Mengenal Sosok Friedrich Silaban, Seorang Kristen Protestan Perancang Masjid Istiqlal
Nurdian Pratiwi, telisik indonesia
Jumat, 17 Juni 2022
0 dilihat
Friedrich Silaban (kiri) sedang berbicara dengan Presiden Sukarno. Foto: Repro arsitekturindonesia.org.
" Friedrich Silaban, seorang Kristen Protestan yang dipercayai oleh Presiden Soekarno sebagai perancang Masjid Istiqlal "
JAKARTA, TELISIK.ID - Masjid Istiqlal adalah salah satu masjid terbesar di kawasan Asia Tenggara dan sudah ada sejak masa kepemimpinan presiden pertama Republik Indonesia, Ir. H. Soekarno.
Dalam proses pembangunan Masjid Istiqlal sendiri, Presiden Soekarno turut serta mengambil bagian dan tanggung jawab atas berdirinya masjid termegah di Indonesia itu.
Selain itu, jika membahas Masjid Istiqlal, tentu tak lepas dari peran arsiteknya bukan? Nah tahukah kamu rupanya arsitek Masjid Istiqlal ternyata seorang Kristen Protestan lho.
Mengutip dari Tirto.id, dialah Friedrich Silaban, seorang Kristen Protestan yang dipercayai oleh Presiden Soekarno sebagai perancang Masjid Istiqlal.
Saat itu, sebuah sayembara maket Masjid Istiqlal diadakan dengan juri terdiri dari beberapa ulama dan arsitek terkenal seperti Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R Ukar, Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Friedrich Silaban ditetapkan sebagai pemenang utama yang berhak merancang arsitektur bangunan Masjid Istiqlal, setelah berhasil memenangi hati para dewan juri, termasuk Soekarno dengan karya berjudul "Ketuhanan".
Arsitek kelahiran Sumatera Utara ini mendapatkan hadiah medali emas seberat 75 gram dan uang sebesar Rp 25.000.
Rancangan Friedrich Silaban ternyata selaras dengan pandangan Sukarno. Dengan konsep arsitektur bangunan modern, maket Masjid Istiqlal karya Friedrich Silaban dipenuhi dengan simbol perkembangan agama Islam dan sejarah Indonesia.
Pilar utama masjid berjumlah 12 yang melambangkan 12 Rabiul Awal sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad.
Pilar masjid dalam rancangan Friedrich Silaban tersebut memiliki panjang 45 meter bermakna tahun kemerdekaan negara Indonesia.
Pembangunan Masjid Istiqlal akhirnya berhasil dirampungkan pada masa Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.
Presiden RI ke-2 ini meresmikan Masjid Istiqlal pada 22 Februari 1978. Peresmian ini ditandai dengan adanya prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.
Dikutip dari Kompas.com, sosok Friedrich lahir di Bonan Dolok, Sumatera Utara, pada 16 Desember 1912 dari keluarga petani sederhana.
Dia merupakan lulusan Koningin Wilhermina School, Jakarta, tahun 1931, sekolah setingkat Sekolah Teknik Menengah (STM). Friedrich lantas melanjutkan studinya ke Belanda selama 1949-1950.
Friedrich besar di era Soekarno, meski sempat dipinggirkan di rezim Soeharto. Dan namanya hingga kini masih dikenang oleh banyak orang.
Selain itu, sebelum mengikuti sayembara sebagai maket Masjid Istiqlal, ternyata Friedrich merupakan sosok yang dekat dengan Presiden Soekarno. Saking dekatnya, Soekarno bahkan pernah bertamu ke rumah Friedrich di Bogor, Jawa Barat.
Sekedar informasi, saat diadakannya sayembara tersebut, putra Friedrich, Panogu Silaban bercerita bahwa ayahnya pernah meminta izin langsung ke Soekarno agar Friedrich dapat diikutsertakan dalam sayembara tersebut. Dan Soekarno menyetujuinya dengan mengusulkan agar Freidrich memakai nama samaran.
"Dia (Friedrich) pernah bertanya kepada Soekarno langsung, 'Ini mau ngadain sayembara Istiqlal loh, saya ikut enggak ya?' Mereka memang dekat ya," kata Panogu dalam wawancara yang ditayangkan Singkap Kompas TV, akhir Februari 2018 lalu.
"Lalu (Soekarno menjawab), 'tapi kalau ikut harus pakai nama samaran. Kalau enggak, enggak ada yang mau milih'," tuturnya.
Menurut Panogu, ayahnya memang kerap mengikuti sayembara dengan nama samaran berupa Moto.
Sebagai seorang Kristiani, Friedrich mengalami pergulatan batin ketika hendak mengikuti sayembara arsitek Masjid Istiqlal.
Bagaimana tidak, Friedrich merupakan seorang Kristen Protestan, berdarah Batak dan ayahnya pendeta.
Sebelum mengikuti sayembara, Friedrich bahkan sempat berkonsultasi dengan Uskup Bogor, Monsieur Geise, perihal konflik batin ini.
Namun yang terjadi, Friedrich memenangi sayembara. Dan status keagamaan rupanya tidak menjadi ganjalan Friedrich untuk terlibat dalam perancangan salah satu proyek besar bangsa Indonesia. (C)