Gagasan Elite Politik Minus Empati

Usmar, telisik indonesia
Sabtu, 24 September 2022
0 dilihat
Gagasan Elite Politik Minus Empati
Dr. Usmar, SE, M.M, Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis Univ. Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional. Foto: Ist.

" Soal pilihan penggunaan daya listrik 450 VA, bukanlah pilihan menyenangkan bagi penggunanya, tapi itulah posisi realitas yang mampu mereka capai dalam menopang kehidupan keluarga mereka saat ini "

Oleh: Dr. Usmar, SE, M.M

Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis Univ. Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional

DALAM rapat kerja pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, pada Senin, 12 September 2022, mengenai Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan Dalam Rangka Pembahasan RUU APBN TA 2023, terlontarlah usulan “tak cerdas” dari Ketua Banggar DPR RI, agar pemerintah menghapus masyarakat pelanggan daya listrik 450 VA untuk beralih menjadi 900 VA.

Sebab, menurutnya daya listrik 450 VA tidak mampu menanggung beban penggunaan kompor listrik. Sungguh sebuah gagasan yang minus empati.

Padahal mungkin kita ketahui bersama, soal pilihan penggunaan daya listrik 450 VA, bukanlah pilihan menyenangkan bagi penggunanya, tapi itulah posisi realitas yang mampu mereka capai dalam menopang kehidupan keluarga mereka saat ini. Jadi belum sampai asa mereka pada opsi untuk menggunakan kompor listrik atau tidak.

Selain itu, sulit kita memahaminya secara rasional, ketika ada persoalan over supply daya listrik PT PLN (Persero), jalan untuk mengatasinya dengan membebankan kepada kelompok masyarakat yang jelas daya belinya masih sangat rendah itu yaitu masyarakat pelanggan daya listrik 450 VA agar beralih ke daya listrik 900 VA.

Sedangkan kita ketahui bersama, bahwa sebagian besar mereka pelanggan daya listrik 450 VA itu, adalah masyarakat yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Namun ironinya alasan ini pula yang digunakan oleh Ketua Banggar DPR RI dengan mengatakan bahwa ada subsidi yang tidak tepat sasaran yang diberikan pada masyarakat pelanggan daya listrik 450 VA.

Memang ini baru usulan, tapi jika masyarakat tidak peduli, maka kebijakan ini akan diterapkan, karena apa yang diusulkan itu pada dasarnya yang dipikirkan oleh pengusulnya, yang semula mungkin masih berada di bawah alam sadarnya, mungkin kini sudah naik dipikiran sadarnya.

Akurasi Data Base Pelanggan 450 VA

Berdasakan data ada sekitar 24,3 juta pelanggan 450 VA, dan sekitar 9,5 juta pelanggan yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial. Sedangkan 14,8 juta pelanggan 450 VA non DTKS.

Baca Juga: Kepedulian dan Gotong Royong

Nah, soal ada sekitar 14,8 juta pelanggan 450 VA yang non DTKS, itulah urusannya Kementerian Sosial dengan PT PLN (pesero) untuk memperbaharui dan mengupdate data pelanggan mereka ini. Jadi kalau menggunakan narasi tidak tepat sasaran, itu hakekatnya ada persoalan akurasi data di pemerintah yang belum usai dan benar dikerjakan.

Kalau kita merujuk keterangan Kementerian ESDM, bahwa berdasar survei yang telah mereka lakukan terhadap 12,2 juta pelanggan dari 14,8 juta pelanggan 450 VA non DTKS, ada sekitar 50,1% atau sekitar 6,1 juta pelanggan lagi yang berhak menerima subsidi dan layak masuk dalam DTKS. Artinya di sini justru ada kewajiban pemerintah yang belum diberikan terhadap kelompok yang layak disubsidi ini.  

Ini dapat kita lihat pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016, pada Pasal 2 ayat 1, subsidi tarif listrik untuk rumah tangga dilaksanakan melalui PLN diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA masyarakat prasejahtera yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Strategi Perbaikan

Selain akurasi data base pelanggan 450 VA yang harus diperbaiki oleh pemerintah, juga penyebab terjadinya over supply daya listrik PLN, yang mengalami over supply listrik yang diperkirakan mencapai 41 gigawatt (GW) pada tahun 2030, seiring dengan penerapan energi baru terbarukan (EBT), harus juga dibenahi, karena ini sangat memberatkan PT PLN (Pesero) tentunya.

Adapun estimasi beban yang harus di tanggung PT PLN setiap 1 GW sekitar Rp 3 triliun per tahun karena dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta, terdapat skema take or pay,  

Baca Juga: BBM Naik Demi Pertumbuhan atau Inflasi?

Dua hal tersebut di atas, semestinya yang harus jadi hal utama yang harus diperbaiki pemerintah, bukan menggeser beban tersebut untuk dipikul masyarakat, apalagi masyarakat kelas bawah pengguna daya listrik 450 VA itu.  

Pilihan Menyelesaikan Masalah

Tagline PT Pegadaian (Pesero) “Menyelesaikan masalah tanpa masalah” semestinya dapat menjadi inspirasi bagi elite politik dalam menyelesaikan persoalan masyarakat. Sungguhlah tidak bijak, jika sebaliknya menyelesaikan masalah dengan memindahkan masalah, apalagi untuk masyarakat bawah.

Memang subsidi listrik tahun anggaran 2023 sebesar Rp 72,58 triliun atau setara 34,25?ri seluruh belanja subsidi energi tahun 2023 yang mencapai Rp 211,9 triliun, dengan asumsi kurs Rp 14.800/US$ dan ICP US$90 per barel yang diputuskan dalam rapat kerja pemerintah dan Banggar DPR RI, relatif cukup besar.

Namun jika itu dikaitkan dengan semangat untuk meningkatkan "quality of life” masyarakat, dan menunjukkan bahwa negara hadir dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, di tengah masyarakat yang sedang berjuang untuk recovery ekonomi keluarganya pasca terdampak pandemi COVID-19, tidaklah seberapa, dan memang itu esensi tugas dari keberadaan negara. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga