Petani di Sumatera Utara Minta Polisi Usir Mafia Tanah dan Tuntaskan Kasus
Reza Fahlefy, telisik indonesia
Jumat, 22 September 2023
0 dilihat
Massa ketika melakukan demontrasi meminta pihak kepolisian memberantas dan mengusir mafia tanah di Sumatera Utara. Foto: Reza Fahlefy/Telisik
" Aliansi Pejuang Reforma Agraria (Apara) Anti Kriminalisasi dan Diskriminasi Hukum Bagi Pejuang Tani, berdemonstrasi di depan Markas Polda Sumatera Utara, Jumat (22/9/2023) siang "
MEDAN, TELISIK.ID - Aliansi Pejuang Reforma Agraria (Apara) Anti Kriminalisasi dan Diskriminasi Hukum Bagi Pejuang Tani, berdemonstrasi di depan Markas Polda Sumatera Utara, Jumat (22/9/2023) siang.
Dalam demo itu, masyarakat yang sebagian besar adalah petani ini meminta agar pihak kepolisian mengusir mafia tanah. Sebab, tanah rakyat adalah tanah untuk rakyat.
"Apakah kalian bisa membayangkan tanah yang kalian kuasai dan gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tiba-tiba dirampas dan dianggap bukan milik kalian lagi," kata koordinator lapangan, Suhariawan.
"Pernahkah kalian membayangkan pejabat berwenang diam seribu bahasa ketika warga datang menyampaikan keluhannya? Pernah membayangkan ketika kalian mempertahankan tanah milik sendiri menjadi korban kekerasan? Pernah membayangkan semua ini terjadi padamu," tuturnya.
Baca Juga: Terlapor Penganiayaan Anak di Bawah Umur Belum Ditangkap Polisi
Dalam orasinya, juga mengungkap ada beberapa kasus tanah selalu terjadi sepanjang tahun dan tidak pernah terselesaikan dengan baik.
Misalnya kasus yang terjadi di Kelurahan Gurilla, Kota Pematang Siantar yang digusur oleh pihak PTPN. Kemudian kasus di Desa Rambung dan Bingkawan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang yang sejak 2015 berkonflik dengan PT Nirvana Memorial Nusantara (PT NMN), perusahaan jasa yang bergerak dalam pembangunan pekuburan elit.
"Bahkan ada juga kasus kriminalisasi, perampasan, penggusuran dan ancaman penggusuran sering dialami oleh masyarakat penunggu di sekitaran Medan dan Deli Serdang sepanjang tahun," tegasnya.
Menurut mereka, kasus tersebut menyebabkan hilangnya sumber hidup, pendapatan serta tempat tinggal bagi banyak petani dan masyarakat. Alasan pemerintah dan pengusaha dalam melakukan tindakan tersebut adalah untuk peningkatan ekonomi.
"Ekonomi dalam hal apa yang dimaksud saat sumber pendapatan petani subsistensi diambil alih untuk kepentingan modal yang besar. Ini harus kita tegaskan lagi," terangnya.
Koordinator lapangan, Berton menambahkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 56 Tahun 1960 (Undang-Undang Landreform) mengisyaratkan, tanah harus diretribusi kepada petani bukan merampasnya.
"Jadi harus ditegaskan, Sumatera Utara adalah provinsi paling tinggi angka konflik agrarianya. Namun isu agraria menjadi paling tidak populis dalam pembicaraan semua kalangan," tambahnya.
Kemudian, Berton mengaku, penyelesaian isu agraria sering mandek di jalur resmi yang disiapkan oleh negara, karena pejabatnya tidak melakukan pekerjaannya dengan benar.
"Keadaan ini kemudian melahirkan mafia tanah yang melakukan manipulasi sertifikat jual beli tanah seperti yang terjadi di Rambung Baru, melalui manipulasi tanda tangan warga yang bukan pemilik sah," tegasnya.
Berkaca dari kondisi ini, mereka menekankan agar negara bersikap adil dalam merencanakan pembangunan.
"Perlu pendekatan menyeluruh dan memenuhi standar hukum dan ham yang berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri, bukan memaksakan pembangunan yang tidak dikehendaki," tuturnya.
Pengakuan Berton, jika Undang-Undang Dasar dilaksanakan dan prosedur yang adil dilakukan. Dia yakin praktik mafia tanah dan kriminalisasi hukum bagi pejuang agraria dan petani tidak akan ada.
"Pihak kepolisian harus memastikan dan tidak terlibat dalam upaya kriminalisasi dan diskriminasi yang ada di lahan-lahan berkonflik di Sumatera Utara," tambahnya.
Selanjutnya, mereka memastikan proses hukum berpihak kepada petani saat terjadi konflik di lapangan seperti di Gurilla, Kawasan Medan dan Deli Serdang.
Baca Juga: Wakapolri Turun ke Medan, Ingatkan Masyarakat Ciptakan Pemilu Damai
"Kami minta Bapak Kapolda Sumatera Utara segera memerintahkan anggotanya untuk melakukan penyelidikan dugaan pemalsuan AJB (akta jual beli) yang telah dilimpahkan oleh Mabes Polri," tambahnya.
Selain itu, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam diminta untuk menghentikan rencana eksekusi lahan di Rambung Baru yang cacat hukum.
"Kembalikan tanah milik petani, kita harus bersama sama melawan mafia tanah," terangnya.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, AKBP Alamsyah P Hasibuan menerima massa. Perwira polisi ini mengaku bahwa aspirasi dari massa sudah ditampung.
"Aspirasi dari kelompok masyarakat tadi sudah kami terima, sudah kami tampung. Ada beberapa kasus atau laporan, itu akan kami dalami dahulu sejauh mana perkara itu," terangnya. (A)
Penulis: Reza Fahlefy
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS