Salat Dijamak Karena Hujan, Bolehkah?

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 19 Juni 2020
0 dilihat
Salat Dijamak Karena Hujan, Bolehkah?
Sejumlah jamaah Masjid sedang menunaikan shalat berjamaah Foto: Repro google.id

" Namun, di tengah kondisi tersebut bolehkah seorang muslim menjamak salatnya karena hujan? Berikut penjelasan dari Ulama Ahli Fiqih, Muhammad Siddiq Al Jawi dalam website fissilmi-kaffah.com yang dikelolanya. "

KENDARI, TELISIK.ID - Hujan kini melanda sebagian besar wilayah di Indonesia, termasuk kabupaten/kota di Sultra. Sehingga, cukup menghambat aktivitas masyarakat, termasuk dalam beribadah.

Namun, di tengah kondisi tersebut bolehkah seorang muslim menjamak salatnya karena hujan? Berikut penjelasan dari Ulama Ahli Fiqih, Muhammad Siddiq Al Jawi dalam website fissilmi-kaffah.com yang dikelolanya.

Menurutnya, para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya menjamak salat karena hujan. Seperti ulama Hanafiyah salat jamak secara umum tidak boleh, termasuk salat jamak karena hujan.

Karena menurut ulama Hanafiyyah waktu-waktu salat (mawaqit as sholah) telah ditetapkan berdasarkan Hadits Mutawatir, sehingga waktu-waktu salat tidak boleh ditinggalkan dengan dalil-dalil takhsis (pengecualian) yang hanya berupa Hadits Ahad.

Ulama Hanafiyyah hanya membolehkan salat jamak dalam satu keadaan saja, yaitu salat jamak taqdim antara Zuhur dan Asar khusus bagi jamaah haji pada hari Arafah, dan salat jamak ta`khir antara Magrib dan Isya khusus bagi jamaah haji pada malam Muzdalifah.

Mereka berhujjah dengan hadits Ash Shahihain, bahwa Ibu Mas’ud RA berkata l, ”Demi [Dzat] yang tak ada tuhan selainnya, tidaklah pernah Rasulullah SAW salat kecuali pada waktunya, kecuali dua salat saja (yang dikerjakan di luar waktunya), yaitu jamak Zuhur dan Asar di Arafah, dan jamak Magrib dan Isya’ di Jama’” (yaitu maksudnya di Muzdalifah).”  (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,  2/503).

Sedangkan jumhur ulama, yaitu ulama Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah membolehkan menjamak salat karena hujan berdasarkan hadits-hadits sahih.

Baca juga: Pemkot Kendari Izinkan Bioskop dan Hiburan Lain Dibuka, ini Syaratnya

Namun, jumhur ulama berbeda pendapat dalam cabang-cabang hukum masalah ini. Misalnya, Ulama Syafi’iyyah membolehkan menjamak Salat Zuhur dan Asar, juga Salat Magrib dan Isya.

Adapun ulama Malikiyyah dan Hanabilah, hanya membolehkan menjamak Salat Zuhur dan Asar saja, tidak membolehkan menjamak Salat Magrib dan Isya.

Dari segi jamak takdim dan jamak ta`khir, ulama Malikiyyah dan Syafi’iyyah membolehkan jamak taqdim saja, tidak membolehkan jamak ta`khir.

Sedang ulama Hanabilah membolehkan jamak takdim dan juga jamak ta`khir. (Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah, hlm. 56-57, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 15 hlm. 289-290; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/505).

Menurut ulama Malikiyyah dan Syafi’iyyah, juga menurut satu pendapat di kalangan ulama Hanabilah, kebolehan menjamak salat karena hujan hanya khusus bagi mereka yang salat jamaah di masjid. Jadi tidak boleh menjamak salat bagi mereka yang salat sendirian (munfarid) atau salat jamaah di rumah.

Sedang menurut pendapat yang lebih rajih (al arjah) di kalangan ulama Hanabilah, menjamak salat karena hujan secara umum boleh bagi mereka baik yang salat jamaah di masjid maupun yang salat sendirian di rumah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 15 hlm. 291).

Setelah mengkaji dalil-dalilnya, menurut kami, yang rajih adalah pendapat jumhur ulama yang membolehkan menjamak salat karena hujan. Dalilnya antara lain hadits Ash Shahihain dari Ibnu Abbas RA bahwasanya, "Rasululullah SAW telah mengimami salat bersama kami di Madinah menjamak Salat Zuhur dan Asar semuanya, dan Salat Magrib dan Isya semuanya.” Imam Muslim menambahkan,”(salat jamak itu dilakukan) tanpa alasan adanya ketakutan atau alasan dalam perjalanan.” (HR Bukhari & Muslim)

Baca juga: Kurban Bukan Sekedar Ibadah, Ustadz Faris BQ: Menggerakkan Ekonomi Umat

Imam Malik dan Imam Syafi’i mensyarah hadits di atas dengan mengatakan,”Saya melihat salat jamak tersebut dilakukan Nabi SAW karena adanya udzur (keringanan) berupa hujan.” (araa dzaalika bi ‘udzril mathar). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 15 hlm. 290).

