangkul banyak partai-partai politik maka Bobby bisa dipercaya menjadi lawan tanding terberat bagi Edy Rahmayadi (petahana) yang akan maju kembali sebagai cagub Sumut.  

Rencana Boby merangkul banyak partai politik memang dirasakan perlu oleh dirinya.

Sebab, Bobby mendapatkan lawan yang juga cukup berat yakni Ahok. Ahok yang sedang didorong oleh PDIP adalah simbol dari sosok yang mewakili kemarahan PDIP terhadap Jokowi dan keluarga besar Jokowi.  

Jadi narasi menuju Pilgub Sumut bukan sekadar ajang pilkada semata. Bukan sekadar menggeser kans menang Ahok dari Pilgub DKI Jakarta ke Pilgub Sumut. Tetapi layaknya Sinetron Laga dengan format Bersambung, yang terjadi antara Jokowi bersama keluarganya dengan PDIP.

Jokowi sebagai Presiden diyakini akan turut mendukung Bobby dibelakang layar (langsung maupun tidak langsung) agar tidak dipermalukan oleh Ahok dan PDIP. Bobby dan Jokowi punya kesamaan tujuan yakni agar Bobby naik level dari Wali Kota menjadi Gubernur, jika Boby terpilih. Jokowi pasti menyadari bahwa dirinya adalah yang telah menyakiti organisasi yang membesarkannya yakni PDIP. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga