RKUHP Larang Pasangan Tak Nikah Check In Hotel, Ketua PHRI Sulawesi Tenggara: Itu Ranah Privasi
Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Rabu, 26 Oktober 2022
0 dilihat
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Tenggara berpendapat RKUHP pasal 415 termasuk dalam ranah privasi, butuh pola implementasi yang jelas agar tidak merugikan pengusaha hotel. Foto: Adinda Septia Putri/ Telisik
" Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal 415 menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat "
KENDARI, TELISIK.ID – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal 415 menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pasalnya, RKUHP tersebut berpotensi untuk menolak dan memberi sanksi pasangan bukan suami istri yang melakukan check-in di hotel.
Selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Tenggara, Hugua berpendapat, RKUHP tersebut masuk ke ranah privasi, sehingga implementasinya akan sulit dilakukan karena mengandung banyak delik.
Dari aspek agama, Hugua setuju dengan RKUHP tersebut sebagai penegakan syariah. Akan tetapi jika aturan tersebut benar dilakukan, menurutnya hal ini akan berimbas juga bagi pasangan yang sah yang ingin melakukan check in hotel tapi tidak membawa surat nikah.
Begitu juga apabila ada dua lawan jenis yang sebetulnya keluarga dan melakukan check in di hotel, hal ini menurut Hugua akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan moral.
“Untuk membuktikan itu kan, pasangan suami istri harus membawa surat nikah, masa kemana-mana harus bawa surat nikah. Lalu bagaimana dengan adik kakak misalkan, check in di sebuah hotel. Pada akhirnya setelah dibuktikan secara hukum kan terlanjur heboh, dan menyangkut masalah moral,” ucap Hugua saat diwawancarai via telepon, Rabu (26/10/2022).
Baca Juga: Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Imbau Perbankan Tak Hanya Sediakan Kredit Konsumtif
Dengan masalah tersebut, akan meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk menghindari menginap di hotel. Hal ini tentu akan berdampak kepada pelemahan usaha perhotelan, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai destinasi wisata.
Sementara itu, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara, Belli Harli Tombili mengatakan, rancangan tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang bersama pelaku industri perhotelan.
Terlebih Indonesia sebagai negara yang cukup kuat sektor pariwisatanya dan mendatangkan wisatawan asing, yang secara moril mempunyai budaya yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.
“Perlu hati-hati untuk menetapkan suatu kebijakan, pelaku industri kalau memang arahnya kita ingin mengembangkan pariwista Indonesia dengan memanfaatkan kedatangan wisatawan asing, hal-hal seperti itu suara-suara industri perlu dilibati,” ucap Belli.
Yeni sebagai Head of Accounting di City Hotel Kendari, mengaku setuju apabila RKUHP tersebut diterapkan. Saat ditanya mengenai kerugian hotel, ia mengatakan, peraturan tersebut menurutnya tidak akan berdampak besar untuk hotel tempatnya bekerja. Pasalnya selama ini hotelnya lebih banyak dikunjungi oleh tamu yang berkeluarga dan rombongan perusahaan dibandingkan pasangan bukan suami istri.
Juru Bicara Sosialisasi RKUHP, Albert Aries sebelumnya telah membantah terkait pasal 415 yang akan melarang dan memberi sanksi pasangan bukan suami istri untuk check in di hotel. Ia menjelaskan, pasal tersebut mengatur perzinahan dan tinggal bersama bagi pasangan di luar nikah.
Baca Juga: Dinkes Rahasiakan Gudang Penyimpanan Alkes RS Antero Hamrah Kendari, Komisi III Bereaksi
Albert juga menambahkan, pasal tersebut hanya dapat dipidana berdasarkan delik aduan (klach delicten), yaitu apabila diadukan oleh pasangan bagi pelaku yang terikat perkawinan, dan orang tua dari pelaku yang belum terikat perkawinan.
Secara rinci, RKUHP pasal 415 ayat (1) berbunyi “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan semua atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Sedangkan di ayat (2) disebutkan, "Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, atau orang tua atau anaknya bagi yang tidak terikat perkawinan." (A)
Penulis: Adinda Septia Putri
Editor: Haerani Hambali