Perusahaan Tambang di Kolaka Utara Diduga Abaikan Laporan RKL-RPL
Muh. Risal H, telisik indonesia
Kamis, 16 Februari 2023
0 dilihat
Kondisi permukaan sungai seluas dua meter yang saat ini hampir rata dengan permukaan tanah akibat tertimbung luapan lumpur tambang PT KTR. Foto: DLH Kolaka Utara
" Salah satu kewajiban yang dianggap dilanggar yakni tidak adanya laporan RKL dan RPL dari pihak perusahaan sejak mereka mulai mengeruk ore di Batu Putih 2021 lalu "
KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan Perseroan Terbatas Kasmar Tiar Raya (PT KTR) di Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), diduga mengabaikan sejumlah aturan yang diwajibkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Salah satu kewajiban yang dianggap dilanggar yakin tidak adanya laporan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dari pihak perusahaan sejak mereka mulai mengeruk ore di Batu Putih 2021 lalu.
Padahal, kata Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup (PPLH), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kolaka Utara, Ukkas, laporan RKL-RPL merupakan suatu kewajiban yang mesti dipenuhi pihak perusahaan setiap semester atau per enam bulan sekali.
"Sesuai aturan, laporan RKL-RPL itu wajib mereka sampaikan ke kami setiap enam bulan, namun PT Kasmar tidak pernah melakukan itu sejak mereka menambang tahun 2021 lalu," terangnya, Kamis (16/2/2023).
Lebih lanjut, ia menuturkan, RKL-RPL wajib disampaikan agar menjadi bahan verifikasi dan evaluasi DLH untuk mencocokkan fakta di lapangan dan pihaknya sudah sampaikan itu saat rapat dengar pendapat di DPRD beberapa waktu lalu.
"Jadi kami mengimbau tolong dipatuhilah. Silakan investasi tanpa mengabaikan semua aturan yang berlaku, bersinergi dan berdayakan masyarakat setempat dan tidak mencemari lingkungan mereka," pintanya.
Baca Juga: Mayoritas Perusahaan Tambang di Kolut Belum Laporkan Data Ketenagakerjaan, Ini Dampaknya
Menurut Ukkas, dampak lingkungan yang ditimbulkan PT Kasmar kali ini cukup parah dan membutuhkan kompensasi besar atas kerusakan tersebut.
"Hasil monitoring kami beberapa waktu lalu, kerusakan lingkungan di sana memang memang cukup parah, sawah tertutup lumpur begitu pula sungai, kolam ikan, dan juga perkebunan milik warga," jelasnya.
Terkait tindak lanjut hasil monitoring DPRD, lanjutnya, dan juga upaya mereka memediasi pihak perusahaan dan masyarakat. Kata dia, pihaknya belum mendapatkan informasi.
"Kami berharap DPRD dapat memediasi, kalau suatu saat DLH dibutuhkan untuk melakukan kajian luasan sediment pond yang perlu dibuat oleh perusahaan meminimalisir dampak lingkungan, kami siap," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kolaka Utara, Buhari dan Ketua Komisi III DPRD Kolaka Kolaka, Abu Muslim telah melakukan monitoring ke lapangan. Ia bersama jajarannya merasa miris melihat kondisi lahan pertanian warga setempat yang mustahil dipulihkan kembali.
Bahkan menurutnya, jika luberan lumpur setiap musim penghujan tiba tidak cepat ditangani, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih parah lagi.
Parahnya lagi, luberan lumpur yang diduga merusak area pertanian dan perkebunan warga tidak hanya dari kawasan pertambangan PT KTR namun juga PT TMM.
Baca Juga: Solusi APNI ke Perusahaan Tambang Agar RKAB 2023 Diterima Kementerian ESDM
"Kami lihat kerusakan terparah dan terluas berada sekitar area pertambangan PT KTR. Kalau PT TMM dampaknya hanya sekitar 3 hektare saja," ujarnya.
Ironisnya, kedua perusahaan pertambangan tersebut mengklaim luberan lumpur yang merusak area pertanian/perkebunan warga tidak sepenuhnya dilakukan perusahaan mereka, tapi juga dilakukan para penambang koridor.
"Mereka mengaku bukit di sana sudah gundul sebelum perusahaannya beroperasi dan katanya itu dilakukan penambang koridor," ucapnya.
PT KTR berdalih izin operasional mereka mulai berlaku pada Oktober 2022 sementara PT TMM berlaku November tahun yang sama. Karena itu, dampak lingkungan yang timbul sebelum izin operasional mereka berlaku, itu di luar kewenangan kedua perusahaan tersebut. (B)
Penulis: Muh Risal H
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS