Larangan Potong Kuku dan Rambut Jelang Kurban 2025, Ini Penjelasan Lengkap Hadisnya
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 28 Mei 2025
0 dilihat
Larangan potong kuku dan rambut, saat berkurban jadi perbincangan tiap Dzulhijjah tiba. Foto: Repro megasyariah.
" Setiap kali bulan Dzulhijjah datang, semangat ibadah umat Islam semakin terasa, terutama menjelang Idul Adha "

JAKARTA, TELISIK.ID - Setiap kali bulan Dzulhijjah datang, semangat ibadah umat Islam semakin terasa, terutama menjelang Idul Adha. Tak hanya ramai dalam menyiapkan hewan kurban, masyarakat juga kerap kali mempertanyakan soal larangan memotong kuku dan rambut bagi yang hendak berkurban.
Telisikers, benarkah larangan tersebut berlaku? dan bagaimana sebenarnya penjelasan hadisnya?
Menjelang Idul Adha 2025, umat Islam kembali disibukkan dengan berbagai aktivitas ibadah yang sangat dianjurkan, salah satunya berkurban.
Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan ibadah kurban, muncul pula berbagai pertanyaan mengenai ketentuan yang menyertainya, termasuk larangan memotong kuku dan rambut.
Larangan ini disebutkan dalam hadis riwayat Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya).
Hadis tersebut menjadi dasar perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Pendapat pertama menegaskan bahwa larangan tersebut ditujukan kepada orang yang hendak berkurban.
Artinya, selama memasuki 10 hari pertama Dzulhijjah hingga penyembelihan hewan kurban, shohibul qurban dianjurkan tidak memotong kuku maupun rambut.
Melansir NU Online, Rabu (28/5/2025), sebagaimana dijelaskan oleh Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih, “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh.”
Namun, tidak semua mazhab sepakat dengan keharaman tindakan tersebut. Abu Hanifah berpandangan bahwa memotong kuku dan rambut selama sepuluh hari Dzulhijjah adalah mubah, tidak makruh dan tidak pula sunnah. Sementara Imam Ahmad bin Hanbal mengharamkannya secara tegas.
Baca Juga: Puasa Arafah dan Tarwiyah Mulai Kapan? Ini Jadwal dan Keutamaannya
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan hikmah di balik larangan tersebut, yakni agar seluruh bagian tubuh orang yang berkurban tetap utuh dan menjadi saksi kelak di hari kiamat.
“Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka,” katanya.
Meski demikian, sebagian ulama mengkritik pandangan yang menyamakan larangan ini dengan larangan bagi orang yang sedang ihram. Menurut mereka, analogi tersebut kurang tepat.
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa perbedaan tetap ada, karena orang yang hendak berkurban tetap dibolehkan melakukan hal-hal yang diharamkan bagi orang ihram, seperti memakai wewangian, pakaian biasa, bahkan bersetubuh.
Selain pendapat yang lebih umum, ada pula pendapat kedua yang menyatakan bahwa larangan tersebut bukan ditujukan kepada orang yang berkurban, melainkan kepada hewan kurbannya. Larangan memotong kuku dan bulu hewan ini berkaitan dengan akan dijadikannya bagian-bagian tersebut sebagai saksi di akhirat kelak.
Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih mengutip pendapat unik dari Ibnul Malak yang mengatakan, “Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadis tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan.”
Pendapat ini kemudian diperkuat oleh pemikiran almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali menjelaskan bahwa hadis tersebut perlu dikomparasikan dengan hadis lain untuk mendapatkan pemahaman yang utuh.
Ia menegaskan pentingnya pendekatan wihdatul mawdhu’iyah fil hadits atau kesatuan tema hadis untuk menemukan maksud dari suatu hadis. Dalam hal ini, Kiai Ali merujuk pada hadis lain dari riwayat Ibnu Majah yang menyebutkan bahwa hewan kurban akan datang di hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu, dan kukunya.
Hadis tersebut berbunyi, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya...’” (HR Ibnu Majah).
Hal senada juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, “Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi).
Dari sinilah, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang sebenarnya dilarang untuk dipotong adalah bagian dari hewan kurban itu sendiri, bukan kuku atau rambut dari orang yang berkurban. Ia menegaskan, “‘Illat larangan memotong rambut dan kuku ialah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan rambut orang yang berkurban.”
Baca Juga: Begini Syarat Hewan Bisa Dijadikan Kurban dan Sah Bernilai Ibadah
Dengan demikian, larangan ini menjadi perdebatan dalam ranah fikih dan hadis. Beberapa ulama menganggapnya sebagai sunnah, sebagian lainnya menyebut makruh, dan ada pula yang memaknainya sebagai haram.
Bahkan ada yang memahami bahwa larangan tersebut bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada hewan kurban.
Terlepas dari perbedaan pendapat yang ada, umat Islam tetap dianjurkan untuk memahami makna dari setiap ibadah dengan merujuk pada pemahaman ulama serta hadis yang shahih.
Dalam menyambut Idul Adha 2025 ini, semangat berkurban hendaknya dibarengi dengan pemahaman yang baik tentang tata cara dan ketentuan syariat.
Baik memilih untuk tidak memotong kuku dan rambut, ataupun memilih untuk memotongnya dengan dalil yang kuat, keduanya merupakan bagian dari khazanah pemikiran Islam yang kaya dan saling menghargai. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS