Ketua Pansus: Tidak Ada Pansus Abal-abal di Busel
Deni Djohan, telisik indonesia
Minggu, 28 Juni 2020
0 dilihat
Ketua Pansus DPRD Buton Selatan (Busel) Partai Golkar, La Hijira. Foto: Ist.
" Nah, terbentuknya pansus ini hanya menindak lanjuti rekomendasi Ombudsman Papua dan surat Dinas Pendidikan Provinsi Papua soal data sekolah di Papua. Karena pada ijazah itu terdapat banyak kejanggalan. "
BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Ketua Pansus Hak Angket DPRD Busel, La Hijira, menegaskan, pembentukan pansus sudah sesuai mekanisme.
"Jadi tidak ada istilah bahwa pansus yang terbentuk ini abal-abal. Karena pansus ini terbentuk sesuai dengan mekanisme. Pertama ada undangan Bamus, kemudian ada undangan paripurna. Bahkan usulan angket itu 15 orang anggota. Padahal aturannya itu minimal 5 orang dari 3/4 jumlah anggota saja. Dan kita putuskan ini melaui rapat paripurna. Kemudian mengantongi surat keputusan (SK)," tegas legislator Golkar itu saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Sabtu (27/6/2020).
Lebih jauh dijelaskan, pansus bukanlah lembaga yang menjustifikasi paslu atau aslinya ijazah atau sebuah dokumen. Pansus hanya meneliti kebenaran sebuah dokumen. Selebihnya itu kewenangan penegak hukum.
Di samping itu juga, lanjutnya, terbentuknya pansus ini sekaligus juga menepis isu yang berkembang di tengah masyarakat kalau bupati itu diduga menggunakan ijazah palsu.
"Nah, terbentuknya pansus ini hanya menindak lanjuti rekomendasi Ombudsman Papua dan surat Dinas Pendidikan Provinsi Papua soal data sekolah di Papua. Karena pada ijazah itu terdapat banyak kejanggalan," tambahnya.
Adapun kejanggalan tersebut, lanjutnya, kode wilayah ijazah yang menggunakan kode zonasi Nusa Tenggara Barat (NTB), bukan Papua tempat ijazah itu terbit. Kemudian tidak memiliki kode penerbitan apakah dalam negeri (DN) atau Luar Negeri (LN) dan dilegalisir oleh pejabat yang tidak berwenang.
"Jadi yang melegalisir ijazah itu adalah mantan kepala sekolah, bukan kepala sekolah saat itu," bebernya.
Di tempat berbeda, salah satu peserta aksi Pemuda dan Masyarakat Kepton Barakati, Iwan Marsaoli, mengatakan, langkah DPRD Busel dalam membentuk pansus sudah tepat. Hal itu juga sekaligus menjawab kegelisahan masyarakat terkait dugaan ijazah palsu Bupati Buton Selatan.
Kata dia, terbentuknya pansus tentu didasari dengan muncul nya fakta hukum baru terbitnya surat Ombudsman RI perwakilan Papua tanggal 20 April 2020 Nomor: 0091/SRT/0102.2018/JPR-04/IV/2020 lampiran Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) perihal pemberhentian perkembangan penyelesaian melalui LHP, dan bukti lainnya.
Baca juga: Pansus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Busel Resmi Terbentuk
"Dengan adanya bukti baru itu, DPRD mengambil sikap tegas berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas mengamanatkan seperti yang tertuang pada Pasal 159 ayat (4) DPRD kabupaten/kota mempunyai hak interpelasi, angket; dan menyatakan pendapat," bebernya.
Lebih jauh dikatakan, hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/wali kota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah kabupaten/kota disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
Kalimat kejadian luar biasa ini lah yang perlu digaris bawahi dan dipahami secara luas. Bahwa tugas DPRD bukan hanya memantau kebijakan pemerintah. Tetapi juga yang berkaitan dengan sendi-sendi kehidupan rakyat.
"Jadi, pembentukan Pansus Hak Angket adalah tugas konstitusional DPRD Buton Selatan dalam hal untuk menyelidiki dugaan ijazah palsu Bupati Buton Selatan," tegasnya.
Ditambahkan, mekanisme pembentukan pansus tentu berpatokan pada Tata Tertib DPRD mulai dari dihadiri 3/4 anggota dari jumlah anggota DPRD, dihadiri beberapa fraksi dan memberikan pandanganya, persetujuan Badan Musyawarah (Banmus) hingga pembentukan pansus, maka tidak ada alasan untuk tidak dibentuknya pansus.
Sehingga terpenuhi seluruh mekanisme sesuai regulasi mulai dari undang undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib anggota DPRD provinsi, kabupaten, kota dan tata tertib DPRD Buton Selatan itu sendiri.
Lanjutnya, apabila dalam 60 hari sejak dibentuknya pansus sudah melakukan penyelidikan, hasil penyelidikan ditindak lanjuti dalam rapat paripurna dan akan didengarkan pendapat pemerintah, pandangan masing-masing fraksi, dan unsur yang terkait dalam persoalan tersebut.
"Kita tunggu hasil kerja daripada pansus ini. Jika terbukti maka kemudian DPRD berpotensi menggunakan pasal 78 ayat (1) dan (2) huruf h. Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah, berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen dan/atau mendapatkan sanksi pemberhentian. Selanjutnya terkait mekanismenya diatur dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2)," jelasnya.
Dan sebaliknya jika kemudian tidak terbukti berdasarkan penyelidikan pansus, lanjutnya, maka citra Bupati Buton Selatan akan menjadi baik di mata masyarakat dan justru menguatkan untuk langkah politik ke depan.
"Harapan kami biarkan proses ini menjadi terang benderang hingga yang benar menunjukan kebenarannya yang salah menunjukan kesalahannya," harapnya.
Perlu diketahui, sehari setelah pansus terbentuk, ratusan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Cinta Busel menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Busel. Mereka menuding pansus yang dibentuk oleh DPRD Busel abal-abal dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah. Bahkan mereka menurunkan lembaga adat untuk menyegel kantor DPRD Busel.
Reporter: Deni Djohan
Editor: Sumarlin