Sosok Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Rabu, 25 November 2020
0 dilihat
Sosok Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru
Sartono, pencipta  lagu Hymne Guru. Foto: Repro Brilio.net

" Selama bertugas, gajinya sangat pas-pasan, bahkan tidak banyak. Bapak pernah menerima gaji hanya Rp 22.000 per bulan waktu itu, kemudian bertahap naik hingga Rp 60.000 per bulan. Penghasilan tersebut disesuaikan dengan jam mengajar Bapak. "

KENDARI, TELISIK.ID - Hari Guru Nasional (HGN) diperingati setiap 25 November. Biasanya, peringatan hari guru tak lepas dengan lagu "Hymne Guru" yang legendaris itu.

Namun, tak banyak yang tahu sejarah dan pengarang lagu Hymne Guru. Dikutip dari Kompas.com, pencipta lagu Hymne Guru adalah Sartono.

Mantan guru yayasan swasta di Kota Madiun, Jawa Timur itu telah meninggal dunia di usia 79 tahun di RSUD Kota Madiun, Jawa Timur pada Minggu (1/11/2015).

Dia menciptakan lagu "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" pada tahun 1980-an.

Sebuah lagu wajib yang kini selalu dinyanyikan di sekolah-sekolah baik tingkat SD hingga SMA di negeri ini.

Meskipun lagunya terkenal dan dinyanyikan semua anak sekolah se-Indonesia, semasa hidup Sartono jauh dari kata mewah.

Dia tinggal sederhana di rumahnya yang berdinding kayu di Jalan Halmahera Nomor 98 Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.

Ia tinggal bersama sang istri tercinta, Damiyati, pensiunan guru SD setempat.

Damiyati menceritakan, Sartono mempelajari musik dan alat musik secara otodidak.

Baca juga: Sejarah Hari Guru Nasional 25 November

Sartono adalah guru seni musik yang belajar sendiri dari berbagai pengetahuan.

Pada tahun 1978, Sartono adalah satu-satunya guru seni musik yang bisa membaca not balok di wilayah Madiun.

"Itu semua ia pelajari sendiri, tanpa mengenyam pendidikan tinggi tentang musik," tutur Damiyati.

Bahkan karena keterbatasan alat musik yang ia punyai, lanjut Damiyati, lagu "Hymne Guru" yang saat ini sangat terkenal itu, ia ciptakan dengan bersiul sambil menuliskan nada dan liriknya ke dalam catatan kertas.

Sartono memulai kariernya sebagai guru seni musik pada tahun 1978.

Ia adalah guru di sebuah yayasan swasta yang mengajar di SMP Katolik Santo Bernardus, Kota Madiun.

Sartono purnatugas dari sekolah tersebut pada tahun 2002.

"Selama bertugas, gajinya sangat pas-pasan, bahkan tidak banyak. Bapak pernah menerima gaji hanya Rp 22.000 per bulan waktu itu, kemudian bertahap naik hingga Rp 60.000 per bulan. Penghasilan tersebut disesuaikan dengan jam mengajar Bapak," ungkap Damiyati.

Kecintaannya pada musik telah membuat Sartono menciptakan beberapa buah lagu.

Bertepatan dengan momentum hari Pendidikan Nasional pada tahun 1980, Sartono mengikuti lomba mencipta lagu tentang pendidikan.

Baca juga: Maahir: Bersepeda Merajut Nusantara

Dari ratusan peserta, lagu "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ciptaannya, berhasil menjadi pemenang.

Selain mendapatkan sejumlah uang sebagai pemenang, Sartono bersama sejumlah guru teladan lainnya di seluruh Indonesia dikirim ke Jepang untuk studi banding.

Meski karyanya sangat fenomenal dan dinyanyikan oleh hampir semua orang di negeri ini, dia disebut-sebut tidak pernah menerima sepeser pun royalti atas hasil karyanya tersebut.

Perhatiannya yang demikian serius dalam dunia pendidikan dan pengabdiannya sebagai guru membuahkan penghargaan dari Mendikbud saat itu Yahya A Muhaimin.

Menurut Sartono yang lahir di Madiun pada 29 Mei 1936 itu, menjadi guru di sebuah yayasan dengan penghasilan yang pas-pasan adalah panggilan hidup yang harus dihadapi dengan sabar.

Meski demikian, melalui istrinya, Sartono pernah berharap agar pemerintah terus berupaya meningkatan kesejahteraan guru di Tanah Air ini.

Demikianlah sosok Sartono, pencipta lagu Hymne Guru.

Meski nasibnya lebih mirip seperti lagu gubahannya sendiri, yakni sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang terlupakan dan tak dikenal, ia tetap hidup bersahaja.

Hingga akhir hayatnya, Sartono tetap hidup sederhana dengan istrinya. Pasangan ini tetap hidup bahagia meski tidak memiliki keturunan. (C)

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga