Rubiyem, Buruh Gendong Pasar Beringharjo Dijuluki Superhero
Affan Safani Adham, telisik indonesia
Senin, 22 Juni 2020
0 dilihat
Totalitas Rubiyem sebagai buruh gendong Pasar Beringharjo tak berubah sama sekali. Foto: Affan Safani Adham/Telisik
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Buruh gendong di Pasar Beringharjo Yogyakarta tidak mengangkat barang dagangan menggunakan tangan kosong. Mereka memakai selendang lebar yang difungsikan sebagai pengikat barang di punggungnya.
Termasuk Rubiyem (70) yang akrab disapa Mbah Yem, sudah sejak tahun 1970 bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Waktu itu usianya 18 tahun.
Perempuan dari Kulon Progo ini mengatakan, ada sekitar 250 perempuan buruh gendong yang masih eksis di Pasar Beringharjo.
Sebagai buruh gendong, jasa mereka baru terpakai apabila ada pedagang atau pembeli yang membutuhkan jasa angkut barang ke dalam dan ke luar Pasar Beringharjo.
Baca juga: Usai Cekcok dengan Istri, Buruh Mobil Ditemukan Tewas Gantung Diri
Totalitas pada pekerjaannya, membuat Mbah Yem tetap setia hingga kini sebagai buruh gendong. Tak berubah sama sekali. Sementara, Pasar Beringharjo sudah berganti bentuk beberapa kali.
Mbah Yem tetap seperti Mbah Yem yang dulu: seorang buruh gendong Pasar Beringharjo. Meski pengelola pasar memintanya untuk di rumah saja dan memberi santunan Rp 1,5 juta, tapi ia tidak mau.
Kesetiaannya pada profesi buruh gendong sudah mendarah daging dan tak bisa ditinggalkan. "Menawi teng griya kemawon awak kula malah sakit, Mas." (Apabila cuma di rumah saja badan saya malah sakit).
Tersirat di wajahnya semangat yang tak mudah padam. Dan sosoknya sebagai superhero itu secara tidak langsung memberi semangat pada masyarakat agar terus kuat menghadapi segala persoalan sulit di tengah pandemi COVID-19.
Digitalisasi dagangan pasar adalah solusi agar Mbah Yem tetap bisa bekerja dengan tetap menaati protokol kesehatan di pasar tradisional.
Baca juga: Dua Bocah di Medan Ditemukan di Parit
Tak mau mengemis, Mbah Yem sampai kapanpun tetap setiap menjalani buruh gendong pasar. Meski upah yang didapatnya tidak menentu.
"Terkadang saya hanya bisa membawa uang puluhan ribu rupiah tiap hari," katanya.
Menurut Mbah Yem, tak jarang dalam sehari itu tidak menerima order angkut barang satupun.
Mbah Yem memang tidak pernah mematok harga untuk menjalani buruh gendong itu. "Seikhlasnya yang ngasih saja," katanya.
Dia menerima dengan ikhlas meski hanya diberi uang Rp 5 ribu saja. "Pokoknya saya menerima dengan seikhlasnya saja," kata Mbah Yem yang menambahkan kadang ada yang memberi Rp 2 ribu untuk sekali angkut.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Haerani Hambali