Kisah Dua Remaja Lahir dari Keluarga Pemulung

Deni Djohan, telisik indonesia
Kamis, 30 April 2020
0 dilihat
Kisah Dua Remaja Lahir dari Keluarga Pemulung
Epang dan Opit bersama salah satu kawannya saat duduk di perempatan bundaran lampu merah Wahidin, kelurahan Batulo kecamatan Wolio. Foto: Deni Djohan /Telisik

" Yang paling sering saya timbang itu, plastik dan gardus. Tapi kalau ada wajan tembaga atau Kuningan juga saya ambil juga sebagai tambahan. "

BAUBAU, TELISIK.ID - Jelang lebaran, pengemis dan pemulung kian berhamburan di setiap sudut simpangan lampu merah di Kota Baubau. Utamanya perempatan lampu merah Kelurahan Wale, Batulo dan Betombari.

Ironisnya para pemulung ini didominasi anak-anak dan ibu rumahtangga. Seperti pemulung yang mangkal disimpang empat lampu merah Wahidin, Kelurah Batulo, Kecamatan Wolio, Epang (13). Anak ketiga dari delapan bersaudara merupakan siswa kelas enam sekolah dasar negeri (SDN) 2 Kadolomoko mengaku, memulung sejak kelas lima.

Ia mengaku terpaksa menggeluti profesi ini karena ketidakmampuan orang tua. Orang tuanya bekerja sebagai penyapu jalanan yang gajinya dibiayai oleh Pemerintah Kota Baubau. Tentu penghasilan terbilang kurang dengan anak delapan orang.

Usai menimba ilmu di sekolah, remaja yang bercita-cita ingin menjadi petugas pemadam kebakaran ini memulai aktifitas mulung. Ia baru bisa pulang ke rumah untuk berkumpul bersama orang tua dan saudara nanti sekira pukul 19.00 Wita atau 20.00 Wita.

Lokasi penimbangan hasil mulung yang terletak di Kelurahan Katobengke, Kecamatan Betoambari, berjarak sekira lebih dari 10 kilo meter dengan rumahnya yang terletak di Lingkungan Waromosio, Kelurahan Kadolo, Kecamatan Kokalukuna.

Baca juga: Tranding di Twitter, Penggagas ITP Tegaskan Nikah Muda Bagi yang Sanggup

Dalam sehari, Epang bisa mendapatkan uang sebesar Rp 50 ribu dari hasil mulungnya.

"Yang paling sering saya timbang itu, plastik dan gardus. Tapi kalau ada wajan tembaga atau Kuningan juga saya ambil juga sebagai tambahan," tutur Epang saat ditemui di simpang lampu merah Wahidin, Kelurahan Batulo.

Senada dengan kerabatnya, Opit (14). Anak ke delapan dari sembilan bersaudara merupakan salah satu siswi di SMPN 17 Baubau. Ia menggeluti profesi mulung ini sejak dua tahun lalu atau masih duduk di bangku SD kelas lima. Saat mulung dulu, ia jalan bersama orangtuanya.

"Sekarang ini saya jalan sama adik sepupu ku," tutur Opit dengan sedikit malu.

Ia mengaku, profesi ini sama sekali tak menggangu proses belajarnya di sekolah. Pasca pulang sekolah, ia langsung ke luar memulung dan kembali ke rumah sekira pukul 19.00 Wita atau 20.00 Wita.

Putri remaja yang yang bercita-cita sebagai dokter ini juga terlahir dari keluarga pas-pasan. Ibunya juga seorang pemulung sedang ayahnya adalah Petugas Kebersihan Kota Baubau.

“Hari ini kita tidak puasa karena kami tidur terlambat. Soalnya kita capek seharian," pungkasnya.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Sumarlin

Baca Juga