Letusan Gunung Merapi Picu Kepanikan Tapi Malah Jadi Kabar Gembira Bagi NASA, Dapat Untung Banyak
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Sabtu, 11 Maret 2023
0 dilihat
Gunung Merapi mengalami erupsi dengan memuntahkan awan panas guguran, namun NASA justru menyambut gembira letusan gunung tersebut. Foto: npr.org
" Warga Magelang, khususnya yang dilalui Sungai Boyong, Sungai Bedog, Sungai Krasak, Sungai Bebeng, Sungai Woro serta Sungai Gendol 5 Km kini dalam kondisi Gunung Merapi meletus "
MAGELANG, TELISIK.ID - Warga Magelang, khususnya yang dilalui Sungai Boyong, Sungai Bedog, Sungai Krasak, Sungai Bebeng, Sungai Woro serta Sungai Gendol 5 Km kini dalam kondisi Gunung Merapi meletus.
Melansir Intisari.grid.id, respons terhadap letusan yang terjadi pada Sabtu, (11/3/2023), pukul 12.12 WIB tersebut tentunya umum terjadi seperti halnya letusan-letusan gunung lain.
Namun, tahukah bahwa ada satu letusan gunung di Indonesia yang justru diklaim menjadi sebuah kabar gembira. Bukan main-main, lembaga yang memberi pernyataan tersebut adalah National Aeronautics and Space Administration atau yang lebih dikenal dengan NASA.
Baca Juga: Meletus 80 Kali Dalam Sejarah, Ini Mitos Sosok Ghaib Muncul Setiap Erupsi Gunung Merapi
Lalu, apa alasan NASA sampai mengeluarkan pernyataan tersebut?
Seperti diketahui, Gunung Merapi mengalami erupsi dengan memuntahkan awan panas guguran (APG) pada Sabtu, (11/3/2023), pukul 12.12 WIB.
Informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan erupsi masih berlangsung hingga pukul 12.31 WIB.
"Jarak 7 kilometer dari puncak Gunung Merapi di alur Kali Bebeng dan Krasak. Saat ini erupsi masih berlangsung," tulis BPPTKG dalam rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (11/3/2023).
Potensi bahaya saat ini adalah guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 Km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 Km, serta pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 Km dan Sungai Gendol 5 Km.
Dari pengamatan BPPTKG, teramati satu kali guguran lava dengan jarak luncur 1.500 meter ke barat daya.
Sementara itu, Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan bahwa suara guguran terdengar 2 kali dengan intensitas sedang dari Pos Babadan.
Pihaknya mengimbau masyarakat agar selalu mengantisipasi gangguan akibat debu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di sekitar Gunung Merapi.
Status Gunung Merapi saat ini masih dalam level III atau siaga sejak November 2020. Berdasarkan laporan dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Babadan, awan panas guguran memicu abu vulkanik yang mengarah ke barat laut-utara.
Petugas Pos Babadan, Yulianto menyebutkan, Pos Babadan terdampak awan panas guguran yang cukup tebal. Pihaknya juga telah menerima laporan beberapa lokasi yang terdampak abu vulkanik, antara lain Desa Mangunsuko, Desa Dukun, Desa Paten, dan Desa Sengi di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, serta Desa Wonolelo dan Desa Krogowanan di Kabupaten Magelang.
Selain itu, Desa Klakah dan Desa Tlogolele di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali juga terdampak abu vulkanik.
Sementara letusan Gunung Semeru, seperti halnya letusan gunung-gunung lain, membuat panik masyarakat sekitarnya, tidak demikian dengan satu gunung di Indonesia ini.
Melansir The New York Times, pada Sabtu (11/3/2023), disebutkan bahwa NASA justru menyambut gembira letusan gunung tersebut. Dalam laporannya pada 2018, NASA menyebut mereka sangat berharap dapat memanfaatkan letusan Gunung Agung.
NASA memprediksi jika mereka dapat memantau letusan Gunung Agung, mereka akan dapat memahami lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia dilepaskan ke atmosfer.
Baca Juga: Deretan Fakta Gunung Merapi Erupsi, Terjadi 19 Kali Gempa
Observasi dari pelepasan bahan kimia ini kemudian diharapkan oleh NASA dapat membantu melawan perubahan iklim.
Mengapa NASA tertarik pada Gunung Agung? Sebab pada tahun 2018, Gunung Agung secara konsisten melepaskan uap dan gas ke atmosfer, yang dapat memicu "musim dingin vulkanik."
Hal yang serupa terjadi pada tahun 1815 ketika Gunung Tambora meletus. Letusan tersebut menghasilkan salju di Albany, New York pada bulan Juni setahun berikutnya. (C)
Penulis: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS