Teknik UHO Tak Ajarkan Penganiayaan, Solidaritas Satukan Persaudaraan Mahasiswa

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 14 Juni 2023
0 dilihat
Teknik UHO Tak Ajarkan Penganiayaan, Solidaritas Satukan Persaudaraan Mahasiswa
Korban hingga pelaku merupakan saudari yang tak sedarah, dari keluarga besar mahasiswa Teknik UHO. Foto: Ist.

" Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, menunjukkan solidaritas yang tinggi, dalam menghadapi kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di lingkungan kampus. Kejadian tersebut telah mencakup berbagai angkatan mahasiswa, baik yang aktif maupun alumni, yang merasa terpukul dengan peristiwa tersebut "

KENDARI, TELISIK.ID - Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, menunjukkan solidaritas yang tinggi, dalam menghadapi kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di lingkungan kampus. Kejadian tersebut telah mencakup berbagai angkatan mahasiswa, baik yang aktif maupun alumni, yang merasa terpukul dengan peristiwa tersebut.

Para pihak terlibat, termasuk korban dan pelaku, merupakan bagian dari keluarga besar mahasiswa Teknik UHO yang tidak memiliki hubungan darah. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik, Laode Muhammad Ali Sabilah, menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian kasus itu secara restorative justice.

"Baik korban ataupun pelaku adalah saudara kami, diselesaikannya dengan cara restorative justice merupakan langkah terbaik. Karena kami semua adalah keluarga," ujarnya, Rabu (14/6/2023).

Baca Juga: Junior Fakultas Teknik UHO yang Ditampar Senior Syok, Kini Masuk Rumah Sakit

Satreskrim Polresta Kendari, melakukan penyelesaian perkara melalui restorative justice terkait tindak pengeroyokan dan penganiayaan yang dilaporkan terjadi di ruang Vokasi Fakultas Teknik UHO dua pekan lalu, sekitar pukul 01.00 Wita.

Penyelesaian itu didasarkan pada laporan polisi nomor LP/27/VI/2023/Sultra/Res Kdi/Siaga Polsek Poasia seminggu lalu, serta surat perdamaian antara kedua belah pihak yang ditandatangani Senin malam.

Dalam penyelesaian perkara itu, pihak yang terlibat adalah dua tersangka yang merupakan mahasiswa Teknik UHO, yaitu NIS (22) dan SF (21). Korban adalah WAP (19) yang juga mahasiswa Teknik UHO.

Proses perdamaian dilaksanakan di ruang restorative justice Satreskrim Polresta Kendari dengan kesaksian dari keluarga kedua pihak yang terlibat. Ali Gazali, Beby Ayu Putri, Laode Zumail, Amir Hawli, La Waka, dan Muh.l Handy Dwi Adityawan, Ketua Jurusan DIII Teknik Sipil, turut menyaksikan proses perdamaian tersebut sebagai perwakilan dari keluarga korban dan pelaku.

Kapolresta Kendari, Kombes Pol Muh Eka Faturrahman menjelaskan, kedua belah pihak sepakat untuk mencapai perdamaian melalui restorative justice yang difasilitasi oleh Polresta Kendari.

"Kedua belah pihak telah sepakat damai, dan kasus ini tidak akan diproses secara hukum," katanya pada Telisik.id, Rabu (14/6/2023).

Eka menambahkan, mediasi dipilih sebagai langkah penyelesaian karena kedua mahasiswi tersebut memiliki masa depan yang panjang. Mereka adalah aset daerah yang penting dan berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Kendari, AKP Fitra Yadi menyatakan, baik pelaku maupun korban telah sepakat untuk tidak melanjutkan proses hukum.

Penyelesaian melalui restorative justice merupakan pendekatan yang melibatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik, termasuk korban, pelaku dan masyarakat sekitar. Tujuannya adalah mencapai perdamaian, pemulihan, serta rekonsiliasi antara korban dan pelaku.

Baca Juga: Fakultas Teknik UHO Enggan Bicara Soal Kasus Mahasiswi Ditampar Senior hingga Berdarah

Metode ini mengedepankan dialog, kesadaran dan tanggung jawab pribadi sebagai dasar untuk mengatasi konflik. Dalam kasus itu, penyelesaian melalui restorative justice diharapkan dapat memperkuat rasa persaudaraan dan solidaritas di antara mahasiswa Teknik UHO, serta mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Penting bagi universitas dan lembaga pendidikan untuk mengintensifkan pendidikan dan pelatihan mengenai nilai-nilai persaudaraan, rasa saling menghargai, serta penyelesaian konflik secara konstruktif. Dengan demikian, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang mampu menjaga keamanan, kedamaian dan persatuan di lingkungan kampus.

Keputusan penyelesaian perkara melalui restorative justice itu, juga menunjukkan komitmen dari pihak kepolisian untuk mengedepankan solusi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti ini, upaya restoratif lebih diutamakan dari pada proses peradilan formal, sehingga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki perilakunya dan korban untuk memulihkan diri secara. (A)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga