Menyalakan Nur Pendidikan
Asrari Puadi, telisik indonesia
Sabtu, 02 April 2022
0 dilihat
Asrari Puadi, Alumni PMII, Pengamat Politik. Foto: Ist
" Begitu ada pendidikan maka kita bisa mengetahui apa saja yang ada di kehidupan kita "
Oleh: Asrari Puadi
Alumni PMII, Pengamat Politik
CAHAYA atau “Nur” dalam bahasa arabnya secara etimologis memiliki arti sesuatu yang menyinari suatu objek sehingga objek tersebut menjadi jelas dan terang. Kata Nur juga terbilang istimewa, karena disebutkan di dalam Al-Qur’an setidaknya sebanyak 43 kali.
Kata Nur penulis jadikan judul bersanding dengan kata pendidikan bukanlah tanpa alasan. Alasan utamanya karna pendidikan itulah awal untuk kita mengenal dan menghayati makna Nur itu sendiri.
Untuk lebih mudahnya, berikut perumpamaan yang bisa pembaca renungkan.
“Kalau di ruangan tidak ada cahaya maka kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di sekitar kita dan begitu ada cahaya kita bisa tahu apa yang ada di sekitar kita. Begitu pula pendidikan, begitu ada pendidikan maka kita bisa mengetahui apa saja yang ada di kehidupan kita.”
Maka tepatlah kata Nur bersanding dengan pendidikan. Karna pendidikan menjadi cahaya yang membuka wawasan, bahkan menjadi pelita penerang cita-cita.
Gelapnya Akses Pendidikan
Laporan pendidikan Global UNESCO menyebutkan terdapat sekitar 258 juta anak-anak dan remaja mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan, dengan kemiskinan sebagai hambatan utama.
Baca Juga: Literasi, Skeptisisme dan Euforia Kebebasan Berpendapat
Pun di negeri kita, akses pendidikan yang belum merata bukanlah cerita baru di Indonesia. Terlebih dengan kondisi daerah yang terpisah-pisah oleh kepulauan, tantangan dunia pendidikan semakin bertambah runyam.
Menyalakan cahaya di tengah gelapnya akses pendidikan bukanlah perkara mudah. Segudang problem mulai dari kurangnya tenaga pendidik, minimnya fasilitas pendukung, ketiadaan fasilitas internet yang memadai, biaya keluarga yang pas-pasan dan berbagai hal lainnya menjadi penghambat nyata dunia pendidikan kita.
Belum lagi jika kita berbicara pendidikan sebagai pelita cita-cita. Tak jarang anak-anak terpaksa kehilangan cita-citanya karna pendidikan yang belum tuntas, terpaksa bekerja sebelum waktunya, atau terpaksa bekerja dengan modal pendidikan yang seadanya. Alhasil kualitas angkatan kerja kita pun makin minim daya saing.
Menyalakan “Nur” Pendidikan
Problem pendidikan yang berat tidak bisa didiamkan begitu saja, harus ada yang bekerja untuk menyalakan “Nur” pendidikan, sehingga gelapnya akses pendidikan tadi bisa lambat laun menjadi terang benderang. Syukurlah, beberapa waktu belakangan ada kerja-kerja konkret dari para pemangku suara rakyat.
Tina Nur Alam misalnya, anggota DPR RI Komisi-X ini secara konsisten memberikan bantuan pendidikan untuk daerah Sulawesi Tenggara, mulai dari beasiswa untuk meringankan biaya pendidikan hingga ke 50.000 lebih siswa dan mahasiswa, juga bantuan bagi perbaikan fasilitas pendidikan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang membutuhkan.
Baca Juga: Point of No Return, Bung
Bahkan lewat kerjanya ini ia diganjar medali penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia, sebuah lembaga independen yang rutin menyeleksi dan memberikan penghargaan bagi insan-insan yang berprestasi dan bekerja nyata untuk masyarakat.
Tentu apa yang dilakukan Tina kita harapkan dapat diteladani dan ditiru oleh banyak wakil yang mengemban amanat rakyat, mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Agar problem-problem pendidikan di atas tadi bisa terurai perlahan hingga akhirnya bisa terselesaikan.
Selain itu, agar tujuan negara yang termaktub dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945 yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” juga segera tercapai sebagaimana mestinya.
Terakhir, menyalakan Nur pendidikan akan memberikan pelita bagi setiap anak Indonesia yang akan membuatnya bisa melihat peluang, mendorong kemajuan, menumbuhkan karakter, dan memberikan kejernihan dalam menata dan menyiapkan masa depannya. (*)