Membumikan Gerakan Literasi di Tengah Pandemi COVID-19
Nur Alam Syah, telisik indonesia
Minggu, 23 Mei 2021
0 dilihat
Nur Alam Syah, Ketua Komunitas Literasi Anak Bangsa Kabupaten Kolaka. Foto: Ist.
" Perkembangan teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk menyesuaikan diri dan berusaha untuk mengimbangi perkembangan yang ada. "
Oleh: Nur Alam Syah
Ketua Komunitas Literasi Anak Bangsa Kabupaten Kolaka
KATA literasi belum banyak diketahui oleh masyarakat, namun secara sederhana literasi dapat dipahami sebagai kemampuan membaca, menulis, berbicara dan menghitung. Masalah literasi banyak terjadi pada masyarakat, khususnya dalam minat baca.
Penelitian yang dilakukan organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan PBB (UNESCO) terhadap 61 negara di dunia. Hasil studi yang dipublikasikan dengan nama “The World’s Most Literate Nations” menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-60, hanya satu tingkat di atas Botswana.
Hal ini memberikan gambaran bahwa kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah. Penyebab rendah minat dan kebiasaan membaca itu antara lain kurangnya akses, terutama untuk di daerah terpencil.
Sebagai upaya untuk mencegah penularan COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan agar sekolah-sekolah meminta siswanya untuk belajar di rumah. proses belajar mengajar dilaksanakan secara daring (dalam jaringan).
Selain mampu mencegah dan menekan angka penularan COVID-19, Hal ini juga mengajarkan kita bahwa bagaimana masyarakat lebih mengenal teknologi informasi, komunikasi lewat media sosial dan bagaimana mengenal dunia lebih luas.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk menyesuaikan diri dan berusaha untuk mengimbangi perkembangan yang ada. Sejak diberlakukannya pembelajaran secara daring, masyarakat khususnya pelajar diharapkan untuk menggunakan media komunikasi yang seharusnya dalam pengawasan dan bimbingan orang tua.
Beberapa fenomena yang terjadi dan cukup memprihatinkan adalah terdapat beberapa anak di sekeliling kita khususnya siswa yang duduk di bangku Sekolah Dasar dengan usia antara 7-12 tahun ternyata belum bisa membaca namun lihai dalam mengotak-atik smartphone. Berbagai aktivitas yang dilakukan adalah membuka youtube, game online bahkan dengan tidak sengaja membuka situs terlarang karena ketidak tahuannya.
Baca juga: Suara Kebangkitan Nasional: Berharap Lahirnya Pemimpin Baru
Baca juga: Kenaikan Isa Almasih di Hari Idul Fitri
Gerakan literasi sendiri dapat dilakukan di berbagai lingkungan pendidikan, diantaranya adalah:
1. Keluarga, yakni lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, dan merupakan madrasah pertama oleh seorang anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Peran orag tua sangat diharapkan dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Namun tidak sedikit orang tua yang tidak berperan aktif secara penuh. Hal ini dapat dilihat dari tindakan orang tua yang hanya memfasilitasi anak dalam belajar dengan memberikan smartphone tanpa melakukan pengawasan dalam penggunaannya.
2. Sekolah, yakni sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Mengingat tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan orang tua dalam keluarga. Terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Namun di tengah pandemi COVID-19 dengan metode pembelajaran daring menuntut para orang tua harus berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
3. Masyarakat, yakni lingkungan di luar dari lingkungan keluarga dan sekolah, yang cakupannya lebih besar dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebiasaan dan tumbuh kembang anak. Namun pada masa pandemi COVID-19, adanya pembatasan aktivitas sehingga menyulitkan bagi anak untuk melakukan interaksi di luar dari lingkungan keluarga dan sekolah. Tetapi tetap kembali pada lingkungan yang utama, yakni lingkungan keluarga.
Gerakan membumikan literasi dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh semua aktor pembangunan, dalam hal ini adalah pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Di tengah pandemi COVID-19, membumikan gerakan literasi di lingkungan keluarga adalah hal yang paling tepat. Salah satunya bisa dilakukan dengan peran aktif orang tua dalam membimbing anak dalam belajar serta memberikan batasan terhadap penggunaan smartphone.
Perkembangan teknologi informasi diharapkan harus berbanding lurus dengan gerakan literasi. Gerakan literasi harus mampu diwujudkan dalam lingkungan keluarga. Karena di manapun kita berada, semua akan kembali kepada lingkungan keluarga. (*)