Adapun pendapat ulama Hanafiyah yang tak membolehkan salat jamak karena hujan dengan alasan Hadits Ahad tak boleh mengecualikan Hadits Mutawatir, tidak dapat diterima. Karena Hadits Ahad sesungguhnya boleh mengecualikan Hadits Mutawatir, sebab hadits adalah sumber hukum (dalil syar’i), baik Hadits Mutawatir maupun Hadits Ahad.

Dengan kata lain, kebolehan Hadits Ahad mentakhsis Hadits Mutawatir, dikarenakan kedua jenis hadits tersebut sama-sama merupakan wahyu Allah walaupun hanya wahyu dari segi makna. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/503; Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz 3 hlm. 259; Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, juz I hlm. 252).

Hadits Ibnu Mas’ud RA yang menafikan adanya sholat jamak oleh Nabi SAW kecuali di Arafah dan Muzdalifah, tidak dapat diamalkan karena ia hadits yang marjuuh (lemah secara tarjih). Sebab hadits Ibnu Mas’ud RA itu bertentangan dengan hadits Ibnu Abbas RA yang menetapkan Nabi SAW melakukan salat jamak di Madinah (di luar Arafah dan Muzdalifah).

Hadits Ibnu Abbas RA ini dianggap lebih rajih (kuat) daripada hadits Ibnu Mas’ud RA, berdasarkan kaidah tarjih menurut jumhur ulama bahwa dalil yang menetapkan adanya sesuatu, lebih kuat daripada dalil yang menafikan adanya sesuatu. (Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz 3 hlm. 494; Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, juz 2 hlm. 1197).

Adapun dari segi salat apa saja yang boleh dijamak, dari segi jamak taqdim dan jamak ta`khir, juga dari segi apakah harus dilakukan secara berjamaah di masjid, kami cenderung kepada pendapat Imam Taqiyuddin An Nabhani yang mengatakan salat jamak karena hujan dibolehkan secara mutlak. Artinya, boleh dilakukan untuk menjamak Salat Zuhur dan Asar, juga Salat Magrib dan Isya`, boleh dilakukan secara jamak takdim atau juga jamak ta`khir, dan secara umum boleh bagi mereka baik yang sholat jamaah di masjid maupun yang salat sendirian di rumah. (Ali Raghib, Ahkamus Sholah, hlm. 41; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkamis Sholah, 2/343).

Baca juga: TKA China ke Sultra, Gerindra Ingatkan Pemerintah Bahaya Budaya Komunis

Kemutlakan hukum tersebut disimpulkan berdasarkan dalil-dalil yang mutlak pula, sesuai kaidah ushuliyah yang berbunyi, dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan batasan. (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, Juz 1 hlm. 208).

Dalil-dalil hadits yang mutlak tersebut, hanya menyebut satu sebab saja untuk bolehnya menjamak salat karena hujan tanpa menyebut kesulitan (masyaqqah) sebagai sebab bolehnya salat jamak karena hujan. (Ali Raghib, Ahkamus Sholah, hlm. 40-41; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkamis Sholah, 2/343).

Imam Taqiyuddin An Nabhani juga mengatakan bahwa tidak disyaratkan hujan sedang turun pada saat takbiratul ihram, tapi disyaratkan waktu salat itu adalah waktu hujan turun (yauma mathiirin), misalnya sedang mendung.

Adapun dalilnya adalah hadits Jabir bin Zaid RA, "Dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas,” Bahwasanya Nabi SAW salat di Madinah sebanyak tujuh dan delapan rakaat, menjamak Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya.’ Maka berkatalah Ayyub [kepada Jabir] jamak yang dilakukan Nabi SAW mungkin dalam malam berhujan (lailatin mathiiratin). Jabir menjawab,”Bisa jadi.” (HR Bukhari).

Imam Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan kata malam berhujan (lailatin mathiiratin) dalam hadits tersebut dengan berkata,“Yang dimaksud dengan kata lailatin mathiiratin adalah bahwa waktunya adalah waktu hujan, bukan berarti hujan sedang turun pada saat takbiratul ihram.” (Ali Raghib, Ahkamus Sholah, hlm. 40-41).

"Kesimpulannya, salat jamak karena hujan boleh secara mutlak. Maksudnya, boleh untuk menjamak Salat Zuhur dan Asar, juga salat Magrib dan Isya`, boleh dilakukan secara jamak takdim atau jamak ta`khir, dan boleh pula dilakukan baik berjamaah di masjid maupun sendirian di rumah. Wallahu a’lam," tutupnya.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin

Artikel Terkait
Baca Juga