RUU APBN 2025 Ditarget Rp 3.621 Triliun dengan Defisit Rp 616 Triliun Disahkan, Nilai Tukar Rupiah Masih Loyo
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 19 September 2024
0 dilihat
DPR RI mengesahkan RUU anggaran pendapatan dan belanja negara 2025 menjadi UU APBN 2025. Foto: Repro Antara
" DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2025 menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2025 "
JAKARTA, TELISIK.ID - Dalam rapat paripurna yang berlangsung pada hari Kamis (19/9/2024), DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2025 menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2025.
RUU ini mengatur berbagai aspek penting dari kebijakan fiskal negara untuk tahun 2025, termasuk besaran pendapatan, belanja, defisit, dan pembiayaan anggaran negara.
Proses pengesahan RUU APBN 2025 ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, H. Lodewijk F. Paulus. Dalam rapat tersebut, Lodewijk mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota yang hadir terkait persetujuan terhadap RUU APBN.
"Apakah rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 dapat disetujui? Terima kasih," ujar Lodewijk saat memimpin rapat di Kompleks Parlemen RI di Jakarta, Kamis (19/9/2024), seperti dikutip dari Antara.
Melalui UU APBN 2025 yang telah disahkan, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 3.005,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp 3.621,3 triliun.
Dengan demikian, terdapat defisit anggaran sebesar Rp 616,19 triliun, yang diikuti dengan keseimbangan primer yang mengalami defisit sebesar Rp 63,33 triliun. Selain itu, pemerintah juga menetapkan pembiayaan anggaran sebesar Rp 616,2 triliun.
Baca Juga: Subsidi Listrik Naik Rp 90,22 Triliun di RAPBN 2025
Alokasi belanja dalam UU APBN 2025 mencakup belanja untuk kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 1.160,09 triliun, belanja non-K/L sebesar Rp 1.541,36 triliun, serta Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 919,87 triliun.
"TKD ini dapat menjadi pengembangan sumber ekonomi baru di daerah dan peningkatan investasi serta keterlibatan dalam global supply chain," kata Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, dalam pidatonya yang mewakili Presiden Jokowi.
Selain itu, penerimaan perpajakan untuk tahun 2025 ditargetkan mencapai Rp 2.490,9 triliun, sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp 513,6 triliun.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro tahun 2025, pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen. Sementara itu, tingkat inflasi diperkirakan berada di angka 2,5 persen, dengan suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dipatok pada 7 persen.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di level Rp 16.000 per dolar AS, sedangkan harga minyak mentah Indonesia diproyeksikan sebesar 82 dolar AS per barel.
Dalam sektor energi, pemerintah menetapkan target lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari, sementara lifting gas ditargetkan sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari. Sasaran-sasaran ini diharapkan dapat mendorong pencapaian target pembangunan yang lebih optimal.
Sementara itu, beberapa sasaran dan indikator pembangunan juga disepakati oleh pemerintah dan DPR dalam UU APBN 2025 ini. Di antaranya adalah pengangguran terbuka yang ditargetkan berada di kisaran 4,5 hingga 5 persen. Target kemiskinan berada di angka 7 hingga 8 persen, sedangkan kemiskinan ekstrem diharapkan dapat ditekan hingga 0 persen.
Lebih lanjut, rasio gini ditargetkan berada di antara 0,379 hingga 0,382, yang menunjukkan upaya pemerintah dalam mengurangi ketimpangan ekonomi. Sementara itu, indeks modal manusia (IMM) diproyeksikan mencapai angka 0,56.
Baca Juga: Jokowi Beri Beban Defisit APBN 2025 Rp 616,2 Triliun ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
Target lainnya termasuk nilai tukar petani (NTP) yang diharapkan berada di kisaran 115 hingga 120, serta nilai tukar nelayan (NTN) yang ditargetkan sebesar 105 hingga 108.
Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa pelaksanaan APBN 2025 harus diiringi dengan kewaspadaan terhadap berbagai risiko global yang mungkin terjadi.
"Kita tetap waspada terhadap berbagai risiko seperti tensi global, geopolitik, dan bahkan terjadinya perang," ungkapnya. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS