Milenial Bicara Politik, Kenapa Tidak?
Asyrani, telisik indonesia
Minggu, 11 April 2021
0 dilihat
Asyrani, Pemerhati Masalah Umat. Foto: Ist.
" Di setiap kebangkitan pemuda-lah pilarnya, di setiap pemikiran pemuda-lah pengibar panji-panjinya. "
Oleh: Asyrani
Pemerhati Masalah Umat
BERKACA pada sejarah, presiden pertama RI pernah menyampaikan dalam pidatonya, "Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncangkan dunia."
Bahkan seorang tokoh pergerakan Mesir, Hasan Al-Banna menegaskan, "Di setiap kebangkitan pemuda-lah pilarnya, di setiap pemikiran pemuda-lah pengibar panji-panjinya."
Lalu apa kabar pemuda hari Ini? Perkembangan IPTEK telah merasuk ke dalam sumsum kehidupan pemuda saat ini. Tak heran jika mereka disebut sebagai 'generasi milenial'.
Namun, ternyata arus perkembangan tersebut tak hanya mengubah zaman, tapi berdampak pada kemorosotan pemikiran. Dengan kemudahan berselancar di dunia maya, informasi yang bertebaran seringkali tak terkendali. Bahkan, tak mampu meminimalisir adanya opini sekulerisasi.
Benar kata seorang pejuang, beda zaman beda tantangan. Karena faktanya hingga kini, permasalahan dalam negeri tak menemui titik resolusi yang pasti. Bahkan, hari demi hari kian menjadi-jadi.
Milenial pun tak yakin politisi mampu memberi solusi. Sebab, politisi dicap tak baik dalam menanggapi aspirasi. Tak sebanding dengan masa kampanye, demi hak pilih rakyat dicari-cari.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat (Merdeka.com,21/03/2021).
Meski menganggap politisi dan partai tak mampu mengatasi persoalan, namun masih berharap penyempurnaan praktik demokrasi menjadi solusi.
Sementara itu, berbagai stigma selalu dimunculkan ke permukaan. Mulai dari radikalisme, ekstremisme, dan isme-isme lainnya. Hal itu sejatinya dilakukan untuk menekan laju pergerakan politik Islam, agar tak menjadikannya panutan, tapi membiarkan 'oppa korea' dijadikan sebagai teladan.
Sungguh ironis bukan? Secara tidak langsung, milenial difasilitasi untuk menjadi generasi apatis. Sebab, berbicara politik dalam Islam, maka berbicara tentang mengurusi urusan umat.
Baca juga: Ini 50 Universitas Terbaik di Indonesia, Kampusmu Ada?
Teladan Hakiki Bagi Generasi
Generasi muda sejatinya ialah generasi yang memiliki peran strategis dalam membangun peradaban. Di tangannya kekuatan menegakkan nilai-nilai ideologi peradaban sangat besar. Tak heran jika di masa silam, peran pemuda mampu mencetak sejarah yang gemilang. Menghantarkan sebuah negara menjadi negara besar (adidaya).
Sebut saja peradaban Islam sebagai contohnya. Dalam sejarahnya, generasi muda Islam berperan menyebarkan risalah Islam yang pertama, menyiapkan dakwah ke tengah umat sampai detik-detik menyongsong kemenangan Islam di medan laga.
Kita bisa meneladani dua tokoh bersejarah di zaman Rasulullah SAW. yakni Mush’ab bin Umair ra dan Ali bin Abi Thalib ra. Dari kisah hidup mereka kita bisa ambil beberapa poin bagaimana sosok para pemuda yang seharusnya:
Visioner, artinya memiliki cita-cita besar jauh ke depan. Generasi muda harus memiliki visi, misi, dan cita-cita besar demi tegaknya peradaban Islam yang gemilang.
Peduli dengan keadaan di lingkungan dan negeri tempat tinggalnya (melek politik dan ideologi), apalagi jika kondisi masyarakatnya belum taat sepenuhnya kepada syariat Islam.
Tidak hedonis, berfoya-foya, atau hal-hal lain yang terlalu menuruti hawa nafsu belaka (tidak sekuler). Menjauhi maksiat, baik di dunia nyata maupun dunia maya semata-mata karena ketakwaan kepada Allah SWT.
Tidak “menye-menye”, gampang galau, atau mudah frustrasi dalam menghadapi hidup. Generasi Islam memiliki benteng hati yang tangguh di-back up keimanan yang tinggi kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawwab. (*)